4th 'Anniv' by Vaval

53 5 3
                                        

Pandanganku tidak lepas dari sosok pria nan tampan di depanku ini. Hasil maha karya Tuhan yang ... ahhh kau tahu ... sangat indah. Aku bersyukur sampai sekarang bisa mendapatkan cinta darinya. Kalau diingat-ingat dulu aku wanita yang selalu mengejar-ngejar dia. Siapa sangka pada akhirnya dia luluh dan jatuh hati padaku. Ahh ... memikirkan itu saja masih membuatku tidak percaya. Semua terasa seperti mimpi.

Oh ya ... btw, perkenalkan aku Anna. Dan dia ... my Prince ... my Hero ... my Love ... Ivan. Kita sudah lama bersama-sama dan seminggu lagi adalah hari jadi kita. Hari ini weekend kita yang entah sudah keberapa kalinya. Dan seperti biasa, setiap kami bertemu aku akan senantiasa memanfaatkan waktuku untuk merekam semua ekspresinya. Ketika dia tertawa, cemberut, kesal, ketika dia sedang berpikir, ketika dia sedang serius, semuanya. Semuanya akan aku rekam dalam ingatanku. Yah wajarlah, kami LDR. Tentu waktu untuk bersama sangat sedikit bukan? Oleh sebab itu setiap kesempatan selalu kami pergunakan dengan sebaik-baiknya.

Bukan berarti kami tidak pernah cekcok. Hanya saja, lewat setiap masalah kami akan coba mengambil pelajaran. Toh kami sudah sama-sama dewasa. Bila sedang 'berantem', kami lebih memilih mendinginkan diri masing-masing. Saat sudah merasa baikan, kita pasti akan berbicara baik-baik untuk menyelesaikan masalah. Aku akui, terkadang aku terlalu egois ingin selalu diperhatikan olehnya. Aku manja, aku suka marah-marah nggak jelas. Tapi lagi-lagi, sosoknya yang tenang dan bijak selalu mampu memperbaiki keadaan. Aku tidak tahu harus bersyukur bagaimana lagi mendapatkan pria sepertinya.

"Sampai kapan kau akan menatapku seperti itu, sayang?"

Aku hanya menanggapi pertanyaannya itu dengan senyum terbaikku. Dia balas tersenyum geli.

"Kau lebih suka berlama-lama menatapku ... atau menghabiskan makananmu dan kita akan menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, sayang?"

"Ahh kau merusak suasana saja," dumelku. Dia hanya tertawa dan mengacak rambutku. Dasar dia!

"Ah ya, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ucapnya berubah serius. Membuatku yang sedari tadi menopangkan kepalaku dengan kedua tangan segera menegakkan badanku menatapnya juga dengan serius.

"Jadi begini, kita sudah lama bersama. Seminggu lagi hari jadi kita yang keempat. Kurasa ... kita harus mengakhiri semuanya. Aku tak ingin membuang-buang waktuku ..."

Aku membulatkan mataku tak percaya. Apa aku salah dengar? Oh kurasa aku harus memeriksakan telingaku segera ke dokter THT.

"Kau bercanda?"

"Apa wajahku terlihat sedang bercanda?"

Dia malah balik bertanya padaku. Tanpa terasa air mataku meluncur begitu saja membasahi pipiku yang chubby - dia yang bilang begitu. Dan apa tadi dia bilang? Dia tak ingin membuang-buang waktunya? Jadi ... jadi selama ini dia hanya menganggap kami membuang-buang waktu? Hehh... permainan macam apa ini.

"Kenapa kau menangis, sayang?"

"Apa?" tanyaku kaget. Dia tanya kenapa! Dimana letak otaknya itu! Dia masih bisa bertanya kenapa aku menangis setelah dia berkata demikian padaku! Manusia macam apa dia!

"KAU MASIH BISA BERTANYA KENAPA?! SETELAH PERKATAANMU TADI, HUH?!" Aku tak bisa menahan semuanya. Tak kupedulikan tatapan pengunjung resto ini yang hampir keseluruhan menatapku. Dan dia ... lihatlah dia hanya mengerutkan dahinya bingung. Sebenarnya di sini yang salah bicara siapa? Aku atau dia?

"Kau kenapa, sayang. Jangan menangis. Aku tak suka melihatmu menangis seperti ini. Apa perkataanku salah? Kupikir kau juga ingin mengakhiri semua ini. Dengan aku melamarmu kita akan mengakhiri semua ini. Semua jarak ini dan kita akan bersama selama-lamanya," ucapnya lembut. Dasar! Selalu saja begitu setiap aku menangis. Eh tunggu, apa tadi dia bilang? Mengakhiri? Melamar?

4thmonthsary WriteCom PresentWhere stories live. Discover now