2. Aileen Saralee Adinata

Start from the beginning
                                    

Kedua mataku memandang keluar kaca mobil. Sekelebat film muncul di benakku. Sebuah film yang memutar saat dimana Aiden menyatakan cintanya kepadaku Aku terkekeh mengingat kembali masa-masa itu. Semenjak saat itu aku sudah bukan lagi sahabatnya Aiden. Melainkan pacarnya. Aku dan Aiden memang terjebak di situasi friendzone. Aku sendiri tidak pernah menyangka kalau hubunganku dan Aiden akan berlanjut seperti ini.

Dulu, Aiden adalah pribadi yang sangat terbuka kepadaku. Hal apapun selalu dia ceritakan padaku. Dan aku pikir saat aku sudah menjadi pacarnya dia bisa lebih terbuka padaku. Ternyata aku salah. Salah besar. Awalnya memang iya, namun lama kelamaan dia malah menjadi pribadi yang sangat tertutup.

Aku mengecilkan volume dari radio yang sedang memutar lagu Mine dari Petra Sihombing. "Sayang." Kataku mengawali pembicaraan.

"Hm?"

"Aku mau tanya."

"Apa?"

"Kamu kalau di rumah lebih deket sama siapa? Sama Mamah apa sama Ayah?" tanyaku pada Aiden, "Kalau aku sih lebih deket ke Mamah." lanjutku.

"Dua-duanya."

"Yaiya, Ganteng. Emang pasti setiap anak deket sama orang tuanya. Tapikan pasti ada yang lebih deket, lebih akrab gitu. Pasti kalau ada apa-apa lebih sering cerita ke yang lebih akrab itu, kayak aki kalau lagi ada masalah apa-apa ceritanya ke Mamah bukan ke Ayah. Nah kalau kamu kemana?"

"Aku ngga pernah cerita."

"Gak pernah cerita?"

"Gak pernah."

"Emang kenapa?"

"Gaada yang perlu diceritain."

"Tuh ih kamu mah. Kamu kalau di rumah tertutup ya?" tidak hanya di rumah sih sebenernya, akhir-akhir ini kalau kamu bersamaku aku tidak mengenal dirimu yang dulu. Kau sudah menjadi pribadi yang lebih dingin dari sebelumnya.

"Ya gitu. kumpul kalau lagi makan malem doang, udah. Itu juga gak setiap malem."

"Ya salah kamu sendiri, kamu yang nutup diri sendiri kan? ngga mau cerita gitu kan ke Papah Mamah? Makanya kalau ada apa-apa tuh cerita. Terus ini kamu nemenin aku ngurusin kepanitiaan izin apa engga?" tanyaku.

"Izin? Haha gaperlu."

"Ya ngga bisa gitu lah! Kamu kan masih tanggung jawab orang tua, kabar itu penting, Ganteng. Kalau ada apa-apa tuh harus berkabar sama orang tua, biar ngga khawatir. Mau gimanapun juga, kamu itu masih anaknya."

Aiden tertawa renyah, "Yaelah. gue udah gede, gur anak cowo, tanpa gue izin juga pasti udah diizinin."

"Jangan nyepelein kayak gitu juga, seenggaknya sekedar ngasih kabar doang emang susah banget apa? Makanya mulai sekarang kalau ada apa-apa tuh cerita, mau itu hal penting kek, ngga penting kek."

Aiden menganggukkan kepalanya.

"Pokoknya mulai sekarang harus cerita ke aku tentang hal apapun. Kayak misalkan hari ini tuh aku kayak gini loh, ada kejadian kayak gini loh. Aku juga ke kamu kaya gitu kan? Iya ngga?"

"Iya." jawabnya singkat.

"Serius."

"Iyaa."

"Ah elah iya-iya doang, cerita ya jangan ditutup-tutupin oke?"

"Iya cerita."

"Janji?" aku mengacungkan jari kelingkingku, dan Aiden menyatukan jari kelingking kami.

"Emang kamu kalau ada apa-apa cerita ke siapa?" tanyaku lagi.

"Temen."

"Temen cowo?"

Geandert [Completed]Where stories live. Discover now