Chapter 6 : Promise

Start from the beginning
                                    

"Mau bagaimana lagi? Aku tak punya kesempatan untuk melakukan apa yang kuinginkan. Baru hilang sebentar saja seluruh istana sudah panik. Merepotkan," keluh Ciel membuat Lynn lagi-lagi terkekeh.

"Saat ini, di desa sudah hampir memasuki musim panen. Kau mau kutemani untuk melihat-lihat sore ini?" tawar Lynn membuat Ciel menoleh menatapnya.

"Apa boleh?"

"Mengingat belakangan ini kau sudah berlatih cukup keras, kurasa tak ada salahnya jika meminta libur barang sehari. Aku akan bicara pada Tuan Eden nanti." Gadis maid itu kembali tersenyum manis.

#

Ciel memandang sekelilingnya dengan tatapan penuh minat, membuat Lynn yang menemaninya saat itu terkekeh kecil. Lucu baginya melihat sang Pangeran yang biasanya selalu berekspresi datar kini menampakkan raut wajah seperti anak kecil.

Ciel sendiri sebenarnya terkagum, sejak Lynn mengatakan sesuatu tentang desa, ia sudah dapat membayangkan tempat seperti apa yang akan ia kunjungi. Namun melihatnya sendiri saat ini benar-benar menakjubkan.

Pemandangan dan suasana desa yang cukup ramai, kesibukan warga desa yang ia lihat, rasanya seperti berada di dalam dongeng yang selalu ia baca ketika kecil dulu.

Sebuah tempat seperti desa-desa yang ada di Eropa jaman dahulu. Kereta kuda masih menjadi transportasi utama warga desa. Bangunan berdinding batu yang berjajar apik di sepanjang jalan, beberapa kios kecil yang tampak tradisional. Sungguh pemandangan klasik yang menyenangkan untuk dilihat.

Bugh.

Pemuda itu sedikit tersentak ketika tiba-tiba ada sesuatu yang menabraknya dari belakang. Dan ia mendapati seorang gadis kecil terduduk di jalan ketika ia berbalik, tengah mengutip beberapa butir apel yang jatuh dari keranjangnya.

Ciel sedikit berjongkok, mengambil sebutir apel merah yang menggelinding di dekat kakinya, lantas menyodorkannya pada si gadis kecil.

Gadis itu mendongak, menatap cerulean milik Ciel dengan iris hijau gelapnya. Ia tampak kaget. Lantas dengan cepat ia berdiri, kemudian menunduk di hadapan Ciel.

"Ma-maaf, Tuan. Aku tidak memperhatikan jalanku!" ucap gadis itu sembari menunduk berkali-kali.

Ciel tersenyum tipis. "Tak masalah," balasnya sembari meletakkan apel merah itu ke dalam keranjang sang gadis.

"Ini."

Ciel berkedip beberapa kali ketika gadis itu menyodorkan sebuah apel lain yang masih bersih dari dalam keranjangnya ke hadapan Ciel.

"Sebagai permintaan maafku," lanjut gadis itu lagi.

"Kau tidak perlu melakukan itu," balas Ciel tanpa ada maksud untuk menolak.

"Kumohon terimalah, Tuan."

Merasa tak enak jika menolak, akhirnya Ciel menerima apel merah yang disodorkan gadis itu. "Kalau begitu, terima kasih."

"Namaku Sulli. Boleh aku tahu namamu, Tuan?"

Kembali, Ciel tersenyum kecil. "Namaku Ciel. Tidak perlu memanggilku dengan sebutan Tuan, cukup Ciel saja."

"Ciel, ya?" Gadis bernama Sulli itu menatap Ciel beberapa lama, lantas kembali tersenyum manis. "Kau orang yang baik, ya?"

"Begitukah?"

"Tentu saja. Aku bisa merasakannya," Sulli mengangguk antusias. "Ahh, sudah sore, aku harus pulang sekarang. Wolf pasti menungguku," gumamnya tiba-tiba.

"Wolf?"

"Dia temanku. Baiklah Ciel, aku harus pergi. Sampai jumpa lagi," pamit Sulli sembari berlari kecil. "Makan apelnya yaa!" ucapnya melambaikan tangan pada Ciel.

Guardian of Light [REMAKE]Where stories live. Discover now