Holding Your Hand

Start from the beginning
                                    

"Mengapa kau kemari?" Tanyaku dengan nada dingin. Tao menghela nafasnya. Ia berlutut di depanku dan memasang wajah bersyukurnya.

"Syukurlah kau tak terluka" ucapnya. Aku berdecih menyadari kekhawatirannya.

"Memangnya kenapa kalau aku tak terluka? Apa itu penting untukmu?" Tanyaku dengan ekspresi datar. Lagi-lagi Tao menghela nafasnya. Ia sedikit menjilati bibir bawahnya yang terlihat kering.

"Eun Wook, aku tahu kau marah padaku. Aku minta maaf, sungguh. Aku tak bermaksud untuk menyakiti hatimu lagi. Aku benar-benar tak tahu kalau Sung Rin akan datang seperti tadi. Kumohon, maafkan aku" Tao berujar. Aku mendengus dan bangkit berdiri.

Tao yang masih berjongkok pun ikut berdiri dan menatapku dengan mata pandanya itu. Ia mendorong payungnya agar memayungi tubuhku yang sudah basah dari tadi.

Plak

Aku menampik tangannya yang memegang payung. Sehingga payung yang ia pegang terjatuh ke tanah dan membuat tubuh atletis Tao ikut terguyur air hujan.

"Kau pasti tahu kalau aku tak akan memaafkanmu dengan mudah, bukan? Lalu, mengapa kau meminta maaf sekarang? Aku tak butuh maafmu!" Aku segera berlalu pergi.

Grep
Gerakanku tertahan karena Tao meraih tanganku dengan mudahnya. Ku tatap cengkraman Tao pada tanganku yang terasa sangat kuat.

"Lepaskan aku, Tuan!" Ucapku menekan kata 'tuan'. Tao justru mencengramnya semakin erat. Aku mencoba menggerakan tanganku agar cengkraman itu terlepas. Percuma saja, tenaga Tao jauh lebih besar dari pada tenagaku. Energiku juga sudah terkuras karena berlari dan menangis tadi.

"Aku memang tak bisa menjelaskan apa-apa karena semuanya sudah jelas. Aku benar-benar tak tahu kalau Sung Rin akan kemari. Bahkan aku tak mengerti mengapa dia datang. Sungguh, Eun Wook. Percayalah padaku" ucap Tao mencoba meyakinkanku.

Tiba-tiba saja Tao melepas cengkramannya dan mulai berlutut di depanku. Kedua tangannya ia angkat tinggi-tinggi.

"Aku akan seperti ini terus hingga kau memaafkanku" yakin Tao. Tatapan matanya memancarkan kesungguhan yang amat pekat.
Apa ia benar-benar akan melakukan hal konyol seperti ini?

"Baiklah, lakukan ini sampai kau mati!" aku membalikkan tubuhku. Ku tatap sepatuku. Aku tak bergerak maju ataupun mundur. Air hujan semakin derasnya menyerang tanah bumi. Bahkan beberapa jalanan sudah mulai tergenang.

Aku tak mendengar pergerakan apapun dari Tao. Apa ia serius dengan ucapannya itu? Apa ia akan seperti ini hingga aku memaafkannya?

"Baik, aku akan seperti ini hingga aku mati. Bahkan aku tak akan pindah dari posisiku ini meskipun lokasi ini akan di gusur. 10 tahun? 100 tahun? Aku akan tetap menunggu hingga kau memaafkanku" ucap Tao tegas. Hatiku terasa teriris mendengar kesungguhan dalam ucapannya itu.

"Aku membencimu!" gumamku terendam suara hujan.

"Aku tahu kau membenciku" jawab Tao. Aku menunduk semakin dalam. Aku masih tetap memunggunginya.

"Aku tak akan pernah memaafkanmu!"

"Aku tahu kau tak akan pernah memaafkanku. Maka dari itu, aku akan menunggu maafmu"

"Kau berengsek!"

"Ya, aku memang berengsek"

"Mari laksanakan janjimu!"

"Aku akan- tunggu. Apa maksudmu?" Tanya Tao kebingungan. Ia mulai menurunkan tangannya dan berdiri. Ia membalik tubuhku dan menaikkan dagu ku agar melihat wajahku.

"Ulangi lagi" pinta Tao. Aku menelan salivaku.

"Mari tepati janjimu" ujarku. Mata Tao membulat. Ia mengerjapkan mata berkali-kali.

My Lovely Time ControlWhere stories live. Discover now