BAGIAN 9

1.9K 106 8
                                    

BAGIAN 9

“Andrea menghilang di hari yang ketiga”, desis Kimmy sambil menahan nafasnya. Kemudian ia mengulangi apa yang dibacanya barusan…

“Andrea…”, desisnya sambil memutar tubuhnya untuk melihat ke sekelilingnya. Ia pun menyelam lagi, terus dan terus…

Sampai-sampai, nafasnya seakan habis. Namun Andrea tidak ditemukan…

Selesai membaca ulang, Kimmy dikejutkan oleh bunyi telepon genggamnya. Ia sempat melirik sekilas ke jam dinding. Pukul sepuluh malam. Ia juga melirik gaun pengantinnya yang tergantung di handle pintu lemari pakaiannya.

Telepon genggam Kimmy berdering lagi. Ia pun mengangkatnya dan langsung bersuara, “Halo, sayang…” Senyuman lebar, terpulas di wajahnya. Ia tahu siapa yang meneleponnya. “Kamu belum tidur?”, lanjutnya. Kemudian ia terdiam, tampak mendengarkan lawan bicaranya. “Apa maksud kamu?” Ia bersuara lagi dengan kening berkerenyit sambil membekap mulutnya. Kemudian terdiam lagi. Suaranya sudah mulai mengisak kecil. “Sayang”, katanya dengan suara menipis yang gemetar, “kamu gak lagi bercanda, kan? Apa maksud kamu dengan… dia hamil? Dan kamu harus tanggung jawab?”

Suasana pun menjadi sangat hening. Kimmy tak bersuara lagi. Seakan ada batu besar menyekat tenggorokannya. Ia juga sulit bernafas. Seakan sebilah belati sedang menancap tepat ke jantungnya. Dan jantung itu enggan berdegup lagi. Kimmy mematikan telepon genggamnya dengan tangan yang sudah gemetaran…

“AAAAAAAAKKKKHHHH!!!”, pekik Kimmy sambil membuka matanya lebar-lebar. Ia melihat buku yang sedang dibacanya sudah terkulai ke pangkuannya. Ia baru saja terbangun kembali, setelah jatuh tertidur. Dan ia baru saja bermimpi buruk kalau nasibnya kembaran dengan Andrea.

“Hhhhh…” Kimmy melengos kemudian menutup buku di pangkuannya itu dan meletakkannya ke atas buffet di samping ranjangnya. Kemudian menggelosorkan tubuhnya ke bawah, agar nyaman. Dan matanya pun kembali terpejam.

Kimmy mulai tertidur. Dan ia tidur dengan lelapnya.

***

Dua hari kemudian…

Ruben sudah bergerak maju dengan perlahan, mendekatkan wajahnya ke wajah Kimmy. Hanya tinggal seinchi saja baginya untuk mengulum bibir Kimmy ketika telepon genggamnya berbunyi. Ruben beringsut mundur dengan cepat sementara Kimmy memekik, “Gak lagi-lagi, deh!!!” Ia menarik Ruben mendekat lagi tetapi Ruben bersikeras untuk menjauh dan memilih telepon genggamnya. “Halo…” Ruben bersuara di telepon genggamnya itu. “Baik, sus. Saya langsung ke rumah sakit.”

Ruben mematikan telepon genggamnya sambil melirik wajah mengkerut Kimmy, yang juga sudah melipat kedua tangannya di depan dada.

“Ada pasien lagi?”, tebak Kimmy sambil mendengus.

Ruben sudah melangkah ke lemari pakaian dan menyambar kemeja serta celana panjangnya dari situ. Lalu mengenakannya dengan terburu-buru.

“Ini malam kedua!”, protes Kimmy. “Kamu belum lama sampai, setelah mengurus pasien kemarin. Dan sekarang?”

“Sori, sayang”, kata Ruben. “Ini darurat. Pasien butuh dioperasi dengan segera.”

“Di hari bulan madu kita yang terpaksa gak bisa kemana-mana???” Kimmy sudah mendelik.

“Coba kamu pikirkan, nyawa yang bisa tertolong saat ini…”, sahut Ruben sambil mengenakan sepatunya dan bergegas keluar kamar. BLAM. Pintu menutup. Dan Kimmy pun menghela nafasnya. Tetapi kemudian, pintu berderit membuka kembali…

Ruben kembali muncul di kamar. “Kamu berubah pikiran?”, sentak Kimmy dengan mata membesar. Tetapi Ruben menggeleng. Ia mendekati Kimmy dengan cepat dan mengecup keningnya. “Aku cuma lupa cium kamu. Sekarang, udah”, katanya sambil tersenyum. Kemudian membelai rambut Kimmy yang kini sudah menjadi istrinya, lalu melangkah keluar kamar lagi. Dan… BLAM. Pintu kamar kembali menutup.

Gigitan PertamaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora