Chapter 2

74 18 12
                                    

"Teman-teman mu? Untuk apa aku ikut denganmu untuk bertemu dengan teman-temanmu."

Niall pun langsung menghentikan langkah kakinya. "Ya tentu saja agar kau memiliki teman banyak. Kau kan tidak memiliki teman lagi selain aku."

Jadi, maksudnya aku ini wanita penyendiri? "Tidak perlu, lagipula aku lebih senang sendiri seperti ini. Kau tidak perlu menyuruhku untuk berkenalan dengan teman-temanmu itu. Lagipula, mereka semua pasti sama gilanya seperti kau."

"Kau yakin tidak ingin berkenalan dengan teman-teman ku yang lain?" Tanyanya dengan wajah yang sangat susah disignifikasikan.

"Ya sangat yakin sekali. Memangnya teman-teman mu yang mana yang akan kau kenalkan denganku?"

"Jika aku bilang, teman-teman dari band ku. Bagaimana?" Tidak mungkin, kuharap ia hanya bercanda.

"Kau bercanda." Tanyaku tergelak.

"Tentu saja aku serius, kapan aku bercanda? bahkan mengenai aku ingin membawa pulang bra-mu saja aku tidak bercanda,kan?" Tanyanya dengan mata menyipit.

Rupanya, si bajingan ini tidak main-main dengan ucapannya. "Baiklah! aku akan ikut denganmu untuk menemui teman-teman mu yang lain."

Kuharap, saat bertemu nanti aku tidak akan melakukan hal-hal yang aneh. Kuharap...

Setelah pamit kepada ibu ku, aku pun langsung meninggalkan rumah. Niall pergi saat aku sedang berpamitan kepada ibuku karena aku tidak ingin ibu melihatnya ada dirumahku. Saat sedang diperjalanan, kami hanya saling diam. Suasana didalam mobil sangatlah hening. Namun, tiba-tiba Niall memecahkan keheningan ini semua.

"Hazel?" Tanyanya, memecahkan lamunanku.

"Hmm?" Jawabku sambil masih memandang jalanan raya.

"Apakah kau pernah berpacaran?"

"Belum pernah, memangnya kenapa?"

"Benarkah? Itu sangatlah tidak mungkin jika kau belum pernah berpacaran. Maksudku, wanita secantik mu tidak mungkin belum pernah bepacaran."

"Aku memang belum pernah berpacaran. Lagipula, kedua orangtua ku tidak mengizinkan aku untuk berpacaran dulu." Dia pun tergelak, karena mendengar jawaban dariku.

"Kau ini seperti tinggal di zaman kuda gigit besi saja. Apakah kau tahu? Seharusnya gadis berumur 18 tahun sepertimu ini seharusnya sudah tidak perawan lagi." Dia tergelak lagi.

"Itu kan mereka semua, bukan aku. Lagipula aku sudah mempunyai prinsip untuk menikah dulu baru aku mau melakukan hubungan sex."

"Sayang sekali, padahal kan..." Belum sempat ia membereskan ucapannya. Tiba-tiba ia me-rem mendadak mobilnya. Batinku pun berteriak, sepertinya si bajingan ini mau membunuhku.

"Ada apa, Niall?!" Teriakku.

"Aku telah menerobos lampu merah haz, maafkan aku. Kau tidak apa-apa kan?"

"Untungnya aku tidak apa-apa. Kumohon, Ni menyetirlah dengan hati-hati. Bagimana jika kita nanti menabrak?"

"Iya, maafkan aku sayang. Aku janji akan menyetir dengan hati-hati." Ia pun langsung mengelus-elus pipi ku.

Akhirnya, kami pun sampai di sebuah cafe. Setelah niall memarkirkan mobilnya. Kami pun, masuk ke dalam cafe ber barengan. Tunggu, sepertinya Niall memang tidak bercanda. Di salah satu tempat duduk aku melihat beberapa lelaki yang sering kulihat di televisi. Oh tidak, kuharap aku tidak pingsan kumohon jangan sekarang.

"Hai lads!" sapa Louis.

"Wanita mana lagi yang sekarang kau bawa?" tanya Liam.

Oh tuhan, bantu aku untuk bernafas.

Last Chance [h.s]Where stories live. Discover now