P a r t | 24

22.8K 829 26
                                    

Edited
Fyi: kalau ada italic itu tandanya flashback ya...

•••••

"Mas ... Mas ... bangun, kok tidur di sini?" tanya salah satu Satpam sembari mengguncang-guncang tubuh Ervin yang masih bersandar pada pintu apartemen Maura.

Ia mengerjapkan matanya beberapa kali hingga penglihatannya kembali normal. "Eh, maaf Pak. Iya sebentar lagi saya akan keluar." Satpam itu hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Ervin.

Kepalanya terasa sangat pusing, otot-otot badannya juga terasa pegal, terutama pada tengkuknya. Ia melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. "Masih jam enam pagi," gumamnya.

Ervin bangkit dan membersihkan celananya yang kotor karena debu dan merapikan kemejanya yang sedikit kusut.

"Ketuk nggak, ya?" ucapnya ragu. Ini terlalu pagi untuk membangunkan Maura, lagian Ervin tidak punya banyak waktu, ia harus menyelesaikan masalah ini dengan Dinar agar tidak ada kesalahpahaman diantara dirinya dan Maura.

Ervin mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu apartemen Maura, dan memilih untuk menemui Dinar terlebih dahulu, setelah itu ia akan menjelaskan semuanya kepada Maura. Kini ia sedang berjalan menuju lift. Langkahnya tertatih, kepalanya masih terasa sangat pusing, pandangannya samar-samar—efek kepalanya yang berdenyut.

"Nggak ada pilihan lain selain naik lift, shiit ...!" Ervin mulai masuk ke dalam lift. Keberuntungan bersamanya, di dalam lift tidak ada orang selain dirinya. Ia membuka dua kancing atas kemejanya.

Saat lift sudah bekerja, Ervin langsung memegang kuat pada pegangan yang tertempel pada dinding lift. Harap-harap cemas agar tidak ada orang yang melihat tingkahnya di saat seperti ini, namun ekspetasinya meleset karena lift ini disediakan fitur CCTV. Para pengontrol CCTV mendapatkan hiburan pagi dari Ervin, mereka semua mentertawakan seorang Pengusaha Muda terkaya nomor dua yang memiliki ketakutan terhadap lift.

Setelah pintu lift terbuka, Ervin membetulkan posisi berdirinya, berjalan dengan langkah tegas dan badan yang siap. Ervin dengan sengaja meninggalkan mobilnya di basement—apartemen Maura—sebab sangat tidak memungkin jika ia mengendarai mobil dengan keadaan sakit seperti ini. Resiko kecelakaan dengan keadaan luka parah 80 persen, dan resiko mati di tempat 20 persen. Jadi, Ervin memilih posisi aman dengan menaiki taksi.

Ervin memanggil sebuah taksi yang parkir di depan gedung apartemen tempat Maura tinggal. Ia masuk dan langsung menelepon nomor Dinar untuk menanyakan alamat rumah wanita itu. Ervin memang masih menyimpan nomor Dinar, tetapi hanya saja nomor tersebut ia masukan ke dalam blocklist number—jadi Dinar tidak bisa menghubunginya—namun setelah itu Ervin baru saja mengembalikan nomor Dinar ke posisi normal.

"Halo, Din, ini aku Ervin."

"Kenapa? Kamu menyesal sudah meninggalkan aku?" balasnya ketus.

"Bukan itu. Alamat rumah kamu dimana? Aku ingin ke rumahmu sekarang."

"Nanti akan aku sms. Untuk apa kamu ingin ke rumahku? Ingin meminta maaf dan memperbaiki rumahtangga kita?"

Ervin langsung mematikan panggilannya. "Percaya diri sekali!" pekik Ervin kesal.

*

Tidak lama setelah sesi Ervin memutuskan panggilan teleponnya dengan Dinar, kini taksi yang ia tumpangi telah berhenti di sebuah rumah minimalis. Rumah itu tampak indah, sebab hampir keseluruhan taman didominasi mawar putih. Sangat serasi dengan warna cat rumah.

Mungkin dia sudah menjual rumah lama yang kuberi. Batin Ervin.

Untuk pertamakalinya Ervin merasa sangat gugup seperti ini. Sebelumnya ia tidak pernah gugup meskipun Maura menggodanya. Namun, entah mengapa rasa gugup menghantuinya—dan berhasil membuat Ervin pucat pasih. Jantungnya tidak bekerja dengan normal, ini semua efek dari pertengkarannya dengan Dinar.

Secret Maura [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang