Bagian 7 : Melamar

2.9K 138 1
                                    

***

"Pulang bersama siapa tadi?" tanya pria itu terdengar dingin. Tania meneguk air liurnya kelu. Ia takut mengucapkan sepatah katapun. Pria itu terlihat berantakan. Rambutnya terlihat awut-awutan. Dasi kantornya terlihat melonggar karena ditarik paksa. Namun semua itu tidak mengurangi ketampanannya. Farel.

"Te-temen kok," Tania menjawab dengan gugup.

Farel hanya mendesah panjang, ia kemudian langsung mendorong kursi roda Tania menuju lift, ke apartemen mereka.

"Kamu gak mencoba ngebohongin aku kan?" Tanya Farel tenang.

"Enggak kok, beneran" Jawab Tania penuh keyakinan. Tania tau ia berbohong adalah perbuatan yang salah, tapi mau bagaimana lagi, otaknya menyuruhnya untuk tak mengatakan kepada Farel bahwa tadi ia di antar dosennya, Brian.

Setelah itu tidak terdengar lagi pembicaraan di antara mereka. Tania hanya menggigit bibirnya bimbang. Ia berusaha menebak-nebak apa yang Farel pikirkan sekarang. Apa pria itu marah?

"Kakak kenapa ehmm... be-berantakan?" suara Tania memecahkan kesunyian di antara mereka. Jujur saja, sebenarnya ia sangat tak tahan dengan kesunyian tadi.

"Cuma lagi kesal." Jawab Farel cuek. Bersamaan dengan itu mereka mulai masuk ke dalam lift, kemudian Farel memencet tombol nomor lantai apartemen mereka tinggal.

"Kesal kenapa?" tanya Tania lagi.

"Tadi aku udah ngejemput tunangan aku. Tapi aku gak liat dia di manapun. Di telfon gak aktif. Muter-muter di jalanan gak ketemu."

"Kakak nyariin aku?" Tania tak dapat menyembunyikan rasa kagetnya. "Maaf ya, ponsel yang kakak kasih ke aku ketinggal di apartemen tadi," lanjut Tania dengan suara bersalah.

"Hmmhh ... " jawab Farel singkat, bukan seperti jawaban malah.

"Ihhh ... Udahan dong marahnya" Tania mendesah pelan. Antara kesal dan bete juga sih gara-gara dicuekin.

"Makanya jangan bikin aku cemas ... " kata Farel sambil meremas-remas bahu Tania pelan.

"Iya deh, maaf." Wajah Tania menunduk dalam-dalam.

Ting!

Bersamaan dengan itu terbukalah pintu lift dan Farel langsung keluar dari lift sekalian mendorong kursi roda Tania. "Jangan diulangi lagi ok?"

"Siap boss!" Jawab Tania bersemangat lalu meletakkan tangannya yang membetuk hormat di kepala.

***

"Laperrrr!!!" Rengek Tania di kesunyian dapur. Ia memandang nanar ke arah meja makan yang tak ada makanan apapun. Mau berjalan ke arah kulkas ia pun juga males, paling-paling isinya juga mie instan kesukaan Farel, kalau gak gitu cuma telur dan bahan-bahan makanan yang enggak ia kenal-karena ia gak doyan masak.

"Farel mau masak gak ya?" guman Tania sendiri.

Jangan dikira cowo pecinta mie instan kayak Farel gak doyan masak. Behhh pernah sekali waktu Ia dan Farel gak jadi makan di luar karena hujan, akhirnya Farel memutuskan untuk membuat mie instan di rumah. Tapi gak tau kenapa hari itu seperti hari sialnya Farel saja, pria itu kehabisan stok mie. Entah mie isi satu rasa bakso bal bal kesukaannya, atau mie isi dua yang bumbu minyaknya banyak banget.

"Udah, masak aja deh. Tuh ada daging ayam, terserah mau di apain" ucap Tania saat itu sambil menunjuk daging ayam di kulkas.

"Ogah amis!"

"Mau amis apa kelaperan?" Tania tersenyum smirk. Kondisi Farel saat itu memang baru pulang kerja, jadi jangan di tanya bagaimana keadaan cacing-cacing di perut Farel berdemo.

Eighteen AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang