Malam,
Musim telah berganti.
Musim ini telah membawa semuanya pergi dari hidupku.
Musim ini menggantikan mentari dengan awan kelabu yang seolah tidak lelah membuatku sendu.
Musim ini membawa anginku berlari dan menghilang di telan waktu.
Kini setiap harinya aku hanya mampu berdiri di depan beranda rumahku mengenakan sweater abu-abu dan berharap semua ini akan segera berlalu.
Aku rindu musim semi lalu,
saat dandelionnya mulai tumbuh, saat bunga-bunga cantik merekah dan memamerkan keindahannya pada semesta.
Aku rindu saat angin begitu ramah menghampiri aku yang sedang menulis di padang bunga dan bermain-main dengan rambutku.
Aku rindu saat melihat tingkah polahnya menerbangkan cucian nenek dan membuat cucu-cucunya berlarian mengejar kain-kain warna yang berterbangan di padang hijau.
Aku rindu melihatnya membantu sekumpulan remaja yang dilanda cinta menerbangkan lampion-lampion pada waktu engkau tiba, indah bukan?
aku tau engkau pun tersenyum menatapnya.
Namun kini jiwa lembutnya tidak lagi ku temui.
Musim ini membawanya menjadi sangat dingin di kulitku.
Anginnya datang sejenak dengan warna berbeda lalu pergi setelah melukai.
Melukai pohon yang kedinginan sehingga ia tumbang.
Melukai para pejalan kaki sehingga mereka mengalami hypotermia.
Melukai sapi-sapi hingga mereka hampir mati.
Malam, haruskah aku berlari mencari angin dan menanyakan mengapa ia jadi begini?
atau aku harus diam dan menanti membiarkannya menemukan kembali bagian dari dirinya yang mungkin telah lari..Aku masih menantinya di sudut ini.
Sebentar lagi semi, aku harap ia kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Angin dan Malam.
PoetryAku mencintai angin secara rahasia. Aku menyadarinya ketika musim beranginnya pergi dan berlalu. Lalunya meninggalkan jejak- jejak cerita di dalam kenangan di sepanjang taman, padang ilalang, ujung jalan dan perbatasan pantai hitam. Aku mencintainya...