Chapter 3 ~ Trust

612 53 16
                                    

Awalnya James ragu, konsep yang berbeda dengan dunia asalnya membuat James tidak yakin bisa menggunakan gerbang yang sama untuk melewati Bifröst. Tapi...

"Wow, serius bisa?" James hampir tidak percaya, gerbang Bifröst benar-benar terbuka. Kuasa Heimdall dari dunianya masih berfungsi di dunia ini.

"Kenapa sampai seragu itu? Regaz merekrut kita karena hanya kita yang bisa melakukannya," cibir Luke. James nyengir.

"Ya kukira... ah sudahlah, ayo berangkat."

Luke mengangguk. Mereka berdua menaiki Ray si naga lalu segera terbang memasuki gerbang Bifröst yang menyala terang. Api pelangi Bifröst mewarnai jalan menuju alam dewa Norse.

Luke dan James dapat merasakan sensasi berbeda dari Bifröst di dunia asal mereka. Suasana dari Bifröst di dunia ini lebih berat meski secara garis besar masih sama, juga tidak adanya konsep yang dapat dijelaskan secara ilmiah dari Bifröst di tempat ini.

"Kuharap Regaz tidak salah, aku tidak mau bertarung dengan dewa," Luke bergidik memikirkan keadaan terburuk. Melawan Thor sama saja mencari mati, Luke pikir Thor punya kekuatan setara Shiva yang pernah dilawannya.

"Ngomong-ngomong, apa kau merasa janggal?" tanya James tiba-tiba.

"Janggal?"

"Kau sudah mendengarnya sendiri dari Regazza. Intinya di bagian ketika dia bilang 'akan ada satu dunia yang hancur saat muncul satu dunia baru di garis waktu lain'."

"Janggalnya dimana?"

"Hmm, begini. Jika memang dunia ini bisa kita cegah kehancurannya, bagaimana dengan dunia baru yang muncul di garis waktu lain itu? Apakah akan tetap ada, atau batal tercipta?"

"Sorry James, jangan tanyakan itu padaku," Luke nyengir. Teori James memang dapat dimengerti, tapi pertanyaan itu tidak mungkin bisa Luke jawab.

"Oke, aku mengerti. Tapi aku benar-benar tidak tahu harus bertanya pada siapa."

"Mungkin... pada wanita itu."

"Hara?" tebak James.

"Bukan, yang satunya. Ravine Eire."

"Kenapa dia?" James meragu, apalagi kalau bukan karena sifat dan penampilan Ravine yang sangat tidak meyakinkan. Selalu cuek, pendiam dan pecandu rokok.

"Karena aku melihat ekspresinya, ekspresi yang sama dengan yang kau tunjukkan padaku barusan."

"Kalau kau bilang begitu, aku jadi ingin bertanya padanya," James mengangguk.

"Tanya saja besok."

"Ah, dan aku benar-benar penasaran. Menemui dewa-dewa tertinggi dari mitologi besar sendirian. Bagaimana caranya?" James mengetuk dagunya.

"Soal itu... aku juga penasaran. Padahal kita hanya punya waktu tiga hari untuk bertemu kembali."

Pembicaraan mereka berdua terus berlanjut hingga akhirnya mereka telah sampai di ujung perjalanan. Tepat ketika keluar dari Bifröst, langit luas menyambut mereka. Dari jarak yang sangat jauh, terlihat pemandangan yang luar biasa.

Ray terbang di atas awal tebal dengan cahaya senja abadi yang menyinari pohon berukuran massif. Pohon itu terletak di tengah langit luas, tidak ada daratan yang terlihat karena gumpalan awan di bawah mereka sangat tebal. Yang terlihat hanya bagian tengah dan atas pohon.

Ukuran dari pohon itu sendiri sulit terukur, dari sisi ke sisi layaknya sebuah pulau yang mengapung di atas lautan awan.

"Ehm, Yggdrasil?" tanya Luke yang tidak bisa memalingkan muka dari pohon raksasa itu.

Mirror/II/paralleL: The Ancient WarfareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang