Almeera Khalya Abimanyu

65.9K 2.9K 176
                                    

Part ini pernah saya post di COM yang lama. Karena banyak yang nanya tentang si Almeera makanya saya post ulang.

Selamat baca yaaa. semoga suka :)

Almeera Khalya Abimanyu

"Al.. Bisa nggak kamu tenang sedikit. Coba lihat aku sekali saja sebagai laki-laki," ucap Gavyn.

Aku hanya bisa menghela napas. Sejak kapan aku pernah melihatnya sebagai sosok yang lain. Dari pertama aku mengenalnya sampai sekarang, dia memang seperti laki-laki tulen. Lalu apa yang dia minta kini? Melihatnya sebagai laki-laki? Tanpa disuruh pun aku sudah menganggapnya seperti itu.

Kugoyangkan lagi kakiku. Ya, aku semakin gelisah dengan arah pembicaraan kami yang sudah berjalan sejak setengah jam lalu.

"Kamu kenapa sih, Gav? Kamu mau bikin pengakuan ya? Kamu homo? Iya?"

Kali ini Gavyn melepaskan topi kebangaannya. Dia semakin terlihat gelisah ditempatnya sama sepertiku. Aku berdebar menanti jawabannya. Apa benar pria berseragam hijau yang gagah ini benar-benar memiliki kelainan seksual? Yang aku tahu, sejak dahulu Gavyn memang tidak pernah mendekati satu orang pun perempuan.

"Dua bulan lagi aku akan mendapatkan penugasan bergilir untuk menjaga perbatasan Indonesia dengan Timor Leste di Atambua." Gavyn berhenti sesaat. Terlihat wajahnya menjadi kaku. "Aku mau, kamu ikut denganku." Kali ini Gavyn menatapku serius, matanya yang tajam mebuatku bergidik ngeri.

Aku yang sedang meminum ice choco mintku langsung tersedak saat itu juga. Apa? Permintaan macam apa itu? Aku tahu, kami sudah berteman sejak lama. Tepatnya saat dia menjadi kakak panitia MOS, saat aku masuk SMA. Dia kakak kelasku, usia kami hanya terpaut 2 tahun. Cukup dekat memang. Sampai hampir sepuluh tahun berlalu kami tetap menjaga hubungan baik. Tapi bukan berarti dia rela mengajakku ikut menderita di medan perang seperti ini.

"Gavyn ... please deh. Tega banget sih kamu. Kalau minta temenin travelling sih, boleh ngajak-ngajak aku. Kamu kan di sana menjalankan tugas negara. Masa minta ditemenin sama aku? Gimana nanti kalau aku kena peluru nyasar atau kalau tiba-tiba aku jadi sandera? Aku aja selalu dapet nilai enam kalau ngambil nilai lari, gimana nanti aku bisa bertahan?" Aku emosi meluapkan setiap kata-kata yang tersusun dalam otakku dengan emosi bergelora.

Wajah Gavyn berubah merah padam. Aku nggak peduli dia marah sama aku. Harusnya kan dia mikir, kalau mau ngajak aku. Huhh, nggak akan deh Papa sama Mama ngijinin anak semata wayangnya pergi ke medan perang.

"Almeera Khalya Abimanyu, dengarin aku ya!" Aku tersentak untuk yang kedua kalinya. Ini sangat jarang terjadi. Gavyn memanggil namaku dengan lengkap. Tak lama, dia mengeluarkan kotak kecil berbahan beludru.

"Aku mau menikahi kamu." Gavyn membuka kotak itu. Ada cincin yang membuatku terpesona ketika melihatnya.

"Menikah denganku ya, Al? Aku rasa kita bisa jadi pasangan yang cocok." Baru kali ini Gavyn tersenyum merekah. Lalu dia menarik tanganku. Hendak menyematkan cincin itu dijari manis tangan kiriku. Aku yang sigap langsung menarik tanganku dengan cepat. Berusaha menyembunyikannya di bawah meja.

"Capek, Al, cinta diem-diem kayak gini. Masa kamu nggak pernah ngerasain sih?" Tanya Gavyn dengan sorot mata lembutnya.

Aku menelan ludah. Masih heran sendiri. Kenapa arah pembicaraannya jadi seperti ini. Bagiku, selama ini Gavyn adalah seorang sahabat juga kakak yang tidak pernah kumiliki. Aku akui, memang hanya dia yang paling mengetahui tentang aku selama ini. Tapi tidak pernah sedikit pun, aku berfikir menikah dengannya. Apalagi diusiaku yang baru saja menginjak angka 24. Apa kata Mama sama Papa. Mereka pasti habis menertawaiku. Apalagi, Papa, dia yang paling protektif terhadapku pasti akan menolak lamaran ini mentah-mentah.

The Chemistry of MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang