dan ada lima yang diduga lari hendak bersembunyi ke apartemen kita. Kakak takut kamu kenapa-napa. Makanya dua jam lagi Kakak kesana menjemputmu. Kita bisa tinggal sementara di rumah Uncle Sam. Satu jam waktu yang lama, Clea. Gunakan sebaik mungkin! Okay?"

Aku menutup mataku, "Okay."

"See you later, Sweetie."

"Yeah."

Aku menutup panggilan tanpa membuka mataku.

Aku terus dalam keadaan seperti ini seraya mendengar detak jantungku yang berbunyi dengan teratur. Suara-suara yang ku dengar tidak ku gubris sama sekali. Tidak terasa sudah setengah jam aku berdiam seperti ini sejak tadi, dan baru menyadarinya sekarang.

Oh god! aku sudah membuang waktu setengah jam untuk hal yang tidak berguna. Dan dengan PINTU SERTA JENDELA TERBUKA LEBAR!?

Pasti kalau Kakak tiba-tiba datang dengan cepat lalu melihat apa yang kulakukan sekarang ia akan menyemburku dengan ocehannya tanpa henti.

Dengan tubuh gemetar serta pikiran-pikiran menakutkan yang tiba-tiba menghantuiku tentang, bagaimana jika pembunuh itu masuk? bagaimana kalau tiba-tiba pembunuh itu membunuhku dengan mengejutkan? bagaimana jika dia--ah sudahlah. Aku membuat langkahku menjadi lari kecil supaya lebih cepat menutup pintu dan jendela. Aku sedikit melongokkan kepalaku keluar sebelum menutup pinty, tepat ke lorong panjang di lantai apartemenku. Ku lihat semua orang sedang bersiap-siap dengan wajah panik serta langkah tergesa. Beberapa di antaranya sudah mengeluarkan koper-koper serta barang lainnya.

Menyadari bahwa aku ini bodoh dan lamban. Aku masuk ke dalam kamar, dan dengan cepat membuka kardus di pinggir meja belajar. Berisi baju-baju yang semenjak pindah belum aku pindahkan ke lemari. Mencari koper andalanku dan memasukkan baju secara acak.

Setelah selesai aku berdiri menatap sekeliling, seraya menggigit kuku berusaha menghilangkan rasa takut yang kembali mendera.

Tunggu! kamarku hanya berisi meja belajar, satu lemari tinggi, dan kasur. Jika pembunuh itu masuk...ya! dia tidak mungkin di meja belajar karena tidak ada celah yang mungkin akan menutupi tubuh besarnya. Kalau kasur juga tidak mungkin! karena di kolong kasur banyak kardus-kardus berisi novel-novel, barang kenangan Ayah dan Ibu, beberapa foto, dan masih banyak lagi. Jadi tidak mungkin!

Yang mungkin adalah...lemari! ya! lemari. Aku harus menguncinya segera. Dengan langkah cepat aku mengaduk kotak meja belajar dan mencari kunci berwarna perak itu.

Ssshhh. Sial! kenapa AC di kamarku rusak di saat musim akan berganti dingin dan penghangatku mati?

Seraya mengusap kedua lengan dan telapak tangan yang gemetaran entah karena ketakutan dan kedinginan, aku mengunci pintu lemari hingga dua kali putaran.

Oke! semuanya aman!

Mataku menatap jam dinding di kamar, dan itu membuatku terkejut. Maka dari itu aku bergegas mandi--yang membutuhkan waktu setengah jam--lalu mengenakan baju, dan bersiap.

Yeah, tepat sekali! kakakku datang saat aku baru saja memasukkan ponsel kedalam saku ketika selesai mengirim pesan kepadanya bahwa aku sudah siap.

"Honey!"

Kakak memelukku sekilas dengan erat dan melepasnya, "Ayo! kita harus cepat!"

Kakak membawa koperku keluar dengan tergesa. Aku menggeser tas kecilku ke sisi tubuh, lalu mengunci pintu apartemen. Kakak merangkulku di sepanjang lorong.

Ini aneh, lorong yang tadinya ramai menjadi sepi. Tapi koper-koper itu masih ada di depan setiap kamar, dan beberapa diantaranya sudah tidak ada koper dengan pintu tertutup.

Hmm, mungkin ini hanya kebetulan. Ya, kebetulan sekali mereka mengambil barang-barang penting ke dalam secara bersamaan. Orang bisa saja melakukan sesuatu secara sengaja tanpa mereka ketahui. Maka dari itu, mungkin tadi saat aku mandi juga ada yang secara bersamaan sedang mandi sepertiku, ahahaha.

Ups, untuk apa aku tertawa, ini dalam keadaan genting Clea!

Kami memasuki lift. Kebetulan sekali ada enam orang di dalam sana. Aku berdiri menghadap pintu lift membelakangi mereka.

Lima di antaranya laki-laki, yang satunya berbadan gemuk. Yang bertubuh gemuk itu wajahnya terlihat tegang sekali, lihat saja, tangannya yang berisi meremas keripik kentangnya dengan erat. Empat laki-laki kurus lainnya terlihat santai sekali, sepertinya ia kepribadian tenang dan terencana walau dalam keadaan genting. Oh jangan tanya, itu sangat keren.

Dan satu orang lainnya adalah seorang wanita berkaca mata, ia tidak dapat ku ketahui wajahnya karena ia sedang menunduk memainkan ponselnya, terlihat sekali ia ketakutan karena tangannya yang gemetaran. Kami turun ke lantai dasar secara bersamaan.

"Hei Clara."

"Owh Hei."

Aku tidak memperdulikannya ketika Kakakku terdengar sedang berbincang dengan seseorang.

Setelah ia selesai berbincang aku bertanya, "Siapa Kak?"

"Itu teman Kakak."

"Yang mana?"

"Yang gendut."

Aku mengangguk-angguk saja. Namun sedikit menoleh ke arah belakang karena penasaran. Yang kulihat, lelaki bertubuh gendut serta perempuan berkacamata itu sedang menatapku terbelalak. Keduanya tersenyum. Dengan tatapan khawatir. Aku membalas senyuman mereka seadanya.

Sampai di lantai dasar, dengan tergesa kami pun pergi ke rumah Uncle Sam saat itu juga.

Dari situ, sebulan telah berlalu. Kakak izin bekerja dan aku izin sekolah selama itu. Tapi bukan berarti aku akan berleha-leha tidak menentu. Aku tetap belajar seperti biasa setiap hari, dengan meminta kiriman foto dari catatan temanku, Elle.

Aku memutar lagu yang lain dalam ponselku karena merasa bosan dengan yang sebelumnya. Ya, aku tipe orang yang belajar sambil mendengar musik, tapi anehnya tidak suka suara yang lain.

Aku meringis seraya melepas earphone dengan sedikit kesal karena senggolan sikut Kakak yang duduk di sebelahku pada lenganku sedari tadi. Bagaimana tidak? ia menyalakan tv dengan volume besar yang membahas tentang pembunuh berantai itu dan teriak-teriak heboh mendengarnya sambil menyikutku. Dan itu sangat sangat sangat mengganggu.

"What!?"

Ia memegang kedua sisi tubuhku, lalu berbicara heboh, lagi.

"Pembunuh berantai waktu itu sudah aman semua Cle, lima pembunuh tertembak mati oleh polisi. Lima yang lainnya, yang pergi ke apartemen kita, empat diantaranya tertangkap, dan yang satunya lagi tidak ditemukan. Tapi tanda-tanda hidupnya udah nggak kebaca pelacak kalo dia masih hidup. Tanpa ada yang terluka disana. Dan pencarian itu dihentikan! It's amazing isn't it?"

"Ya ya ya, aku sudah dengar Kak," Aku menyingkirkan tangan Kakak dengan pelan, lalu kembali mengubah posisiku untuk membaca buku.

Kakakku kembali menonton tv dengan saksama.

Sebenarnya aku juga terkejut ketika Kakak memberi tau tadi. Aku hanya berpura-pura tau saja supaya Kakakku itu berhenti berisik.

Tapi, sebenarnya lagi, aku merasa lega sekaligus tidak percaya.

Bagaimana tidak? aku pikir tidak mungkin seorang pembunuh berantai bisa mati tanpa melukai orang lain?

Ah sudahlah. Aku harus fokus belajar sekarang.

Yak. Itulah Riddle cerita versi gue :'D moga nggak aneh yak!

Oh iya, gue mau ngenalin adek gue nih, namanya sunflavendchocs :3 mirip kan namanya? baca cerita dia juga ya~ jangan lupa vomment. Dan yang terpenting cerita gue nya juga muehehe :P

Thanks ya, lupyu lupyu buat yang selalu nunggu riddle (absurd) gue ini wahahaha :))

RiddleWhere stories live. Discover now