3. Ini Cinta?

24.1K 1.1K 88
                                    

Uki

Aku masih terpekur, menatap monitor komputerku dengan nyalang. Email yang baru saja dikirim oleh Pak Bimo, bagai berita buruk yang tidak aku harapkan. Semua ini bermula ketika salah satu pabrik Savior di Semarang mengalami kendala tentang hasil akhir salah satu trial flavour. Aku tidak begitu tahu persisnya, namun hasil akhir dari trial pabrik berbeda dengan hasil trial lab. Ini memang bisa terjadi, karena banyak faktor juga. Skala lab, biasanya tidak akan melebihi satu kilo produksi, itu pun dilakukan dengan manual. Skala pabrik, memiliki MOQ tersendiri, misal dry blend, biasanya minimum produksi dalam satu kali waktu adalah 40kg, demi meminimalkan kerugian. Atau spray dry, minimal harus 100kg. Tergantung dari jenis flavour yang akan diproduksi.

Masalah ini, awalnya aku tidak ambil pusing. Ini masalah team RnD karena berkaitan dengan technical, bukan team marketing. Namun, begitu aku membuka email dan membacanya berulang kali, aku mengerang pasrah. Pak Bimo juga memintaku untuk menemani Daniel, —karena dia technical director RnD Flavour—, Acha—QA dari Saviour—, dan aku. Bukan pergi ke Semarang yang menjadi masalahku. Namun menghabiskan waktu bersama Daniel. Betemu di kantor saja aku berusaha menghindari kontak langsung dengannya. Lha ini, aku harus menghabiskan waktu litterally hampir satu minggu bersamanya.

"Jadi bagaimana? Sudah jelas, bukan?" Aku melirik Daniel yang tumben-tumbenan tidak mengeluarkan lidah tajamnya. Anak itu begitu pendiam, dan aku malah mencurigainya. "Uki? Bisa kan?" Ini sebenarnya pertanyaan yang tidak butuh jawaban. Pak Bimo akan mencecarku jika aku menjawab tidak bisa hingga aku mengubah jawabanku menjadi bisa. Jadi, aku memutuskan untuk mengangguk. "Acha?"

"Saya available, Pak."

Pak Bimo manggut-manggut. "Daniel?"

"Oke." Oke? Daniel menjawab singkat, oke? Ada keracunan makanan ya Daniel?

"Bagus kalau begitu, saya sudah menyuruh Vivi untuk mengurus segala macam keperluan kalian. Booking hotel, tiket pesawat dan lainnya. Kalian hanya tinggal berangkat." Aku memperhatikan cara Pak Bimo menatap Daniel, ya, sejak kejadian aku memergoki keduanya di basement parkir mall, aku selalu mencari bukti sekecil apapun untuk bisa membuktikan kebenaran pemikiranku. Alasannya aku tidak tahu. "Have fun ya di Semarang."

"Yah, I wish!" Oh, mulut tajamnya muncul lagi. Aku kira dia keracunan tadi, atau hatinya dikembalikan setan, kalau Daniel masih punya atau masih ada yang tersisa. Kami keluar dari ruangan Pak Bimo setelahnya, dan aku masih tidak bisa menyingkirkan fakta bahwa aku akan menghabiskan waktu satu minggu bersama Daniel. Dan karena Vivi tadi memberitahuku bahwa aku dan Daniel akan satu kamar, pikiran bahwa aku juga akan tidur di dalam satu ruangan yang sama, entah mengapa mengusik ketenanganku.

***

Kami dijemput oleh sopir dari pabrik, yang melambaikan papan putih bertuliskan nama Daniel dari Jakarta besar-besar. Semarang panas, itu yang aku rasakan pertama kali begitu keluar dari bandara. Di Jakarta, 28 derajad celsius terasa 35 derajad celsius, di Semarang 28 derajad celsius terasa 40 derajad celsius. Aku dan Acha hanya membawa ransel berukuran sedang, sedangkan Daniel membawa satu koper dan satu ransel. Anak belagu itu tanpa mau repot-repot menyeret kopernya, sopir dari pabrik dengan kebaikan yang berlebihan membantu bawaan Daniel, sementara aku dan Acha dikacangin. "Kita langsung ke hotel, kan Pak?" tanyaku begitu mobil meninggalkan bandara.

"Saya disuruh Pak Robby untuk membawa Pak Daniel, Ibu Acha dan Pak Uki langsung ke pabrik, untuk sekedar meninjau lokasi, kata beliau." Aku melesakkan tubuhku ke dalam kursi penumpang semakin dalam mendengar jawaban Pak Sopir. Yang aneh adalah Daniel yang anteng, kedua telinganya tersumbat earphone, sesekali bibirnya terbuka, bersenandung pelan mengikuti lagu apapun yang sedang dia dengarkan melalui earphone-nya. Kalau sedang diam begini, Daniel itu manis ya? Maksudku, matanya yang terpejam, bibirnya yang merah sedikit terbuka dan kadang bersenandung. Aku melihat dia seperti anak kecil. Anak kecil yang sedang bandel-bandelnya. Namun kalau sedang diam bikin gemas. Sial! Kenapa aku sampai berpikiran seperti itu? Daniel tidak ada manis-manisnya!

BOTTOM (New Edit)Where stories live. Discover now