chapter 2

1.4K 55 1
                                    

Sudah 5 tahun ini, setiap tanggal 10 Januari, Ali selalu menghabiskan waktunya diluar dengan menatap kerlap-kerlip bintang yg tak terhitung jumlah nya.

"Tante akan marah kalau begini" kata Prilly. Gadis itu ikut duduk disamping Ali.

"Siapa peduli?" Balas Ali. Matanya yg hitam pekat tidak pernah lepas dari langit malam.

"Ali, apa dengan begini, kau bisa meliht Aron?" Tanya Prilly pelan. Aki tidak langsung menjawab, pemuda itu memejamkan matanya rapat2, menarik napas sebentar, dan bilang "iya."

Prilly tersentak. Sebentar lagi, sebentar lagi pasti air matanya keluar. Dan saat itu Ali akan marah padanya, berteriak menyuruhnya masuk ke dalam rumah.

"Hei jagoan, sedang apa?" Ali bermonolog, tangannya yg dingin, meremas bagian dada sebelah kiri yg terbaluk kaos biru. Menahan segala perasaan yg akan meledak sebentar lagi.

"Kak Ron, aku ingin dengar kata2 itu lagi dari mulutmu." Tetes demi tetes air mata mengalir menuruni kulit wajah Ali yg pucat. Selalu seperti ini. Ali tdk pernah bisa mengontrol emosinya jika bersangkutan dengan Aron.

"Ali, ayo masuk" suara Prilly. Tidak, bukan hanya suara nya saja tapi juga tarikan tangannya terasa.

"Apa yg kau lakukan?! Lepaskan!" Ali jelas berontak.

"Kau bisa sakit kalau diluar terus!" Prilly berusaha membut suaranya terdengar galak.

"Apa pedulimu?" Tanya Ali kesal. Tangan satunya yg bebas, berusaha menyingkirkan tangan Prilly yg entah kenapa semakin menguat.

"Dengar ya Li, aku tidak akan bersikap lembut lagi padamu! Kau tdk seharusnya cengeng begini," kata Prilly Tegas.

"Kau orang luar, tidak tau apa2 dan tidak berhak mengaturku!" Pegangan tangan Prilly terlepas, dengan langkah yg menghentak, Ali naik ke lantai atas. Meninggalkan Prilly yg terpaku akibat kata2 Ali barusan.

"Aliiii!!" Prilly tercengang, namun tdk berlangsung lama. Gadis itu berlari menyusul Ali ke lantai atas.

"Li, buka pintunya. Aku mohon, ada yg ingin aku bicarakan denganmu. Li!" Prilly menggedor pintu kamar Ali dengan keras berharap Ali mau membukakan pintu.

"Li!–"

"Diam! Jangan ganggu aku. Pergi saja sana!"
Sepertinya Prilly akan butuh waktu lama untuk membujuk Ali membukakan pintu.

"Li, ayolah.. kau belum makan kan?"

Alis Ali berkerut mendengar kata2 Prilly, tangannya mengusap perutnya, dan terdengarlah suara koar nyaring disana. Karena suasana rumah yg sepi, jadi terdengar jelas ditelinga Prilly. Gadis itu berusaha meredam tawanya dengan membekap mulutnya sendiri.

"Ehm, Li, aku tahu kau lapar. Jadi, bukakan pintunya ya? Aku akan membawakan makanan, setelah itu kita bisa bicara. Bagaimana?"

"Sialan! Pergi sana!" Ali melempar sepatunya kearah pintu bermaksud mengusir Prilly yg tdk lelah untuk bicara padanya.

Duk

"Hei hei kalau ingin melemoarkan sepatu kepadaku, buka dulu pintunya, Li! Kau tdk akan bisa mengenaiku kalau pintunya tertutup!"

Ali mendecih sebal.

"Ini sudah malam Li, aku tidak mau tante bangun. Keluarlah, jangan bersikap childish terus."

Kepala Ali rasanya akan meledak mendengar ocehan Prilly yg tidak ada hentinya. Ali bangkit lalu membukakan pintu. Terlihatlah wajah Prilly yg tersenyum ramah padanya. Ali hanya bisa mendengus kasar.

Prilly menarik tangan Ali, yg ditarik sepertinya sudah malaa untuk berontak, dengan terpaksa ALi menuruti apa yg Prilly lakukan.

"Duduklah biar kupanaskan dulu makanannya." Kata Prilly. Selagi menunggu makanan kembali panas, Prilly duduk dihadapan Ali.

"Hei, sudah 5 tahun loh, tdk bosan seperti ini terus?" Gadis itu mencoba mengajak Ali bicara. Ali masih diposisi semula membiarkan Prilly berbicara sendiri apa yg dia inginkan.

Alana berdiri mengambil panci sup dari atas kompor, dan meletakkannya diatas meja kecil di sebelahnya. Kemudian, gadis itu menuangkan supnya kedalam mangkuk besar, dan membawanya kehadapan Ali.

"Jagoan, makanan sudah siap"

"Hanya Kak Aron yg boleh memanggilku Jagoan

Prilly tertawa mendengarnya. Ali mendelik, ekspresinya suram sekali saat ini. Prilly semakin tertawa, dan itu membuat Ali geram.

"Apanya yg lucu sih?! Benhentilah tertawa seperti orang bodoh!" Ali sedikit menggebrak meja.

"Hei,hei, kau benar2 berniat membangunkan tante ya? Jangan childish begitu dong, Li" sahut Prilly kalem. Mungkin Prilly satu2nya gadis yg tdk mempan dengan gertakan dan tatapan sinis Ali, setelah mamanya. Tapi mamanya bukan gadis lagi. Jadi Prilly menjadi satu2nya.

"Kau benar2 menyebalkan. B*tch"

Mata hitam Prilly membulat, kaget mendengar kata2 yg terlintar dari Ali.

"Kau! Dari mana kau belajar kata2 kotor seperti itu hah?!!" Jari telunjuk Prilly mengarah tepat pada hidung mancung Ali. Yang ditunjuk malah cuek dan menjutkan makanannya dengan santai.

"Belajar dari kehidupan"

"A-apa?! Jawaban macam apa itu, Ali?!" Prilly mengeleng-geleng. Helaan napas terdengar dari mulutnya.

"Aku sudah kenyang." Ali beranjak dari kursi meja makan, meninggalkan Prilly yg lagi2 terpaku karena kata2nya.

"Heh, kau lupa kalau aku adalah Tuan Putri Kakakmu?" Bisik Prilly pelan. Mata hitamnya yg jernih, menatap sendu sebuah cincin yg tersemat dijari manis tangan kirinya.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Hello semua
Maafkan kali jelek ya soalnya masih amatiran.
Jangan lupa kasih saran ya, vote dan comment.
Byee

(Aliando Prilly) Semua TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang