EPISODE 1

31.1K 1.1K 17
                                    

Di bawah sinar bulan, aku melihat bayangan diriku di permukaan air danau yang tenang. Di sebelahku terpantul bayangan seorang pria. Dia tersenyum kepadaku dan memegang tanganku. Perlahan kami mendayung menuju ke tengah danau. Berada tepat di bawah sinar bulan yang semakin terang menyinari. Hanya hutan pinus yang menyaksikan kami. Sesekali suara burung hantu mengiringi setiap ayuhan dayung.

Di tengah danau kami berhenti. Tempat air tergelap. Aku kembali bercermin di permukaan air. Dia kembali tersenyum kepadaku. Lalu dia menghilang. Dia tidak ada. Hanya nyanyian lembut memanggil-manggil dan akhirnya...membangunkanku.

Ponselku meraung-raung, membangunkanku dari mimpi yang sama-seminggu terakhir ini. Jantungku berdetak sangat kencang. Aku menyambar benda kecil itu, menekan satu tombol untuk menjawabnya.

"Hello," sapaku dengan suara mengantuk. Jam digital di atas meja kecil di samping tempat tidurku menuliskan angka 4.10 pagi.
Hening di seberang sana. Aku menurunkan ponsel itu dari telingaku, nomor tak dikenal terpampang di layar.

"Hello, Victoria Hale di sini. Siapa ini?" tanyaku lagi.

"Oh, hai, Vic. Maaf mengganggumu. Ini aku, Nathan," suara di ujung sana akhirnya menjawab.

"Nathan? Maksudmu Nathan..Nathan Myles?" tanyaku tak sabaran sambil bangkit dari posisi tidurku. Otakku langsung bekerja ketika mendengar nama itu.

"Ya. Nathan siapa lagi menurutmu?" dia setengah tertawa.

"Look! Aku tahu kau sedang tengah terlelap tidur. Maafkan aku. Aku hanya ingin bilang aku sedang menunggu penerbangan lanjutanku ke London." lanjutnya.

"Apa katamu?" aku setengah berteriak. "Sekarang kau di mana?" tanyaku lagi.

"Aéroport Paris-Charles de Gaulle. Penerbanganku sekitar dua puluh menit lagi."jawabnya dengan bahasa Perancis yang fasih.

"Jadi, jam berapa tepatnya kau tiba di sini?" tanyaku tak sabaran. Otakku sambil menghitung.

"Hmm, kalau tidak delay, aku mendarat di Heathrow sekitar pukul 5.45 GMT. Kenapa?" tanyanya.

"Aku akan menjemputmu." jawabku sambil turun dari tempat tidur.

"Tak usah repot."

"Tak usah berlagak seolah kau tak butuh bantuanku. "kataku. Dia tertawa lepas.

"Baiklah. Au revoir, Vic" ucapnya.

"Au revoir, Nathan. Bonne rute" kataku. Kemudian sambungan terputus.

Aku menuju kamar mandi. Mandi air hangat pukul 4.10 pagi bukan masalah. Aku berdiri di bawah pancuran. Air hangat membasuh seluruh tubuhku, membawa pergi sisa mimpi semalam. Ah, aku pun sudah mulai lupa sebagian besar ceritanya.

Tak perlu mandi berlama-lama, pikirku. Aku segera menuju walk-in closet di kamarku. Memilih-milih baju yang hendak aku kenakan. Setelah beberapa lama memilih-milih, akhirnya aku memutuskan untuk tetap pada gayaku seperti biasa. Hanya bertemu Nathan, tak perlu dandan yang heboh.

Aku memutuskan untuk mengenakan chiffon shirt berwarna putih dengan dalaman tank-top hitam. Aku padukan dengan jeans berwarna putih dengan belt berwarna cokelat dan converse yang juga berwarna putih. Rambut cokelat panjangku aku biarkan terurai. Sentuhan terakhir, lip gloss. Aku berdiri di depan cermin, sempurna.

Aku menuruni tangga menuju ke lantai satu penthouse-ku. Ya. Penthouse. Hadiah ulang tahun ke-23 dari papaku, setahun yang lalu. Awalnya aku menolak hadiah ini. Meskipun hadiah ini, tentu saja, mewah. Menurutku penthouse ini terlalu luas untukku sendiri. Lagipula terkadang aku benci sendiri. Papa tetap memaksaku. Akhirnya, aku terima hadiah ini.

Under The Moonlight [COMPLETED]Where stories live. Discover now