Tapi dia bisa apa selain menikmatinya? Nicole selalu menasehatinya agar bergaul dengan orang-orang yang berbeda sifat dengannya agar dia terselamatkan dari kebosanan. Dan dia berusaha melakukannya semenjak dia berada di universitas.

"Bagaimana kalau setelah catatanmu selesai kita makan-makan?" usul Felicia.

"Kenapa?" tanya Leander sambil lalu.

"Karena kau sudah kembali," jawab Felicia sambil tersenyum lebar. "Kebetulan aku juga sedang lapar."

Dan Leander mengerti satu hal tentang Felicia. Meskipun dia sangat tidak suka tingkah laku gadis itu, suaranya yang nyaring—nyaris membuat telinganya sakit—dia tidak bisa menjauh dari gadis itu begitu saja. Bukan hanya karena gadis itu yang tidak menatapnya seolah-olah dia orang paling tampan, melainkan karena dia jatuh cinta pada gadis itu.

Felicia cantik. Well, itu menurutnya. Rambutnya sedikit ikal dan berwarna cokelat kemerahan. Matanya bulat dinaungi alis yang rapi, bulu mata yang lentik dan irisnya nyaris seperti madu. Tenang dan dalam seolah dia bisa tenggelam di mata gadis itu.

Dia bahkan tidak tahu sejak kapan, tapi yang pasti sudah terlalu terlambat baginya untuk berhenti mencintai gadis itu. Mungkin sejak awal seharusnya dia tidak mencoba mencari tahu kenapa dia tidak bisa membaca pikiran Felicia. Dan sekarang, dia menderita sendiri karena berusaha menghentikan perasaannya.

"Aku tidak bisa," balas Leander.

Felicia merengut, dan Leander menahan dirinya untuk tidak tersenyum melihat ekspresi gadis itu.

"Dia harus menyelesaikan catatannya, Felly." Andrew melirik catatan Leander. "Bagaimana kalau kau makan denganku? Aku traktir?"

Felicia berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah. Lean," ujarnya, "Jangan ke mana-mana. Kami akan segera kembali!"

Leander menatap kepergian kedua temannya itu. Andrew membukakan pintu perpustakaan untuk Felicia, dan merangkul pundak gadis itu sebelum akhirnya hilang dari pandangannya.

Sambil mendesah, Leander kembali melanjutkan catatannya. Itulah kenapa dia berusaha untuk berhenti. Andrew juga sangat tergila-gila pada Felicia. Dia bisa melihatnya dengan jelas isi pikiran laki-laki itu. Walaupun tidak bisa membaca pikiran Felicia, Leander yakin gadis itu juga menyukai Andrew. Tingkahnya menunjukkan demikian. Lagi pula, mana mungkin gadis seperti Felicia bisa jatuh cinta pada makhluk dingin sepertinya?

oOoOoOoOo

Leander menghempaskan tubuhnya di sofa ruang duduk setelah menjatuhkan tasnya sembarangan. Dia membaringkan tubuhnya, lalu memejamkan mata. Rumahnya dalam keadaan sepi, mengingat Nicole dan Justin sedang pergi ke sekolah Lucy dan Alena karena ada festival di sana. Leandra mungkin sedang bersama Daren. Kembarannya itu bahkan rela menunggu sampai jam kuliah laki-laki itu selesai asal mereka bisa pulang bersama.

Well, dia tidak sepetri kembarannya yang bisa mengutarakan perasaannya dengan santai, dan mengejar orang yang disukainya tanpa tahu malu. Leandra beruntung karena Daren akhirnya bertekuk lutut padanya, yeah meskipun kembarannya itu sampai menangis meraung sebelumnya. Lalu bagaimana dengan dirinya? Memangnya dia bisa merubah perasaan Felicia dari Andrew? Lebih baik dia tidak mencoba sehingga sakitnya tidak bertambah berkali-kali lipat.

"Wah, kau sudah pulang?"

Leander membuka matanya dan melihat Leandra tengah berjalan ke arahnya dengan segelas jus di masing-masing tangannya. Aneh sekali, dia tidak merasakan kehadiran siapa pun sebelumnya. Semakin lama rasanya tubuhnya semakin aneh. "Sejak kapan kau di rumah?"

"Sejak tadi," balas Leandra. "Di mana Daren?"

"Apa peduliku?" balas Leander tak acuh. "Mungkin dia ke hutan, dan tanpa sengaja seorang vampire menemukannya. Well, mungkin sekarang dia sudah mati."

LEANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang