Bab 1 - Siapa Dia?

33.9K 2.7K 27
                                    

Dia merasakan sesuatu yang hangat menghembus tengkuknya lembut. Perlahan dia mulai meregangkan kelopak matanya dan tercenung ketika tak mengenali ruangan dihadapannya. Dia merasa tak punya photo dengan ukuran setinggi manusia. Dia juga tak punya ruangan berwarna abu-abu terang. Dia mulai tersadar bahwa dirinya sedang tidak berada di kamarnya. Dia pun terduduk dari posisi tidurnya untuk mendapati pakaiannya sudah berganti dari setelan kantor menjadi kaos longgar bertuliskan 'Yogyakarta'. Jantungnya berdegup tak karuan. Apa semalam ia telah melakukan hal 'itu' dengan seorang pria? Tapi hal 'itu' hanyalah sebuah doa diujung keputus-asaan karena selalu hidup sendiri.

Dia menyibak selimut dan lebih terkejut saat ia mendapati bahwa ia ternyata tak sendiri. Ada lengan kekar yang sejak tadi melingkar disekeliling perutnya. Jantungnya berdegup semakin liar. Dia menolehkan pandangannya dan menahan dirinya untuk tidak menjerit saat melihat seorang pria sedang tertidur tanpa pakaian dengan posisi tengkurap. Dia mencoba menetralkan laju jantungnya dengan menarik napas lalu menghembuskannya perlahan.

'Siapa pria ini? Aku dimana?' batinnya gelisah.

Hanin meneliti wajah pria itu baik-baik. Perlahan ia mulai mengenali wajah itu. Wajah pria maskulin yang dihiasi alis tebal dan bulu mata lentik. Bibir yang terukir seksi serta hidung yang kokoh sempurna. Apa sekarang Hanin sedang ada di rumah seorang artis?

Pria itu adalah pria yang semalam bersamanya di club. Dia mengenali wajah pria itu karena mereka sempat ngobrol. Hanin bahkan memberitahu namanya. Dia menepuk kepalanya mengutuk kebodohannya karena memberitahu namanya pada orang yang tak dikenal.

Hanin pun menyadari kalau tak seharusnya dia berlama-lama di rumah pria itu. Hanin bergegas turun dari ranjang sebisa mungkin agar tidak menimbulkan suara. Dia tak ingin terjebak dalam situasi canggung bersama pria itu. Hanin mencari pakaiannya yang tergeletak di sofa kamar. Dia mencium pakaiannya yang tercium bau menyengat.

'Aah sial... Kenapa aku pakai muntah segala.' sambil menepuk dahinya Hanin memakai blazer untuk melapisi kaos milik pria itu dan tak lupa menenteng heels'nya. Pakainnya ia masukkan ke dalam tas. Hanin sempat memandang pria itu sekali lagi sebelum benar-benar keluar dari apartemen pria itu.

****

"Kamu kemana saja, Nin?" tanya Vega yang terdengar memekakan telinga Hanin. Hanin menekan option untuk loudspeaker. Suara Vega pun terdengar nyaring disekitar kamar Hanin.

"Aku di apartemen saja Ve, lagi males keluar, ada apa Ve?" tanya Hanin dengan suara kantuknya yang tak bisa ditutupi. Terdengan Vega menghela napas panjang.

"Kamu lupa ya?"

"Lupa apa, Ve?"

"Malam ini pesta pertunangan Lizzi, Nin."

Hanin bangun dari posisinya dengan kilat. Dia melirik jam dinakas ranjang lalu menepuk dahinya keras.

"Jangan bilang kamu lupa Nin?"

"Aku lupa Ve, aku sampai disana satu jam lagi."seru Hanin lalu mematikan sambungannya sebelum memilih gaun yang akan dipakai. Sial benar dia hari ini. Bagaimana bisa ia melupakan pesta pertunangan sahabatnya itu. Padahal Hanin yakin Vega pasti sudah mengingatkannya lewat asistennya di kantor.

Hanin memakai gaun dengan potongan A-line berwarna merah marun. Dia pun memilih heels dengan warna yang senada. Rambutnya yang tergerai panjang hingga punggung diikat ke atas agar dapat memperlihatkan motif kupu-kupu yang tersebar dari bagian dada hingga lengan. Hanin bersyukur karena matanya tidak bengkak atau dilingkari bayangan hitam. Jadi make-up yang ia gunakan terlihat sempurna dan sangat natural.

DESPERATE FOR LOVE √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang