First

912 78 36
                                    


••

C h a p t e r   1

••

H a l l u c i n a t i o n ?

••


  Bunyi nyaring tak asing, menyeruak ke dalam telingaku. Karena tanganku sulit menemukan ponsel pembuat alarm itu, terpaksa aku membuka mata perlahan. Pasukan cahaya matahari menusuk kedua mataku, membuatku mengerjapkannya beberapa kali.

  Mataku terbuka lebar, mendapati diriku dalam kamar privasiku yang membosankan. Begitu alarm berisik itu kulihat, aku langsung mematikannya secara kasar.

  Bumi adalah salah satu kata yang terngiang dalam benakku. Sebuah dimensi perkumpulan manusia yang kubenci. Kehidupan di Bumi tidaklah menyenangkan. Aku membenci kehidupanku. Entah mengapa aku begitu sering membenci berbagai hal di sekitarku.

  Terlampau sering juga aku membayangkan sebuah pisau daging tercekat dalam tenggorokanku, atau tubuhku yang dikuliti lalu bagian tubuhku dikoleksi oleh seorang psikopat dan pembunuhan keji lainnya. Dan itu semua karena rasa depresi yang terus mengikat tubuhku dengan rantai berdurinya.

  Duri yang menancap kuat ke dalam tubuhku hingga aku tak dapat berkutik lagi, sebab perih rasanya untuk bergerak sedikit pun. Ya, aku berniat untuk mengakhiri hidupku. Akan tetapi terlalu beresiko.

  Pertama, aku tidak tahu apa yang akan kutemui selanjutnya. Kedua, aku terkesan seperti pengecut yang lari dari masalahnya. Dan aku tidak suka di cap sebagai pengecut, walaupun memang begitu. Tetapi setidaknya aku tidak terlihat pengecut.

  Oke, aku tahu aku munafik. Tapi bukankah semua orang juga munafik? Karena semua orang pasti pernah berbohong, dan bagiku itu sama saja mereka bermuka dua. Dan masih ada alasan lain yang mendukung pernyataanku.

  Yah, setidaknya aku masih dapat membela diriku. Meski spekulasiku tidak dapat mematahkan fakta bahwa aku adalah seorang pengecut.

  Fantasiku yang berlebihan selalu membuatku merasa kalau aku mempunyai penyakit kejiwaan. Namun tidak, aku normal sepenuhnya. Karena aku pernah menjalani tes kejiwaan setahun yang lalu, secara diam-diam.

  Entah apa yang mendorongku berbuat hal semacam itu. Mungkin karena rasa depresiku? Atau rasa ingin tahuku? Entahlah. Mungkin keduanya.

  Setelah 5 menit pikiranku melayang, aku memutuskan untuk bangkit dari kasur. Aku berjalan gontai menyambar pakaian dan handukku untuk segera mandi.

***

  Langkahku terhenti. Manik mataku memandang sekeliling, seakan menerawang sesuatu. Beberapa deret rak buku menghiasi ruang persegi panjang ini. Beberapa orang tampak duduk di kursi untuk membaca buku yang mereka letakkan di meja.

  Ya, aku telah masuk ke perpustakaan. Kulangkahkan kakiku menuju rak buku fiksi. Fantasi, itulah jenis buku yang kucari. Saat tanganku meraih ujung buku tebal yang kupilih, seseorang menggetarkan pita suaranya hingga membuatku menoleh.

  "Hei." Salah satu alisku terangkat sebagai bentuk respon, sambil menggenggam buku tersebut dengan tangan kiriku. Gadis di sebelah kananku ini tersenyum setelahnya.

Aetheverdel ( H I A T U S )Where stories live. Discover now