Ku dudukkan tubuhku ke kursi masih dengan Abi di gendonganku. Ku raih kepalanya lalu ku tempelkan dadiku ke dahinya. Panas.

"Ayah, tolong teh bunda di kasih gula sedikit" Suamiku dengan sigap melakukannya. Menyendok dan ditiup sebentar lalu di angsurkan ke mulut Abi. Hanya empat sendok yang berhasil masuk ke mulutnya.

"Ayah telpon gurunya Abi dulu kalau begitu. Sudah jangan nangis anak ayah" hanya di angguki Abi, tapi masih tetap nangis. Ku gendong depan lalu berjalan kecil sambil menepuk punggungnya.

Setelah beberapa saat suamiku kembali dari kamar. Dengan kardiganku dan jaket biru Abi di tangannya. Di raihnya tubuh Abi ke gendongannya lalu menyerahkan kardiganku yang langsung ku pakai dan jaket biru Abi yang langsung ku pakaikan dengan kupluknya di pasangkan.

Mbok Inem, asisten rumah tangga kami yang sedari tadi melihat kami hanya diam. Memandang kami dengan khawatir.

"kami pergi dulu mbok, tolong telpon Papa. Bilang saya nggak ke kantor hari ini" Mas Rehan bicara sambil berjalan dengan aku di sampingnya.

"Nggih Den"

Aku masuk ke mobil lebih dulu, lalu menerima Abi ke pangkuanku. Di pasangkannya pengaman, setelah itu dia masuk ke mobil. Setelah membunyikan klakson, Mas Rehan melajukan mobil menuju rumah sakit.

Ku tepuk-tepuk punggung Abi karena tersedak air liurnya. Nafasnya tersengal-sengal karena terlalu lama menangis. Mas Rehan cenderung diam tapi aku tau. Dia hanya sedang menyembunyikan kekhawatirannya.

Kepala Abi mendongak ke arah ku, matanya memerah, wajahnya juga bertambah merah karena badannya yang panas juga efek menangis. Air mata, Liur, dan ingus bertebaran di wajahnya. Ku ambil tissu di dasbor dan membersihkan wajahnya.

"Ndaa, minum"rengekannya di selingi isakkan.

Ku tolehkan kepala ku pada suamiku yang fokus menyetir sesekali melihat ke arah kami. "Ada air mineral, Yah?"

Dia melihat ke spion, lalu meminggirkan mobil. Di longokkan tubuhnya ke belakang. Mengambil air yang biasa dia siapkan di mobil. Memberikannya padaku.

"Ini sayang, minum dulu" ku angkat kepala Abi dari dadaku. Dia menggeleng menolak untuk minum. Suamiku melihat ke arahku sambil mengelus rambut putra kami.

"Minum susu Ndaa"isakannya kembali terdengar.

"Ssstt, iya nanti beli ya sayang. Ya Yah, nanti beli ya" suamiku mengangguk.

Abi menggeleng, tangannya masuk ke bajuku dan menyentuh payudara ku. "minum ini" suamiku melihat Abi horor.

"nggak ada airnya sayang"jawabku halus sambil menarik tangannya keluar.

Dia menggeleng dan kembali memasukkan tangannya ke dalam baju ku. Mas Rehan mendesah pasrah sambil menggigit bibir. Sifat ke kanakannya keluar seperti biasa, Hak milik dilarang berbagi. Dasar.

Ku tarik kembali tangan Abi, selain sudah tidak ada asi nya. Ini di mobil bisa di lihat orang. Bisa ngamuk orang yang di samping.

"Minum Ndaa"rengekannya kembali terdengar. Tangannya pun kembali di masukkan ke dalam baju ku. Lalu ku rasakan cengkramannya di Payudara ku.

"Aduh" teriakku reflek, Mas Rehan menoleh ke arahku dengan mata menyipit. Melihat ke arah tangan Abi yang masuk ke dalam baju ku. Dia melepaskan kemejanya, meninggalkan kaos putihnya.

"Berikan saja, barangkali mau diam" katanya sambil menyampirkan kemejanya menutupi tubuhku dan Abi.

"Yakin"kataku menggodanya yang di balas dengan delikan.

Ku angkat bajuku ke atas sebatas dada lalu mengeluarkan payudara dari cup bra dan langsung di lahap Abi dengan cepat. Ku gigit bibirku, selain geli tapi juga sakit karena Abi terlalu bersemangat dengan puting ku. Dan bagusnya, dia berhenti menangis.

Tak terasa ternyata mobil sudah kembali berjalan. Ku lihat Abi, nafasnya mulai teratur matanya terpejam. Sepertinya dia mulai tertidur.

"Nyesel mas pamer sama Abi tentang itu"gerutunya sambil menengokku sebentar lalu kembali fokus menyetir.

"Salah sendiri kenapa pamer, Abi kan cuman kemakan omongannya Mas yang bilang enak. Ya bukan salah Abi kalau itu" Suami ku memang sering pamer ke Abi, apalagi sejak Abi di sapih. Gencar banget godain anaknya.

"Iya iya, Mas yang salah deh. Sudah tidur?"

"Sudah" dan setelahnya kami hanya diam dengan dia meletakkan tangannya yang bebas di pahaku. Menepuk-nepuk pahaku lembut sambil sesekali mengusapnya.
Ku pandangi suami ku, bersyukur karena dia yang telah menjadi jodohku.

Cukup suami yang pengertian dan peduli dengan keluarga, tau kewajibannya sebagai seorang ayah dan imam keluarga. Masalah kaya, itu adalah bonus untukku. Dan kembali mengucap syukur, karena lelaki yang dulu ku tolak, menjadi suami yang bisa kami andalkan.

BundaWhere stories live. Discover now