ONE SHOT

250 39 40
                                    

"Ya, aku mengerti."

"Jangan ragukan aku soal ini, kau akan tercengang jika melihat hasilnya,"

"Kau bahkan tak tahu berapa ide yang ada didalam isi kepalaku ini,"

"Kau tak usah khawatir, berikan ini padaku dan akan selesai,"

"Baiklah, selamat malam."

Ia menaruh ponselnya diatas meja. Lalu, beralih menatap layar laptopnya dengan asyik. Sedangkan, jari-jarinya masih menari-nari di keyboard laptopnya. Sejenak, ia memijat pelipisnya pelan. Lalu, melihat kearah jam yang terletak dimeja kerjanya.

11:00 P.M.

Begitu angka yang tertera di jam tersebut. Lalu, ia bangkit berdiri dari meja tersebut. Niatnya yang akan membuat kopi agar terjaga semalaman untuk pekerjaannya tiba-tiba sirna. Ketika terdengar ketukan dari pintu apartemennya. Ketukan itu seperti terburu-buru. Pria itu bertanya-tanya siapa yang selarut ini masih mengetuk pintu apartemennya?

Dengan langkah kaki yang dipaksakan akhirnya ia menghampiri pintu tersebut. Dan membukanya perlahan. Setelah pintu terbuka. Hanyalah pintu apartemen lain yang tertutup. Tidak ada orang. Saat hendak menutup lagi pintunya, tiba-tiba perempuan salah alamat itu datang lagi. Dan menahan pintu yang akan ditutup pria itu.

"Hey," ia mencoba tersenyum pada pria ini.

"Kau?! Apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini?" terlihat pria ini sangat menahan amarahnya untuk kedua kalinya.

"Hmm, kita belum perkenalan. Aku, Samantha Miller, kau siapa?"

"Apa kau gila?! Kau mengetuk pintu seseorang ditengah malam dan hanya untuk perkenalan? Tidak ada 'kah pekerjaan lain untukmu? Atau kau tidak punya sopan santun? Hah?" Kini wajah pria itu memerah, karna berteriak dihadapan perempuan ini.

"Semestinya kau sadar apa yang telah kau lakukan. Itu sangat menganggu. Dan aku terganggu. Kau tiba-tiba menyelinap di apartemenku, lalu sekarang mengajakku berkenalan ditengah malam? Tidak cukup 'kah kau membuatku kesal dimalam ini?"

Samantha masih terdiam dengan kepala menunduk. Seperti anak kecil yang dimarahi oleh orang tuanya.

"M-ma-maaf... A-aku tidak bermaksud." katanya sambil menangis dan pergi dari hadapan pria tersebut. Ia berlari dan membuka pintu apartemennya sendiri. Ternyata, kamar apartemen gadis itu tepat disebrang pria tersebut. Sehingga, pria itu kini tahu dimana gadis itu tinggal.

Ada sedikit rasa bersalah menghinggapi pria tersebut. Setelah, membentak gadis tadi. Tapi, ia masih bertanya-tanya pada gadis yang ia lupa namanya tersebut. Gadis itu aneh. Pertama, ia memasuki apartemen yang sudah jelas bukan miliknya, terlihat dari perabotan pun pasti berbeda. Kedua, kini saat tengah malam ia mengajaknya berkenalan dan berakhir dengan menangis. Ini semua membuatnya bingung. Karna dirasa tidak bisa berkonsentrasi sepenuhnya. Akhirnya, ia menutup laptop tersebut dan menyesap cangkir kopi yang telah ia buat tadi walau sempat tertunda. Setelah menyesap kopinya, kini ia merebahkan dirinya diatas kasur. Dan mencoba memejamkan matanya. Tak terasa, ia mulai terlelap.

                           ***

Sinar matahari mulai bercahaya disekitaran kamarnya. Dia sedikit mencoba membuka matanya. Mencoba untuk menerima cahaya, yang masuk ke dalam mata berwarna cokelat mudanya. Ketika di lihat, jam menunjukkan 09:00 pagi. Ini dihari libur. Masih terlalu pagi untuk bangun dihari libur. Lalu, ia mencoba memejamkan matanya kembali. Ketukan sialan dipintu itu terdengar lagi. Kali ini ia berasumsi bahwa perempuan itu lagi yang mengetuk. Ketukan itu kembali bersuara. Membuatnya terbangun dengan kesal. Ia bangkit dari ranjangnya dan membuka pintu kamarnya. Menghampiri pintu yang sekarang diketuk pelan. Ketika, dibuka terlihatlah perempuan kemarin dengan dressnya dan rambutnya yang terlihat dikeriting.

12:00 AM (c.h) Where stories live. Discover now