PANGERAN NYENTRIK

3K 213 37
                                    

Pangeran nyentrik

"YES, I promise the samples will be sent as soon as possible, Miss Joanna." Gagang telepon yang terkepit di antara bahu dan rahangku mulai terasa panas. Sementara itu mataku masih mengarah ke layar laptop di hadapanku. Jari-jariku sibuk mengetik di sela-sela rentetan suara bernada tinggi yang mulai tidak sabar.

"Ngg, I can't tell you how soon the samples can be sent. But..." Aku menahan desahanku. Jariku akhirnya berhenti bergerak. Tidak mungkin aku bisa multitasking bila ada psikopat berteriak-teriak di telingaku.

"Yes, Miss Joanna, I know exactly the definition of as soon as possible. But, I'm afraid tomorrow is not possible. We need time to deliver the samples...." Jari-jariku yang bebas mulai memijat pelipis.

"Yes, I know it is my duty to make sure everything on schedule." Napasku mulai terasa berat. Aku mengerjap. Telingaku mulai berdenging. Atau suara di seberang yang makin melengking? Seraya meringis, aku pun menarik gagang telepon menjauhi telingaku. Maafkan aku, Miss Joanna. Demi kesehatan telingaku, aku terpaksa membiarkanmu ngoceh sendirian.

"Lo ngapain, Bil? Itu siapa?"

Aku nyaris saja menjatuhkan gagang telepon saat mendengar suara cempreng Robin. "Ssst!" Spontan aku mendesis sambil tentu saja melotot galak. Kutempelkan lagi gagang telepon ke telingaku, berharap Miss Joanna sudah bosan dan menyudahi percakapan melelahkan ini.

Ah, tidak. Perempuan itu ternyata masih betah mencecarku dengan pertanyaan yang ia sudah tahu persis jawabannya. Aku mulai metode mengembuskan napas panjang dengan sangat perlahan. Sial. Sekarang aku malah kepengin buang air kecil.

Sementara itu, Robin masih mengamatiku, seolah menikmati penderitaanku. Entah kenapa, penyakit beserku suka mendadak kambuh bila berada dalam kondisi kepepet. Astaga, aku tak mungkin bisa menahannya lagi.

"Yes, Miss Joanna, we take your order very seriously. In fact, we make yours a TOP priority. But I can't make the samples in your desk by tomorrow..." Kata-kataku yang sengaja kuucapkan dengan nada bersemangat tentu saja langsung dipotong dengan semena-mena oleh perempuan yang sepertinya memiliki hasrat untuk merontokkan kesabaranku dan membuatku dipecat karena hilang kendali.

ARGGGHHH... Kau tau rasanya perasaan ingin berteriak, memaki sekeras-kerasnya dalam keadaan kebelet buang air kecil?

Ya, keadaan yang seperti itu tentunya akan memicu reaksi di luar akal sehat. Itulah yang terjadi saat ini. Mengabaikan tatapan shock Robin, aku pun membiarkan gagang telepon tergeletak di mejaku sementara diriku memelesat secepat mungkin menuju toilet.

As soon as possible.

Kata itu seharusnya dipakai hanya untuk kondisi darurat seperti yang tengah kualami sekarang. Aku mempertaruhkan reputasiku bila mengikuti aturan dan norma kesopanan. Apa jadinya kalau aku sungguhan pipis di celana?

Omong-omong, beginilah pekerjaanku. Hampir setara dengan mission impossible tanpa baku-hantam, letusan pistol, dan darah yang berceceran. Sebagai staf marketing di pabrik yang memproduksi garmen untuk diimpor ke luar negeri, aku harus bertanggung jawab mulai dari penerimaan order hingga order itu tiba dengan selamat di tujuan.

Bila disingkat, pekerjaanku adalah mengejar orang-orang melakukannya pekerjaannya masing-masing demi kepuasaan pembeli. Bagian purchasing memesan kain dan aksesoris, bagian sample membuat contoh baju, bagian produksi yang terbagi oleh banyak bagian mengerjakan pesanan baju. Semua proses itu terhubung pada pembeli melalui aku.

Bila disingkat dengan menggunakan tiga kata, pekerjaanku sebenarnya sangat sederhana. Dikejar dan mengejar. Bukan secara harfiah tentunya. Namun, sama melelahkannya. Untungnya aku cukup menyukai lingkungan kerjaku.

PLEASE, BE MY RED (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang