Milo manggut-manggut sembari membasahi bibirnya yang kering. Ia menghela napas panjang. "Gue kambuh lagi ya?"
Senggang sejenak sebelum pada akhirnya Sheren mengangguk mengiyakan, membuat Milo mendesah berat kemudian memijat kepalanya yang pusing. Kenapa penyakitnya harus kembali lagi? Bukan kah sudah empat tahun lamanya sejak dia divonis sembuh?
"Bang, jangan banyak pikiran. Ntar makin parah. Dokter Via bakal ke sini buat ngecek kondisi Abang nanti siang. Sheren yang nelpon dia tadi jam tujuh pagi."
"Lebih spesifiknya, dia datang jam berapa?"
Sheren menampilkan raut berpikirnya. "Hm, kalau nggak salah sih jam satu abis makan siang. Katanya Abang suruh makan siang dulu juga sebelum pemeriksaan."
Milo mengangguk paham kemudian melirik ponselnya yang berada di nakas. Sheren yang melihat pun mendengus malas lalu mengambil ponsel tersebut dan menyerahkannya ke sang empu. "Lo kalo lagi sakit jadi manja," olok cewek itu sewot yang hanya direspon cengiran tanpa dosa.
"Gue keluar, ya. Gue bakal ada di ruang TV, mau lanjutin nonton film. Gue hari ini juga nggak masuk sekolah jadi kalau ada apa-apa, panggil aja," kata Sheren lagi kemudian berjalan ke arah keluar, meninggalkan Milo yang terduduk menatap ponsel pipihnya itu.
Sepeninggal Sheren, suasana kamarnya menjadi sunyi. Hanya embusan angin dan suara detak jam dinding yang memberikan gelombang suara di sini. Milo masih enggan bersuara atau sekedar menghela napas berat. Matanya masih terpaku ke layar ponsel, membeku. Apa rencana Tuhan kali ini hingga membuatnya kambuh kembali? Tak cukup kah bertahun-tahun lamanya Milo disiksa suara-suara itu?
Sebuah pop up message tetiba saja datang dan membuat Milo terbangun dari buaian pertanyaan yang ia tujukan kepada Tuhan.
Kemara Utami: Mil, ini gue Rara. Mungkin lo nggak tahu nama asli gue jadi gue bilang di sini. Gue dengar tadi, lo katanya nggak masuk karena sakit. Apa itu karena prosesi kerkel kemarin?
Milo terdiam sejenak. Kemara Utami? Nama yang benar-benar terdengar tak asing, tapi Milo tak dapat mengingat dimana pastinya dia pernah menemui nama itu selain di daftar absen. Alih-alih terus memikirkan deja vu-nya yang semakin parah, Milo memilih untuk membalas pesan tersebut.
Radmilo: Iya, gue demam. Tapi, bukan karena itu kok, Ra. Lo pasti mau bahas tentang kerkel lagi ya?
Tak butuh waktu lama untuk mendapatkan balasan. Mungkin saat ini sedang pelajaran kosong mengingat jam istirahat pertama berada pada pukul setengah 10 pagi.
Kemara Utami: Sebenernya sih iya ... Tapi, lo lagi sakit. Bisa gue tunda kok.
Radmilo: Nggak usah. Lo bisa dateng ke rumah gue? Kalo bisa, lo datang aja abis jam pulang sekolah. Sakitnya gue bukan alasan nggak ngerjain tugas. Lagi pula, cuman demam kok. :D
Kemara Utami: Ah, oke. Bisa, nanti gue ke rumah lo. Tinggal kasih alamatnya aja ya.
Kemara Utami: Btw, Bu Nori udah dateng. Lanjut nanti ya, Mil. Bye. :)
Radmilo: Oke.
Dan, pesannya pun di-read oleh Rara tanpa balasan. Pasti cewek itu telah mematikan ponselnya. Di pelajaran Bu Nori, siapa pun yang ketahuan memainkan ponsel akan langsung disita dan akan dikembalikan saat pembagian rapot. Dan, tebak siapa yang paling sering disita ponselnya? Tentu saja Jati.
Milo mengulas senyuman ketika mengingat momen penyitaan ponsel Jati oleh Bu Nori. Cowok itu dengan sikap nyelenehnya berkata bahwa yang ia pegang bukanlah ponsel melainkan power bank berbentuk ponsel. Awalnya, Bu Nori percaya karena ia tahu ada power bank seperti itu. Namun ketika ponsel tersebut berdering nyaring akibat pesan masuk berisi undangan permainan, maka saat itu juga ponsel Jati raib dari tangan cowok tersebut.
YOU ARE READING
TCP [2] : "Reflection"
Teen FictionMasa SMA Milo awalnya seperti yang dia rencanakan. Datang pagi, menegur Citra dan Jati yang akan selalu meramaikan kelas dengan debat tak mutu, duduk di kursi kedua dari depan, belajar dengan giat, menuruti segala perintah guru, berkumpul dengan lim...
Reflection - Lima
Start from the beginning
![TCP [2] : "Reflection"](https://img.wattpad.com/cover/61424125-64-k376165.jpg)