Prolog : A Different Introvert

Start from the beginning
                                        

"Oke, Alkey,"Asha memang memanggil Alka itu dengan panggilan kesukaan Asha, AL-K (read : al-key).

CHU.

Alka mengecup pipi Asha dan memasang helmnya dengan cepat. Sesuai dugaan Asha reflek ingin memukul kepala Alka, malah mengenai helm saja.

"Ih norak banget si kamu, Alk. Kita tuh ga keliatan jauh beda, nanti orang ngirain kita pacaran lagi! Ih ogah," Asha berekspresi ingin muntah, karena memang mereka hanya berbeda 2 tahun saja.

"Ampun Shaa," Alka tersenyum jahil dan segera menghidupkan mesin motor, setelah Asha yang bete naik di belakangnya.

Alka sangat tahu kakaknya ber-kepribadian introvert, sehingga terbiasa dengan sikap dingin Asha itu. Bagi Alka, Asha itu bukan 'sang introvert si dingin' padanya, berbeda dengan Asha ke orang lain. Contohnya tentang cara khas Asha dengan melakukan hobi dengan dunianya sendiri.

Wajah Asha bukan penentu isi hatinya, Alka yang tiap hari di hidupnya saja masih belum terbiasa dengan perubahan sikap Asha. Apalagi ide-ide aneh dan gila si introvert satu ini, membuat Alka melihatnya sebagai keajaiban di keluarganya.

Alka adalah satu-satunya yang paling dekat dengannya, bahkan dibanding orang tua mereka. Sehingga Alka jadi kunci sasaran tentang Asha, tanpa Alka berfikir itu merugikannya.

Alka selalu dengan sengaja, rutin menghabiskan waktunya sebelum tidur di kamar Asha, demi mengulik hal-hal yang belum ia tahu tentang kakaknya. Bagi Alka beda hari, beda fakta, ia ingin menjadi antisipasi apapun yang sedang dan yang akan terjadi pada Asha. Tidak peduli sedalam apapun Asha menutupinya, Alka yakin masih ada hal paling kecil yang belum ia temukan tentang Asha-nya di tiap harinya.

"Tadi pas di sekolah kan aku sama temenku liat channel tutorial gitar gitu kan ya. Terus aku nemuin lagu Contradanza acoustic version loh Shaa. Epic gila sumpah!" usai makan malam Alka muncul mengagetkan Asha walaupun Alka sering begitu.

"Hm, ntar ku liat...," Asha masih lanjut menulis, di kasurnya.

"Ayo dong lebih excited lagi!" Alka lalu ikut menelungkupkan badan tepat di samping Asha, lalu menyikut Asha yang serius berfikir. Ternyata Asha sedang menulis deretan nada di buku partiturnya, berarti ia sedang composing lagu buatannya.

"Kamu akhirnya jadian sama yang terakhir nembak kamu itu?" Asha menatap Azka sebentar, lalu kembali menulis.

"Ih jangan Out Of Topic lah Fuchsia." Paksa Alka, tanpa menghiraukan pertanyaan Asha, karena Asha mengungkit curhatannya seminggu lalu, tentang cewek-cewek yang mengusiknya. Asha-pun merespon "Jawab juga lah, give and take dong,"

"Jangan-jangan ada lagi minggu ini yang nembak kamu?" Tambah Asha.

"Aduh... Males bahas cewek lagi. Kan udah sering kubilang aku gamau komitmen buat relationship," keluh Alka dan menjawab seadanya.

"Dih Non-Commital sih kamu ya, gak salah aku bikin karakter The Sims 4 kita berarti," Asha mengacak pelan ujung kepala Alka yang sudah terlihat gondrong.

Tangan Asha mengambil sisir di meja samping kasur dan menyisir rambut Alka. "Mulai pacaran dari SMA buat apa juga sih Shaa? Lagian pasti bakal ganti cepet juga, karena aku bosenan. Bodo amat kata orang mah," kilah Alka, dalam hati Asha mengiyakan tanpa berekspresi setuju. Dia tahu kakaknya suka kalau rambutnya tidak terlalu panjang atau pendek, tapi rapi.

"Kalo suatu hari kamu pengen ikutan trend manjangin rambut 40cm.. inget kita pianis, bukan rocker," Asha yang hobi OOT kalau ada Alka disekitarnya, membuat Alka gemas karena Asha sempat memperhatikannya walau Alka kepo to the max.

"Okedeh, pianis anggun yang suka ngomong lompat-lompat kayak kelinci," komentar Alka yang tidak berhasil mencubit pipi Asha karena Asha menghindar. Alka senang jadi OOT Asha-nya malam ini karena tidak melanjutkan diskusi asmara basi. "Gausah lah nyebut-nyebut aku pianis depan Papa-Mama ya Alk, males tau ga ditanyain ini-itu,"

"Aku biasanya nulis classical, sekarang jadi tertarik ballad pop lho Alk," satu-satunya yang tahu perkembangan skill piano Asha, sepertinya memang Alka. Alka bangga tak terhingga dan kagum ambisi misterius Asha-nya itu.

"Ballad itu identik sama sorrow dan blossoming feelings dong, kalau curhatnya seru gini berarti....," Alka mulai flirty, jadi Asha mendorongnya ke ujung kasur "Ada tanda-tanda mau jatuh cinta lho Shaa. Uhuk uhuk.."

"Udahlah sana tidur! Cukup hari ini jadi parasit malamku!!" Bentak Asha menyembunyikan geli akan adiknya, Alka makin terus mengeluarkan ekspresi menyebalkan, membuat Asha menyesal mengungkapkan fokusnya hari itu.

"Alkey always love Fuchsia no matter how she pushes him yey," Alka senang sekali membuat Asha tersenyum malu walau harus sembunyi-sembunyi, karena walaupun Asha lebih bersuara ketimbang dengan siapapun, ekspresi Asha selalu itu-itu saja kecuali saat Alka mengeluarkan jurus flirty nya.

Alka menyebut panggilan buatan-nya yaitu 'Fuchsia', yaitu spesies bunga berwarna pink agak keunguan terang, yang tidak Asha sukai baginya warna Fuchsia itu norak. Nama itu terinspirasi dari nama panjang Asha sendiri yaitu Aschianne Bénnédicte.

'Death Glare' alias tatapan yang membunuh adalah ekspresi natural marah Asha yang Alka anggap lucu. "Annoying sh*t get out of my room!" Cecar Asha, sebelum akhirnya bantal terlempar ke pintu, Alka buru-buru menutup pintu kamar Asha melindungi kepalanya sambil mengintip jahil. "Kalau belum ditutup, tiap abis dinner aku bakal kunci pintu kamarku SELAMANYA!!!" ancam Asha kesal, akhirnya Alka benar-benar menutup pintu itu sambil terkekeh kembali ke kamarnya sendiri.

Thanks for reading this part.

- SS

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 21, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Silent TruthWhere stories live. Discover now