Goap

7.2K 652 53
                                    

Jin itu tidak mengikutiku. Terima kasih, Tuhan!

Sesampainya aku di kos, aura jin itu telah benar-benar hilang di dalam indera perasaku. Aku keluar dari dalam mobil, berlari cepat menaiki tangga. Masuk ke dalam kamar kos dan menenggelamkan diri di atas kasur. Walaupun jin itu tidak mengikutiku, jantung tetap saja berdetak kencang. Sangat kencang kalau bisa aku tambahkan. Aku juga tidak mengerti kenapa bisa sekencang ini. Oh, tunggu! Jantungku bisa begini bukan karena jin mengerikan itu. Sama sekali bukan.

Ini karena Kak Braga.

Tidak. Dia sama sekali tidak menciumku. Dia menaruh tangannya di wajahku untuk mengambil bulu mataku yang jatuh. Tepat di bawah mata. Setelah, itu Kak Braga mengelus sebentar wajahku. Aku langsung pulang setelahnya, dengan wajah bersemu merah karena malu dan canggung. Apa yang terjadi padaku? Maksudku, aku sudah kenal lama sama Kak Braga. Aku tidak pernah berpikir mempunyai hubungan yang lebih dengannya. Lagi pula, dia itu straight. Dia cowok yang sangat-sangat jorok. Tidak seperti gay yang bersih. Well, aku gay dan tidak bersih, tapi aku tidak sejorok Kak Braga.

Lalu, kenapa sekarang aku tiba-tiba mulai memikirkan Kak Braga? Tangannya yang begitu hangat. Wajah datarnya yang menurutku menyimpan seribu ekspresi. Aku juga ingat saat pertama kali dia memegang tanganku, membimbingku untuk menggambar bentuk hantu agar menyerupai aslinya. Tidak! Aku tidak mungkin merasakan sesuatu untuk Kak Braga. Aku sedang menolong Sandi!

"Kamu naksir ya sama Raga?" seruan itu membuatku kaget. Sampai-sampai aku terjatuh dari atas kasur. Aku mengangkat pandanganku dan menemukan Sandi sedang melayang di depan TV. "Inget ya bencong! Raga itu punya aku, bukan punya kamu! Aku suruh kamu deket sama dia bukan karena aku pengen kalian berjodoh. Aku pengen kamu deket sama dia supaya kamu ngasih tau aku hal-hal yang selama ini bikin aku penasaran tentang dia. Dan menyampaikan pernyataan cinta aku."

"Saya nggak naksir sama Kak Braga. Jangan prejudis kamu!"

"Nggak naksir kok tiba-tiba defensif?" Sandi melayang mendekat ke arahku. "Aku lihat apa yang tadi kalian berdua lakuin. Aku lihat binar mata kamu pas Raga megang pipi kamu. Aku emang lihat dari jauh karena energi jin itu ngedorong aku, tapi aku tetep bisa ngerasain ada perasaan baru yang tumbuh di dalam hati kamu sekarang. You backstabber bitch! Tega-teganya kamu ngelakuin ini sama orang yang udah mati. Aku pikir kamu beneran bisa nolong aku! Tau-taunya—"

"Saya nggak naksir Kak Braga, for God's sake!" seruku marah. Itu memang benar. Aku tidak mungkin naksir sama Kak Braga. Aku juga masih ingin sendiri. Melupakan tentang Fredo dan tidak terikat dengan siapapun juga. Aku lebih suka sendirian. "Saya lagi bantuin kamu!"

Sandi mendarat pelan di atas lantai. "Yakin kamu nggak naksir sama Raga?"

"Nggak! Saya nggak naksir dia!"

"Seratus persen yakin nggak naksir?"

"Fuck you!" Aku turun dari atas kasur dan duduk di depan meja gambarku. Habis isya masih lama, aku masih sempat membuat dua lembar gambar untuk komikku yang selanjutnya.

Sandi berdiri di sebelahku. "Oke, aku minta maaf karena udah nuduh kamu sembarangan. Dan juga mau bilang terima kasih. Karena sekarang aku tau minuman sama makanan favoritnya. Sprite dan Nasi Puyung. Suka Sprite itu tandanya dia orang yang penuh semangat. Aku bilang begini sih karena iklan Sprite selalu penuh semangat gitu. Terus dia juga suka Nasi Puyung. Berarti dia gemar sama makanan yang pedas. Soalnya Nasi Puyung kan so hawt!"

"Hmmh," gumamku, terus menggambar. Aku mencoba fokus untuk memanggil Sammy, tetapi tidak berhasil. Mungkin Sammy sedang banyak pikiran juga sepertiku. Meskipun dia berlagak semuanya baik-baik saja, aku tahu dia masih trauma karena cekikan dari kuntilanak itu.

GitakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang