WHO IS HE?

2.1K 179 20
                                    


WHO IS HE?

AKU menahan kuapku seraya menoleh ke luar jendela mobil. Langit pagi ini mendung. Sambil bersedekap, aku memalingkan wajah, kali ini menghadap teman sebangkuku di bus jemputan karyawan ini. Kiko tengah asyik dengan ponselnya.

"Eh, Ki, lo udah lama ya kenal sama Noah?" tanyaku.

Kiko mendongak, matanya menyipit. "Sejak SMA. Kenapa nanya-nanya dia?"

"Memangnya nggak boleh ya nanya-nanya soal dia?" kilahku.

"Jangan bilang lo ikut-ikutan naksir dia!" pekik Kiko, matanya kini melotot.

"Sst, lo mau seisi bus denger? Sekalian aja lo teriak pakai toa," protesku cemberut.

Sebentuk wajah yang dipenuhi cengiran lebar muncul dari balik jok di depan kami. Aku mengerang pelan. Kalau sampai makhluk satu ini curiga, bisa-bisa jadi bahan gosip seisi kantor.

"Siapa yang naksir siapa?" Robin menaikkan kacamatanya yang melorot. Iris dibaliknya bersinar-sinar antusias.

Aku kenal ekspresi itu. Kalau aku tidak hati-hati, bisa jadi sasaran gosip empuk. Masih segar dalam ingatanku peristiwa sebulan lalu saat salah satu Quality Control buyer kami yang memang masih muda dan lumayan keren digosipkan naksir aku hanya karena memberiku oleh-oleh dari negaranya. Untung saja gosip picisan itu tidak sampai ke telinga yang bersangkutan karena ternyata beliau memang telah memiliki istri dan anak.

"Nobita naksir Shizuka!" cetusku asal.

"Ih, nggak lucu, ah. Omong-omong, gue liat lo sama Noah jalan ke produksi. Keren ancur ya itu cowok. Tau nggak dia mirip siapa?" cerocos Robin.

"Mirip siapa?" tanya Kiko.

"Mirip Hyde! Vokalisnya L'Arc-en-Ciel! Kalian-kalian tau dia kan?" Suara Robin melengking.

"Siapa?" Kiko mengernyit.

Ah. Aku mendesah pelan. Pantas saja aku merasa wajah Noah familier. Memang tidak terlalu mirip, sih. Tapi ada sesuatu dalam diri Noah yang memang mengingatkanku pada Hyde. Artis J-rock yang satu itu memang keterlaluan kerennya. Kurasa, andai saja Noah didandani dengan eyeliner, bedak, dan tetek bengek lainnya, ia bisa sangat mirip dengan pria yang karena sangat awet muda, sering dicurigai minum darah manusia itu.

"Ini Hyde alias Hideto Takarai." Dinda yang duduk di bangku seberang Kiko menyodorkan ponselnya.

Kiko menerima ponsel Dinda, dahinya lagi-lagi mengernyit saat melihat gambar pria di layar ponsel. "Keren juga sih. Tapi nggak mirip ah! Hm, kalau dimirip-miripin sih bisa juga. Mungkin karena rambut Noah sekarang panjang dan bodinya sama-sama tipis. Ekspresinya juga agak mirip. Tapi, percaya deh, dulu Noah sama sekali nggak sekeren sekarang. Mukanya sih masih sama, tapi ada sesuatu yang beda banget. Kulitnya jauh lebih mulus, bibirnya lebih tipis, dan gue curiga dia pakai contact lens ala Jepang. Selain itu, dia dulu pendiam banget, dan agak aneh. Sekarang dia kelihatan jauh lebih percaya diri. Pokoknya, Noah yang gue kenal itu agak anti-sosial."

"Masa? Harus gue akui sih, dia emang agak aneh. Tapi, bukannya kebanyakan anak orang tajir pergaulannya luas? Kok bisa sampai sulit bergaul?" tanyaku penasaran. Sulit membayangkan Noah saat sekolah tidak jadi incaran para gadis.

Kiko mengangkat bahu seraya merapikan rambut sebahunya. Aku mengamati Kiko. Wajahnya khas oriental dengan mata berbentuk almond dan kulit mulus seputih porselen. Pembawaannya menyenangkan dan senyumnya manis. Mungkinkah pernah ada history antara Kiko dan Noah?

"Kenapa lo liatin gue begitu?" Kiko melirik curiga.

Menyeringai gugup, aku pura-pura merapikan rambutku yang sengaja kugerai hari ini –dan mengorbankan waktu tidurku demi menyisir rambutku yang sangat sulit diatur. Ajakan Noah kemarin membuatku bertanya-tanya. Apa sebenarnya maksud pria itu? Sekadar bercanda, semacam test untuk menguji reaksiku, atau dia memang sungguh-sungguh dengan ajakannya? Tanpa sadar aku menggeleng pelan. Ah, tidak mungkin. Kalau dia memang benar-benar mengajakku, dia pasti meminta alamatku dan mendesakku mengatakan 'ya'.

PLEASE, BE MY RED (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang