PROLOG

173 32 10
                                        

Kain putih kemerlap melambai penuh pada permukaan jernih beriak. Memercik ringan kulit pucat gadis alam. Menghapus karang mengganjal di antara ingatan.

Berdiri di atas ombak membelah lembaran kuning kehitaman. Matanya memicing miring menghadap sinar hangat mengukir patungan tubuh tak bergerak.

Datang satu per satu menuju hadapan pelita, seringai silau menutup durinya. Jauh semakin jauh, tinggi semakin tinggi. Permadani tergulung jauh, galah teracung tinggi. Ia oleng dan terhempas....

Davia terbelalak. Kornea hitam besarnya mendelik tajam menancap langit - langit kamarnya. Celah - celah tersingkap di antara gorden pastel, menampakkan sinar mentari yang masih jarang menyapa bumi yang merindu. Ia kembali memejamkan mata, tak berdaya dengan lukisan mimpi penuh tanya. Kelopaknya terbuka lagi, kali ini dengan pipi yang mengembung manis.

Davia membuka smartphonenya. Pukul 06.00, masih sangat pagi bagi Davia. Bayangnya mengawang lagi pada sosok - sosok alami di antara napasnya.

"Hhh.." Berat hembusannya. Menyingkap angin transparan. Hangat.

Stand by Wave [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now