Bagai tersambar petir di sore hari, mata Audrey nyaris melompat keluar mendengar ucapan Davino.

"Dav, lo—"

"Gue ngga bercanda. Gue emang anak haram. Anak yang dihasilin dari hubungan diluar nikah."

Davino merasakan wajahnya memanas. Audrey adalah orang pertama yang ia ceritakan soal ini. Bahkan Randy, Ferdi dan Angga serta Tirta tidak pernah tau soal ini.

"Gue ngga akan tau semua itu kalo aja Grandma dari Mama gue ngomong ini. Pas gue kelas 4 SD, gue ke Bali, biasa silaturahmi. Gue emang selalu ngerasa dibedain setiap gue kesana. Maksud gue, sikap Grandma itu pilih kasih banget. Pernah waktu itu gue lagi main kejar-kejaran sama sepupu perempuan gue, namanya Rebecca. Dan ngga sengaja ngebuat guci kesayangan Grandma pecah, sebenernya yang pecahin itu Becca, sepupu perempuan gue.."

Davino tertawa hambar. "Tapi waktu itu gue mau jadi sok pahlawan, gue bilang gue yang pecahin. Suara pecahan guci cukup keras sampe semuanya yang ada dirumah itu nyamperin gue. Dan Grandma yang marah karna itu guci peninggalan Grandpa gue pun, ngungkap semua rahasia besar itu. Rahasia yang terjaga rapih selama 9 tahun."

"Gue masih inget banget omongan Grandma yang bikin hati gue panas. Dasar anak ngga tau diri! Kamu lahir di dunia ini aja udah salah! Dasar anak haram! Bisanya cuma nyusahin orang!"

Davino tertawa hambar dengan tatapan kosong. Dan satu tetes air mata berhasil lolos dari mata merahnya.

Davino menunduk memijat pangkal hidungnya dan setelah itu air matanya tak mau berhenti. Ia merutuki dirinya sendiri yang terlihat sangat lemah dihadapan perempuan.

Dan Audrey hanya bisa menatap Davino dengan tatapan iba. Siapapun yang mendengar itu pasti tak akan menyangka bahwa Davino yang terlihat memiliki kehidupan sempurna ternyata mempunyai masalah serumit ini.

"Dari situ gue nutup diri dari keluarga gue. Semua keluarga gue. Termasuk Mama sama Papa. Bahkan selama 8 tahun ini gue ngga pernah pergi bareng sama mereka, mereka yang terlalu sibuk sama pekerjaan juga ngebantu tekad gue buat jauh dari semua keluarga gue.."

"..tapi kemarin waktu gue ke Bali, Grandma kelihatan beda. Dia ngga sesinis dulu, dia... baik. Semua yang dia kasih ke gue kelihatan tulus. Pelukannya, senyumnya, semuanya."

Audrey melihat Davino tersenyum lalu menghapus air mata yang membasahi wajahnya dengan kasar.

"Dan disaat gue ngerasa masalah terberat dalam hidup gue berangsur selesai, ada masalah baru muncul. Elo. Lo kemakan omongan Tirta, dan hampir jadi korban Tirta."

Audrey menggeleng cepat lalu menunduk mencoba mengontrol dirinyad. Audrey menangis. Bagaimanapun Audrey hanya perempuan yang memiliki hati lembut dan bisa dibilang cengeng.

"Maafin gue, Dav.. Gue.. Minta maaf."

"Gapapa. Yang penting sekarang lo ngga di apa-apain sama Tirta. Yang penting ketakutan gue ngga kejadian,"

"Em, lo ngga malu kenal sama anak haram kaya gue Drey?" Lanjutnya membuat Audrey mengangkat kepalanya seperti semula dan memukul bahu Davino dengan tinjuannya yang keras, tapi terasa pelan di bahu Davino.

"Davino!!!" Audrey merengek membuat Davino tertawa dengan wajah sembabnya.

"Drey, gue nanya. Lo ngga malu kenal dan temenan sama anak haram kayak gue?"

"DAVINO! GUE GIGIT NIH YA?!" Audrey meraih pergelangan tangan Davino lalu menggigitnya dengan keras.

"Aw, aduh! Drey, Sakit!"

Audrey melepaskan gigitannya  dan mengerucutkan bibir.

"Jangan nanya gitu lagi makanya!"

Davino terkekeh masih dengan mata yang merah dan berair karna habis menangis. Audrey menatap mata itu lekat-lekat dan baru menyadari bahwa,

Davino Argya yang terkesan tidak peduli dengan sekeliling adalah sosok yang rapuh.

**

"Lo udah di Bandara?" Davino memindahkan posisi ponsel dari telingan kiri ke telinga kanannya.

"Udah Dav, lo jemput gue sama Cavan kan?" Terdengar suara Devan disebrang sana.

"Gue masih di sekolah, jam pulang masih 1 jam lagi, apa gue cabut aja?"

"Yaaa, gimana ya. Kan udah UKK juga, udah cabut aja."

Davino terkekeh mendengar hasutan setan, dan setan itu adalah Devan.

"Yaudah iya gue jemput, tunggu situ jangan kemana-mana."

"Siap. Cepet ya, jangan biarin gue sama Cavan jadi gembel Bandara."

"Shut up!"

Davino terkekeh lagi, lalu mematikan sambungan telfonnya dengan Devan.

"Siapa?" Audrey yang sedang duduk disampingnya bertanya.

Davino melihat pemandangan jalanan macet disiang hari melalui rooftop dengan 4 orang temannya. Sebenarnya, 3 orang teman dan 1 orang spesial.

"Gue mau jemput si kembar. Mereka udah di Bandara, lo mau ikut Drey?"

"Cabut? Kita baru aja selesai UKK kemarin,"

Davino tersenyum nakal. "Gue udah lama ngga cabut, jadi kangen. Ayo lah,"

Davino melempar rokoknya ke lantai rooftop lalu menginjaknya hingga mati dan beralih menarik tangan Audrey untuk turun.

"Guys, gue cabut ya sama Audrey."

"Mau cabut kemana lo?" Ferdi menghisap rokoknya yang tinggal setengah batang.

"Jemput sepupu gue di Bandara."

Setelah itu Davino mengantar Audrey ke kelasnya untuk mengambil tas sebelum akhirnya ia mengambil tasnya sendiri lalu bergegas ke parkiran untuk mengendarai mobil menjemput si kembar.

Who Am I?Where stories live. Discover now