Chapter 14 - Ending

19.5K 976 27
                                    

Untuk satu malam ini. Lio merasakan waktu berlalu begitu lambat. Dia hanya diam. Sedangkan Astha sudah tertidur pula sejak beberapa jam yang lalu. Kepalanya menoleh dan menemukan jarum jam sudah menunjukkan pukul 3 malam. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Sungguh, Lio ingin tidur jika dia bisa. Tapi pikiran tentang Anna membuatnya kesulitan untuk sekedar memejamkan mata. Dia tak pernah berpikir kalau sister complex bisa separah ini dampaknya. Apa karena dirinya terlalu buta demi mendapatkan kesenangan pribadinya, sampai melupakan apa yang akan terjadi selanjutnya?

Tubuhnya bangkit. Menoleh kembali pada Astha. Kembarannya itu tampak nyaman di posisinya. Lio menghembuskan napas pasrah. Dia benar-benar menderita sendirian sekarang.

Memilih untuk keluar kamar. Lio berjalan pelan menuju ruang tengah. TV di sana menyala. Ternyata ada orang lain yang belum tidur.

Dia melangkah. Berdiri di samping sofa. Menemukan ayahnya yang tengah duduk santai sembari menonton sebuah rekaman ulang tahun Anna yang ke-4. Tatapannya kosong.

Lio duduk perlahan. Menarik perhatian ayahnya. Pandangan mereka bertemu saat sang ayah menoleh ke arahnya.

"Ibu kamu cantik, ya," ucap sang ayah memulai.

Lio hanya bergumam membalasnya. Diam beberapa saat, pandangannya juga ikut fokus pada layar TV yang menyala.

Suasana hening merasuki diri mereka. Lio tak berbicara. Hanya ada tawa dan sorakan dari TV yang meramaikan suasana sunyi mereka.

"Kamu tau. Papa sempat pangling waktu liat Anna. Semakin ke sini, dia makin mirip Mama kamu." Ayahnya berucap lagi, dan kesekian kali Lio juga hanya membalas dengan deheman singkat.

Hening beberapa saat, Lio menoleh dan tiba-tiba saja sebuah pertanyaan muncul. "Apa yang Papa suka dari Mama?"

Ada tawa di sanang. Pelan dan damai. Lio melihat wajah itu menerawang. Mencoba untuk menarik kembali memori-memori lama yang masih disimpannya dengan baik.

"Awalnya, Papa nggak pernah suka sama Mama kamu, Yo. Papa pacarin Mama karena sifatnya mirip sama cinta pertama Papa. Itu yang bikin Papa tertarik untuk lebih dekat sama Mama kamu." Pria paruh baya ini tersenyum. Wajahnya menampilkan kebahagiaan yang seolah tak bisa ditahannya. "Tapi lama kelamaan, Papa jadi mikir. Nggak baik mainin perasaan orang, sampai akhirnya Papa berpikir untuk putusin Mama kamu. Tapi sayangnya gagal, karena sebelum Papa bilang untuk putus, saat itu Papa sadar, Papa udah jatuh cinta tanpa Papa ketahuin."

Lio mengernyitkan dahinya, bingung. "Papa sadarnya darimana?"

Ditatapnya wajah sang anak. Laki-laki di hadapannya sudah masuk masa pendewasaan. Tentu saja Lio sudah mengerti sekali masa-masa pacaran. Mengingat dia sendiri juga sangat paham bagaimana kelakuan Lio terhadap perempuan.

"Kamu pasti mengerti perbedaannya. Bagaimana perasaanmu dengan wanita yang serius kamu cintai dan dengan wanita yang sementara kamu pilih untuk mengisi kekosonganmu. Dan pastinya, playboy kayak kamu pasti paham betul dengan yang beginian."

Lio mendengus mendengar godaan sang ayah. Tawanya muncul perlahan mengikuti gema suara ayahnya. Pikirannya berputar, antara merasa jauh lebih baik dengan keberadaan sang ayah yang menghibur, serta tentang Anna yang dia sadar, dia jatuh cinta pada gadis itu.

Kembali, dia menoleh pada sang ayah. "Kapan ayah balik ke Kalimantan?" tanya Lio.

Pria dewasa itu menoleh padanya dan mengernyit. "Ngusir nih?"

"Apaan sih, Pa?" Lio tertawa dibuatnya. Kesal karena sang ayah malah bertingkah seperti merajuk. Lupa umur sepertinya.

Pria ini tertawa renyah. Menatap pada sang anak lembut. "Memangnya kenapa? Tumben nanya?"

Sister ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang