When I Fall in Love (1)

474 31 26
                                    


When I Fall in Love (1)

Selasa siang adalah jadwal rutin bagi Dino dan Anggit untuk belajar matematika bersama Ana. Bagi Dino dan Anggit kegiatan ini tidak hanya kegiatan belajar bersama, melainkan ajang untuk berbagi cerita sekaligus mendengar materi keislaman yang selalu Ana sampaikan di awal atau pun di akhir sesi pembelajaran. Berbagi cerita yang dimaksud di sini lebih tepatnya adalah sesi curhat yang wajib diadakan setelah mereka selesai belajar matematika. Awalnya Ana merasa heran dengan permintaan mereka untuk membuka sesi curhat seusai pembelajaran matematika, apa sih yang mau dicurhatin oleh anak umur 12 tahun. Ternyata oh ternyata di luar dugaan, curhat versi anak usia 12 tahun itu tidak pernah tidak biasa kalau dilihat dari perspektif Ana sebagai orang dewasa. Ada saja celetukan, kosakata, pola pikir yang kadang sebagai orang dewasa pun tidak pernah terpikirkan. Lucu sekali. Apalagi menurut Ana apa yang mereka ceritakan itu terlihat jujur apa adanya ditambah dengan mimik polos, usil, kesal dan ekspresi lainnya yang justru terlihat menggemaskan. Terlebih penampakan fisik mereka saat ini seperti remaja tanggung, muka masih anak-anak tapi gaya dan pemikiran sok dewasa. Sebenarnya sesi curhat pun yang dibahas hanya seputar masalah pelajaran, cerita mereka dengan teman-teman dan gurunya di sekolah serta tentang kebiasaan atau aktivitas mereka bersama keluarga. Namun sesi curhat hari ini sepertinya akan lebih seru dari sesi-sesi sebelumya, mungkin terasa lebih spesial.

"Kak Ana, udahan dong materi keislamannya. Gantian sesi curhat aja." Dino menginterupsi penjelasan Ana sambil memajukan mulutnya.

"Sedikit lagi ya Din materinya" ujar Ana sambil terkekeh.

"Udah lah Kak, udahan aja, aku udah paham kok. Intinya nggak boleh berkhalwat kan? Nggak boleh hanya berduaan dengan yang bukan mahram kan? Sip sip sip aku ngerti kok Kak. Iya kan, Nggit?" Tatapannya melirik ke arah Anggit dengan menaik turunkan alisnya, meminta untuk ikut mengiyakan agar sesi curhat dipercepat. Tampak seulas senyum geli di wajah Ana sambil menebak apa yang mau Dino ceritakan saat ini.

"Buru-buru amet Din, mau curhat apa sih?" Sepertinya gerakan alis naik turun Dino sebagai kode tadi gagal total, Anggit justru merespon dengan datar dan Ana tidak sanggup untuk menahan tawa melihat keduanya.

"Ck, elah lo Nggit, rese' ah. Yaudah lah Kak, lanjut lagi aja materinya." Ekspresi memberengut Dino sungguh lucu bagi Ana, ditambah wajah datar Anggit yang suka sekali menjahili Dino seperti saat ini. Anggit ini tipe anak usil dan jahil. Suka sekali menjahili teman-temannya dengan celetukannya termasuk Dino, bahkan Ana sekalipun kadang menjadi korban kejahilannya. Lucunya Dino selalu terpengaruh emosinya jika Anggit sudah melepas serangan jahilnya. Seperti saat ini contohnya.

Ana melirik satu per satu lalu menanggapi keduanya, "Jangan baper gitu lah Din, hehe. Ya sudah, kalau gitu kita selesaikan saja materinya. Oke deh, sesi curhat sudah dibuka." Senyum Ana mengembang di wajahnya, tapi buru-buru dialihkan pandangannya ke arah Anggit, "Eh, nggak apa-apa kan Nggit, langsung masuk sesi curhat? Atau ada yang mau Anggit tanyakan terkait materi keislaman tadi?" Anggit hanya menggelengkan kepalanya seraya menjawab singkat, "Enggak Kak, nanti aja deh belakangan kalau ada pertanyaan."

"Oke sip. Nah Kak, aku duluan ya yang curhat." Khas sekali cengiran Dino, senyum lebar hingga gigi-gigi putihnya terlihat.

Anggit memutar bola matanya malas, "Kemarin-kemarin juga situ duluan yang mulai curhat. Tumben hari ini minta izin Din" Giliran Dino yang kini memutar bola malas dan mengabaikan Anggit begitu saja.

"Oke Din, kamu mau curhat apa?" tanya Ana.

"Kak ajarin aku caranya nembak temen sekelasku dong."

Jedeeeerrr!!!!

Ampun deh Dinooo. Barusan dijelasin materi larangan berkhalwat, terus katanya ngerti, kenapa pertanyaannya malah begitu deh. Iiish Dinoooo mah!

Ana menarik napas panjang, bingung mau memulai jawaban dari mana. Keningnya sudah mulai berkerut. Rasanya sepuluh menit ia berucap panjang lebar tentang larangan berkhalwat, bagi Dino sepertinya hanya angin lalu. Anehnya baru satu menit yang lalu Dino mengatakan dirinya mengerti, lantas pertanyaan yang diajukan mengapa berbanding terbalik begini.

Mungkin kalau sekadar materi, gak ngena kali ya penjelasanku tadi, mungkin harus pake contoh kasus yang lebih real. Okay, bismillah

"Hmmm...nembak tuh maksudnya gimana ya Din?" tanya Ana pura-pura tidak tahu arah pertanyaan Dino.

"Ya...nembak Kak. Bilang suka gitu lah Kak, masa Kakak gak tahu sih?"

Lucu juga kalau Dino salah tingkah begini, mukanya putihnya jadi berubah merah gitu hihii.

"Terus kalau sudah berhasil nembak, gimana?" tanya Ana kembali.

"Yaaaa....ja..di..an. Eh....kan...nggak boleh... jadian... atau pacaran ya Kak? Yaaaahh Kakaaaaaak, berarti nembak juga nggak boleh dong?" Mendadak binar mata Dino meredup dan berubah lesu setelah ia berteriak histeris.

Anggit yang sedari tadi menyimak tertawa lepas "Kocak lo Din. Lucu ya Kak si Dino, nanya sendiri, jawab sendiri. Ahahaha." Kalau sudah begini, Ana pun terpaksa melepas tawanya bersama Anggit.

"Eniwei ya Din, tadi kamu bilang kalau nggak boleh pacaran kan ya? Kamu tahu dari mana tuh?" tanya Ana lagi.

"Bukannya Kak Ana tadi bilang gitu ya, pas materi keislaman tentang berkhalwat. Gimana deh Kakak nih. Mama juga bilang ke aku nggak boleh pacaran sih Kak. Kata mama nggak ada tuh pacaran dalam islam. Jadi nggak boleh deh. Tapi kalau kayak aku nih Kak, yang sekarang lagi suka sama teman sekelas aku, gimana dong Kak?"

Alhamdulillah ternyata masih ada yang nyangkut juga dari materi keislaman barusan hehe. Udah su'udzon aja ya. Astagfirullah... Oh ini dia masalahnya. Dino sedang suka sama teman sekelasnya, tapi Dino sendiri tahu kalau pacaran itu tidak dibenarkan, pun mamanya sudah melarangnya. Mungkin begini kali ya isi hatinya anaki remaja awal hehe.

"Kak, kalau malah ada yang suka sama saya gimana dong? Teman satu sekolah saya sih Kak, cuma beda kelas. Kelasnya di sebelah kelas saya, tapi nih ya Kak habis saya tahu dia suka sama saya, kok saya agak gimana gitu ya?" Kali ini justru Anggit ikutan untuk curhat, menginterupsi sesi curhat Dino. Anggit ini tipe anak yang agak kalem, tetapi ketika sedang bercerita wajahnya selalu ekspresif dan bersemangat. Berbeda dengan Dino yang selalu ekspresif baik wajah maupun gerak tubuhnya ketika sedang bercerita.

Dino mulai mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Anggit sambil berdecak sebal dan menepuk lengan Anggit, "Dih, kok lo malah curhat sih? Kan ini masih sesi gue Anggit. Ngantri dong, sabar woy! Kak, aku duluan lho ya yang curhat, tadi pokoknya Kakak udah setuju aku yang duluan." Dino mengubah posisinya kembali menghadap Ana sekaligus menuntut jawaban 'iya' dari Ana.

Duh duh duh, kirain Dino doang yang galau. Anak kalem macam Anggit bisa juga galau toh ternyata. Hehe.

"Kalau Kakak tampung dulu cerita kalian, habis itu baru bahas satu per satu, gimana?" Ana mencoba untuk kompromi karena tidak tega melihat Anggit yang mendadak bercerita dengan ekspresif. Ada baiknya juga mungkin menampung semua curhat Dino dan Anggit agar Ana bisa menyelami pemikiran dan perasaan mereka saat ini. Kemudian mengambil tindakan dan penjelasan yang tepat sebagai jawaban atas curhat mereka. Katakan respon Ana lebay ketika menanggapi terlalu serius cerita anak 12 tahun yang masih unyu-unyu tentang masalah suka-sukaan terhadap lawan jenis. Namun, menurut Ana ini adalah masalah penting. Keterbukaan mereka untuk menceritakan masalah pribadi bahkan dengan orang yang sedang mereka sukai adalah ladang yang bagus untuk menanam pemahaman tentang pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, termasuk memaknai perasaan suka terhadap lawan jenis yang sudah mulai ada di usianya yang menjelang remaja. Semoga kesempatan ini dapat digunakan Ana dengan sebaik-baiknya.

Sejenak wajah Dino tampak lesu, mungkin kurang setuju dengan tawaran Ana. Pundaknya pun ikut menurun seraya menyandarkan punggungnya ke kursi. Anggit di sebelahnya tak kalah kikuk, sepertinya sedikit merasa bersalah dengan sikap spontannya yang menginterupsi sesi curhat Dino. Pemandangan di depan Ana saat ini sebenarnya secara tidak langsung mengantarkan hikmah bahwa penting untuk berdamai dengan ego, terlebih ini bukan masalah yang terlalu besar. Dalam hal ini, Dino ada baiknya berdamai untuk menurunkan egonya, merelakan sesi curhatnya dibagi bersama Anggit dan menunggu respon Ana sebagai jawaban usai mereka melepas beban cerita. Bukankah sesi curhat sebelumnya juga seperti itu. Berdamai dengan ego versi Anggit di sini, yaitu menahan keinginan curhatnya di saat sesi curhat Dino, karena bagaimanapun secara tidak langsung tadi Anggit sudah setuju sesi curhat pertama adalah milik Dino.

TBC

I Love the Little Things You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang