Space

1.2K 91 13
                                    

Kembali dengan one shoot yang nyeleneh tapi tetap dipublish.

karya ini dibuat berdasarkan project yang aku dan temenku, Meutiaridhaa buat. Dan tentu saja aku dedikasikan cerita ini untuk Meutiaridhaa juga.

Cerita harus berdasarkan obsesi kami. Dan aku disini menguraikan obsesi Mutia pada Astronomi.

At least, I've tried, Mut.

Dan kalo misalnya yang baca cerita ini ada yang bener-bener tau tentang Astronomi, aku minta maaf kalo ada kata-kata yang salah. Bukan anak ipa:') dan bukan ilmuwan. Jadi kritik dan saran sangat dibutuhkan.

So, Happy reading!

05 Mei 2016

⛅⛅

Distance - Christina Perri.

Hari itu, Marco dan Sena, kembali bertengkar. Keduanya selalu saja cekcok pada sesuatu yang terbilang kekanakan. Dan Sena hanya bisa mengaduh pada Pisca. Berderai air mata dan sesenggukan di dalam pelukan Pisca. Pisca adalah sahabatnya yang penyayang. Ia selalu berusaha untuk mengerti perasaan Sena. Sebenarnya, ia sendiri belum pernah merasakan yang namanya menjalin sebuah hubungan. Tapi, entah mengapa Sena selalu merasa tenang setelah curhat dengannya. Pisca terlalu mengerti Sena. Bahkan lebih dari Sena sendiri.

"Udah, paling juga ntar balik lagi. Pacaran itu kalo baikan terus juga gak seru, 'kan? harus ada yang namanya pertengkaran biar tau caranya berjuang dan bertahan." Pisca menasehati seraya mengusap punggung Sena, menenangkan.

Sena terus saja sesenggukan, baju bagian bahu Pisca basah karena air mata Sena. Pisca memeluknya, menghantarkan kehangatan agar Sena bisa lebih tenang. Oh, Sena yang malang.

"Tapi, Ca ...," jeda, Sena kembali menangis bahkan lebih kencang dari sebelumnya. "Ini udah yang keberapa kali? gue capek, Ca."

Pisca menghela napas panjang. Ia turun dari kasur dan mengambilkan tisu untuk Sena.

"Iya. Tapi kalian berdua selalu punya cara, 'kan, untuk bertahan? kalo ada pasangan yang sering berantem tapi mereka anti yang namanya putus, itu keren loh, Sen. Artinya kalian udah cukup dewasa dan memikirkan resiko-resiko yang mungkin terjadi kedepannya." Pisca mengulas senyum, menatap mata sahabatnya yang sembab, "Kalo lo mau nyerah, ingat umur hubungan lo. Ingat apa yang udah lo lewatin bareng Marco. Sayang, Sen."

Sena mengangguk pelan. Nampaknya dirinya mulai mengerti. Semenyebalkan apapun Marco. Ia tetap bisa bertahan. Karena Marco-lah yang bisa menjadi obat ketika kecewa dan amarah melukai hatinya. Meskipun penyebab luka itu adalah Marco sendiri.

Marco adalah api sekaligus air untuk Sena.

"Gue sayang banget sama Marco, Ca. Gue janji gue bakal bertahan apapun yang terjadi."

⛅⛅

Seperti apa yang dikatakan Pisca, Sena dan Marco sudah seperti biasa lagi. Marco senang berkunjung ke kelas 12 Bahasa 1 hanya untuk menemui pujaan hatinya, Sena Feriska.

Keduanya selalu jadi tontonan hangat para murid di SMA Mawar mengingat Sena adalah primadona sekolah yang selalu dipuja. Dan Sena sudah biasa mendapat sesuatu dari dalam lokernya. Baik bunga, surat cinta, maupun cokelat. Hal itu baik untuk Pisca karena Sena sering memberinya cokelat dari penggemar rahasia Sena. Sena memang segalanya.

Seperti Saturnus. Dengan ribuan cincin yang mengelilingi planet itu membuatnya menjadi mahakarya ciptaan Tuhan yang begitu indah dan spesial. Ciri khasnya yang tidak dimiliki planet lain membuat Saturnus begitu di elu-elukan. Si Saturnus yang dicintai orang banyak, ramah pada siapapun dan tentu saja, cantik.

Space (One Shoot)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt