CHAPTER NINE

16.9K 906 5
                                    

Reza : Maaf Sa, aku nggak bisa pergi. Aku ada urusan.

Gisa menatap malas pesan tersebut. Malam ini seharusnya dia sudah pergi jalan-jalan bersama Reza karena kemarin Reza sudah berjanji untuk jalan-jalan bersamanya namun lelaki itu tiba-tiba membatalkan janjinya. Gisa menyuruh Calista untuk datang agar bisa menemani kebosanannya di rumah. Ia merasa sendirian karena akhir-akhir ini Gilang suka tak pulang karena sibuk dengan lomba-lomba yang ia ikuti serta ibunya juga sedang berangkat ke luar kota dan alhasil gadis itu sendirian.

Calista datang tak menggunakan mobilnya karena masih harus diperbaiki, dan Gisa juga tidak tahu gadis itu datang menggunakan apa ke rumahnya. Yang dia lihat Calista tiba-tiba menelpon dan mengatakan ia sudah di bawah sedangkan kedatangannya tidak menggunakan kendaraan apapun.

"Kenapa lo?" tanya Calista sambil melirik sekilas wajah Gisa yang sudah kusut. "Muka udah kayak keset kaki." celetuknya membuat Gisa mendesis.

"Males aja sama Reza." tukas gadis itu dengan wajah cemberut.

"Bucin." celetuk Calista sambil mengecek-ngecek sosmed miliknya.

Di tempat lain yang jauh dari keberadaan gadis itu, sebuah motor besar baru saja sampai di antara segerombolan orang. Di suatu lokasi yang begitu sepi dibuatlah sebuah arena untuk balapan motor dan hampir selalu ada. Kali ini hanya ada dua orang saja yang akan tanding, yang dari semulanya sudah membuat janji untuk saling adu kecepatan. Semua orang nampak menyoraki kedua perserta tersebut.

"Udalah... ini udah yang ke tiga kalinya lo minta gue buat balapan sama lo setelah kekalahan lo yang kedua kalinya dari gue. Lo mau ngebuktiin apa lagi Lan? Terima aja kekalahan lo itu."

"Kali ini gue nggak bakalan kalah dari lo." ujar Alan sambil menurunkan kaca helm miliknya.

Kini posisi keduanya sudah berada di belakang garis start. Orang-orang yang awalnya mengerumuni dua orang tersebut langsung bepindah di belakang garis batas untuk lintasan. Terlihat juga di tempat tersebut teman-teman Alan yaitu Rio, Boy, Reza, kecuali Daniel, lelaki itu ada urusan yang sangat mendesak sampai-sampai ia tak bisa melihat Alan tanding.

"Tiga..."

"Dua..."

"Satu..."

Pada hitungan terakhir, kedua motor tersebut langsung melaju dengan kencang meninggalkan garis start dan semua orang yang ada di tempat itu langsung bersora meneriaki mereka berdua. Beberapa hari pada minggu sebelumnya Alan meminta Angga untuk balapan dengannya lagi dan lagi. Alan belum merasa puas dengan kekalahannya dan berhubung dia juga ingin membalas perbuatan Angga terhadapnya sewaktu di kantin sekolah hingga akhirnya dia meminta Angga untuk balapan lagi dengannya.

Beberapa putaran lintasan telah mereka lalui, kadang Angga di depan kadang juga Alan yang berada di depan. Kedua orang tersebut sama-sama kuat. Sebelum sampai di arena balapan, Angga sempat mengantar Calista ke rumah Gisa dan dia berjanji untuk menjemput gadis itu ketika urusannya sudah selesai dengan Alan.

Alan menambah kecepatannya untuk menyalip Angga membuat Angga tak mau kalah dari lelaki itu. Garis finish sudah mulai kelihatan dari kejauhan oleh keduanya. Angga menambah kecepatannya namun pada saat ia akan menyalip Alan tiba-tiba ia hilang keseimbangan.

Crashhh!!

Angga jatuh dari motornya dan badannya membentur bahu jalan. Orang-orang yang melihat hal itu langsung berlari menuju ke lokasi dimana lelaki itu tergeletak. Kepalanya terasa pening dan perlahan kesadarannya mulai hilang. Lelaki itu sudah tak sadarkan diri di tempatnya.

***

"Calista..." panggil Gisa dengan nada yang tak biasanya.

"Hm?"

"Lo pulang mau dijemput siapa?" tanya Gisa sambil serius menatap layar ponselnya.

"Kenapa?"

"Gue tanya lo mau dijemput siapa?"

Nada Gisa mulai meninggi pada gadis itu. Ia geram dengan sikap Calista yang tidak mau terbuka padanya padahal ada sesuatu yang penting yang akan ia beritahukan pada gadis itu.

"Angga."

Seketika Gisa langsung memberikan ponselnya kepada Calista. "Baca." ujarnya.

Calista pun mengambil ponsel tersebut dari tangan Gisa. Dia pun membaca sebuah percakapan grup angakatan sekolah mereka yang sedang heboh sekali. Calista mengklik sebuah foto yang dikirimkan salah satu anggota grup itu. Matanya membeliak ketika dilihatnya Angga tengah tergeletak di atas aspal dengan kondisi yang tak sadarkan diri.

"Gisa, kita ke rumah sakit sekarang. Ayo!"

Kedua gadis itu pun segera bergegas ke rumah sakit tempat Angga berada. Dalam perjalanannya gadis itu sibuk membaca-baca obrolan grup angkatan melalui ponsel Gisa. Angga ternyata mengalami kecelakaan akibat mengukuti balapan motor bersama Alan. Lelaki itu hilang keseimbangan saat ingin menyalip motor Alan sehingga badannya jatuh dan membentur bahu jalan. Pantas saja Angga tampak buru-buru sekali setelah ia selesai menurunkan Calista di depan rumah Gisa.

Sesampainya kedua gadis itu di rumah sakit mereka mendapati Boy yang tengah menunggu di depan ruangan tempat Angga berada. Lelaki itu sempat kaget Calista tiba di tempat itu padahal dia tak punya hubungan apa-apa dengan Angga.

"Angga mana?" tanya Calista.

"Masih sementara ditangani sama dokter tapi kayaknya dia udah sadar. Tadi sempat pingsan sih tapi gue denger udah sadar barusan. Omong-omong lo kenapa nyariin Angga di sini?"

Mendengar penjelasan dari Boy, Calista menghembus nafas lega mengetahui bahwa Angga tidak apa-apa. Selama dalam perjalanan perasaanya tak tenang dan orang tua Angga juga tidak tahu soal ini. Jika Disa tahu Angga kecelakaan lelaki itu pasti akan ada dalam masalah dan hubungan ayahnya dan ibu dari Angga juga akan diketahui oleh anak-anak Citra Bangsa. Calista tidak ingin hal tersebut terjadi.

"Bukan urusan lo."

Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan di depan kedua orang tersebut. Sepertinya Angga sudah bisa dijenguk oleh orang lain. Calista kali ini sudah tak bersama Gisa karena gadis itu berpisah dengannya ketika dia melihat Reza di rumah sakit tersebut sedangkan Rio dan Alan tengah mengurus administrasi rumah sakit tempat Angga dirawat.

"Kalian kerabatnya saudara Dewangga? Silahkan menjenguknya di dalam. Dia mengalami cedera di tangan kirinya dan luka ringan di bagian tubuh lainnya. Untung saja dia tidak parah. Saya permisi." ujar dokter sambil meninggalkan keduanya.

Boy membiarkan gadis itu masuk dan ia pikir jika Calista sudah masuk dia juga tak perlu lagi untuk sekedar menjaga Angga di dalam. Dari balik kaca kecil pintu ruangan tersebut dilihatnya Calista seakan mempunyai hubungan erat dengan Angga karena perilakunya terhadap Angga berbeda dengan biasanya.

"Lo nggak apa-apa kan? Duh... Angga tolong jangan bikin gue pusing ya? Gimana kalau mama lo tau soal ini? Kacau urusannya." tutur Calista panik membuat Angga masih sempat-sempatnya tersenyum.

"Alan mana?" tanya lelaki itu sambil mencoba bangun. "Aw..." ringisnya.

"Gatau. Ga lihat."

Calista memijit pelipisnya yang terasa penat. Sebaiknya ia memastikan dulu situasi dan keberadaan teman-teman sekolahnya yang lain baru dia bisa menelpon ibu Angga agar kedatangan kedua orang tersebut tidak akan membuat gempar teman-teman lainnya.

"Santai aja kali Cal, gue nggak mati kok." Celetuk Angga spontan membuat gadis itu memutarkan bola matanya kesal.

"Diem aja lo. Sekali lagi gue denger bacotan dari congor lo itu, gue pites nih tangan lo." ancam Calista sambil melirik tangan Angga yang tengah diperban.

"Ehehehehe... jangan dong bosku." Kekehnya

Calista pun langsung mengirimkan pesan kepada Gisa untuk memberitahukannya jika Boy dan lain-lainnya sudah benar-benar tidak berada di rumah sakit tersebut. Angga benar-benar membuatnya pusing.


Secret Between UsWhere stories live. Discover now