EXCEPTION

75 7 2
                                        

"Kau tahu, murid itu pindahan empat bulan yang lalu?"

Lagi, setiap hari aku selalu mendengar pertanyaan itu jika aku berjalan di antara murid lainnya. Aku selalu mendapat tatapan aneh dari mereka. Rasanya aku sangat ingin sekali berlari menjauhi mereka semua.

"Aku tahu, bukankah kita harus menjauhinya?"

Pertanyaan entah pernyataan seperti apa ini? Lagi-lagi mereka membicarakanku. Aku sangat muak dengan semua orang di sekolah ini. Aku bagaikan tawanan dalam penjara. Sekolah ini sangat membosankan.

"Kau seharusnya diam saja, jangan pernah melihatnya."

Mendengar semua itu rasanya aku ingin membantingkan penutup telingaku, tapi aku tak mau mereka curiga terhadapku. Lebih baik aku mempercepat langkahku dan menutup mataku, itu membuatku lebih baik ketimbang akhirnya aku berkelahi dengan mereka.

Murid yang aneh, misterius, sombong, pintar, berlagak, tidak tahu sopan santun, kalem, cuek, dan... tidak mempunyai teman adalah deskripsi mereka tentangku.
Aku tak tahu pasti, aku tak pernah merasa kalau itu memang diriku. Tapi yang aku tahu, aku adalah aku, dengan kemampuanku yang sama sekali tidak diharapkan.

***

Langit biru dan awan putih, ya? Aku tahu mengapa Tuhan tidak menciptakan mereka sewarna. Karena dengan begitu mereka tampak jelas dengan perbedaan mereka yang indah. Sehingga orang yang memandangnya pun akan merasa tenang.

Sama sepertiku, di tempat setinggi ini aku bisa melihat indahnya langit. Sendiri tanpa siapapun. Ah! Ini adalah kebahagianku. Duduk, berbaring, bahkan tidak jarang aku tertidur di atap sekolah. Tidak ada murid yang sengaja datang ke sini, untuk menaiki tangganya saja mereka harus berpikir beberapa kali.Mereka hanya bisa menelan ludah.

Tapi aku adalah pengecualian. Aku rela waktuku terbuang demi datang ke atap. Karena hanya tempat ini yang bisa membuatku tenang dan damai.

"Kutukan?" hah aku hanya bisa tertawa mendangar kata itu.

Aku adalah salah satu dari mereka yang mendapat julukan sebagai murid kutukan di sekolah ini. Entahlah, di sekolah yang besar ini dengan beribu-ribu murid aku salah satunya. Bahkan aku belum bisa menemukan murid yang sama sepertiku. Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan mereka yang selalu mendapat perlakuan seperti ini.

Saat sedang asik dengan pikiranku, tiba-tiba aku mendengar suara yang jarang sekali kudengar. Aku tidak yakin dengan pendengaranku. Tapi aku harus berwaspada. Aku langsung bersembunyi di balik tembok sambil mencari tahu siapa yang telah membuka pintu.

Seorang petugaskah yang akan mengontrol keadaaan atap. Atau... ah tidak! aku tak berharap seseorang itu adalah murid sekolah. Tapi ternyata kekhawatiranku terjadi.

Seseorang itu ternyata murid sekolah, seorang murid perempuan. Aku tak bisa jelas melihatnya, karena dia membelakangiku.

Walaupun tidak terlalu yakin, tapi aku tahu apa yang akan dia lakukan di sini.

"Kau terlalu bodoh untuk melakukan hal semacam itu" tentu saja dengan nada suara yang tenang aku berusaha menasehatinya. Aku tahu suaraku yang tiba- tiba, pasti membuatnya kaget.

Dia menoleh ke arahku dengan mata yang sembab dan sesekali masih terdengar isak tangisnya.
"Siapa kau?" perempuan itu bertanya siapa aku? Aku pikir aku cukup terkenal karena julukan itu. Dan dia bertanya siapa aku?

EXCEPTIONWhere stories live. Discover now