Delapan Belas

245K 18.1K 365
                                    

"Bikin cewek bahagia dan selanjutnya bikin cewek itu nyesel karna berurusan sama dia."

Audrey menggangguk-anggukan kepalanya. "Jadi ini kaya pembalasan dendam dia sama cewek?"

"Menurut gue sih gitu,"

"Terus Cecil itu kemana?"

"Ilang. Gatau kemana, dia sempet nyatain perasaannya ke gue. Dia nembak gue. Gue ngga suka itu, maksud gue cewek nembak cowok itu.. Enggatau lah, pokoknya menurut gue yang kayak gitu sama aja kaya ngerendahin harga dirinya sendiri. Gue lebih suka mengejar daripada di kejar."

"Maksud lo, lo nolak dia?"

"Untuk berbagai alasan, ya gue nolak dia. Dan darisitu dia ilang,"

Audrey menggeleng tak percaya. "Cewek nembak cowok itu perlu keberanian besar Dav, dan lo nolak dia. Itu jahat, sumpah."

Davino menghela nafasnya. Ia sudah menduga bahwa Audrey akan seperti ini.

"Drey, lo ngga ngerti—"

"Gue juga cewek. Rasanya pasti sakit ditolak gitu, maksud gue.. Ya, coba aja lo nembak cewek yang bener-bener lo suka tapi lo ditolak? Sakit lah Dav."

"Drey—"

"Gue kira lo bakal ngehargain perasaan orang—"

"Gue punya alesan!"

Mulut Audrey terkatup rapat saat mendengar Davino yang seperti membentaknya.

"Pertama, Tirta suka sama dia. Biar gimanapun Tirta itu pernah jadi sahabat gue, gue ngga mungkin se-pengkhianat itu buat nerima Cecil. Kedua, gue ngga ada perasaan sama sekali ke Cecil. Apa cinta harus dipaksa?"

Dada Davino naik turun, nafasnya tak beraturan karna kembali mengingat soal Tirta dan Cecil.

Davino menggeleng cepat. Ini terlalu jauh. Terlalu berlebihan. Seharusnya dia bisa menahan emosinya, sekarang ia melihat Audrey yang tertunduk karna baru saja mendapat bentakan darinya.

"Maaf, gue ngga tau kalo urusan lo sama Tirta serumit ini."

Davino mengusap wajahnya dengan kasar.
"Maaf juga gue ngga bisa ngendaliin emosi gue sendiri."

Audrey menegakan kepalanya, menatap Davino.

"Gue ngerasa lega udah bisa cerita masalah ini ke lo,"

"Lo bisa cerita apapun sama gue Dav, tapi maaf, gue suka kebawa emosi juga kalo denger cerita orang."

Audrey terkekeh dan Davino juga ikut terkekeh. Secepat itu. Secepat itu mereka kembali seperti semula, melupakan waktu 2 minggu yang mereka isi dengan saling berjauhan.

"Ada satu lagi yang mau gue ceritain Drey," Ucap Davino serius.

"Apa?"

Davino menundukan kepalanya. Ia belum yakin. Berbagai asumsi memenuhi kepalanya. Semua itu selalu berputar-putar dalam otaknya.

Gimana kalo Audrey malah ngejauh setelah gue ceritain ini?

Gimana kalo Audrey malah ngerasa malu buat kenal sama gue setelah gue ceritain semuanya?

"Dav..?"

Davino menghela nafasnya. Ia sudah bertekad untuk menceritakan semuanya.

"Gue anak haram Drey."

Who Am I?Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ