The Day

22.9K 1.1K 130
                                    

Usia kehamilanku sudah memasuki bulan ke delapan. Aku semakin susah melakukan aktifitasku sehari hari karena perutku yang membuncit. Dan juga selama sebulan aku meminta Darian untuk tinggal bersama denganku dan Tito. Tentunya tidak mudah membujuk Darian tinggal disini. Aku harus mengeluarkan seluruh kemampuanku untuk merayunya. Aku juga meminta Tito ikut membujuk Darian.

Aku tak tahu mengapa dikehamilan pertamaku ini aku sangat sangat ingin selalu berada didekat Darian. Mungkin karena jenis kelamin bayiku perempuan hingga ia amat sangat ngefans dengan Darian.

"Yan."

"Apalagi Nash?" sahut Darian tak bersemangat.

"Aku pengen omelet sayur buatan kamu."

Semenjak hamil, aku mengubah cara bicaraku terhadap keluarga dan juga teman temanku menjadi aku–kamu, karena aku tak ingin nantinya bayiku meniru hal hal yang kurang baik.

"Nasha, laki lo tuh pinter masak, ngapain lo minta gue yang gak pernah ngotak atik dapur ini buatin lo makanan!" serunya kesal.

"Otak atik, motor kali ah," sahut Tito yang duduk disebelahku. Ia asyik mengelus perutku dan berbicara dengan bayi kami seakan bayi dalam perutku bisa membalas perkataannya.

Darian menghela nafas lelah, "Berasa babu gue disini."

"Baru ngeh lo Yan kalau lo selama ini dijadiin babu ama Nasha."

Refleks aku mencubit lengan Tito hingga ia berseru kesakitan.

"Sakit yang," ucapnya mengusap lengannya yang kucubit.

"Makanya, ngomongnya gak usah gitu. Aku gak pernah anggap Darian babu. Darian tuh malaikat penolongku, gak kaya kamu, nyusahin."

"Yang, itu kan bukan salah aku. Kamu aja yang sensi sama aku. Masa bulan kemarin kamu tiap lihat wajah tampan aku bawaannya muntah mulu sampai kamu harus pindah kerumah Daddy dan malah ninggalin aku."

"Makanya aku bilang kamu tuh nyusahin aku."

Tito diam, cemberut karena perkataanku sementara Darian hanya geleng geleng kepala dengan kelakuan absurd kami.

"Berasa nonton drama gue, sumpah." ucapnya meninggalkanku berdua dengan Tito.

"Yan, jangan lupa omeletnya ya."

"Bodo, buat sendiri. Gue mo pulang." ujar Darian yang suaranya menjauh. Sial, jangan bilang dia malah kabur. Argh!!!! nyebelin.

#

Hari ini rumah terasa sepi. Aku hanya sendiri bersama Mbok Nah. Sejak dua hari yang lalu Tito pergi keluar kota mengecek pembangunan cafe keduanya yang mengalami masalah hingga Tito harus turun tangan sendiri untuk mengatasinya.

Aku bosan berada dirumah, tak ada sesuatu yang bisa kulakukan. Hingga pada akhirnya aku berniat untuk mengunjungi Darian dikantornya. Sejak Darian kabur dari rumahku, sepertinya Darian mulai mengindariku. Ia jarang mengangkat telepon dan membalas pesan dariku. Aku ingin memberikan kejutan untuknya.

Sesampainya didepan gedung perkantoran milik Darian , aku kembali mencoba menelpon Darian karena sedari tadi ia tak mengangkat panggilan dariku.

"Duh, Yan kamu dimana sih? Kenapa gak diangkat telponku," gerutuku kesal.

Akhirnya, setelah kali ke tiga Darian tak menjawab panggilanku, aku memutuskan untuk langsung menuju keruangannya. Namun begitu sampai didepan ruangan, seorang perempuan dengan dandanan cukup menor yang kutebak sekretarisnya Darian menghalangiku dengan memegang pergelangan tanganku.

"Maaf ibu,ibu siapa? Kok seenaknya mau masuk keruangannya pak Ian?" ucapnya dengan nada judes.

Aku menepis tangannya,"Kamu gak tau siapa saya? Sekretaris baru ya?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NÄTÕ [ Nasha Tito Love Story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang