Part 14

4.6K 306 3
                                    

Menurut kata bik Imah, lelaki seperti Ali ini sering banget tukar ganti cewek. Perempuan selalu saja keluar masuk rumahnya. Kalau benar Ali kepingin menjadi seorang ayah, kenapa tidak tinggal milih aja sama salah seorang teman wanitanya untuk dijadikan isterinya yang sah dan bisa membina keluarga yang bahagia.

Ali menhampiriku dan duduk di sebelahku.

"Prill, kamu udah makan?" soalnya sambil memandangku, pandangan yang penuh keikhlasan.

"Belum Li, bentar lagi" jawabku.

"Yaudah, tapi jangan telat makannya ya. Jaga kesihatan kamu." kata Ali, aku hanya iyakan aja.

"Oh iya Prill, malam ini aku ada pertemuan sama rekan bisnis ku, tapi kamu gk papa kan kalau aku tinggalin kamu sama Kaila. Bentar aja kok, gk papa kan." seolah olah Ali keberatan buat pergi.

"Gk kok Li, kamu pergi aja. Aku sama Kaila gk papa kok. Jangan karna aku sama Kaila, bisa menganggu kerja kamu." aku memegang tangan Ali, hanya sekadar tidak mahu dia ngerasa serba salah.

"Pertemuan ini penting, kalau gk penting ngapain juga aku pergi." katanya perlahan.

"Ali, kamu pergi aja. Jangan karna ak sama Kaila kamu jadi serba salah. Kamu jangan khawatir, semuanya akan baik baik aja kok Li." aku memujuk Ali.

Perbualan kami terhenti apabila telefon milikku berbunyi, tanda ada panggilan masuk. Bila saja aku melihat screen di telefon ku, malas banget ak terima. Kalau aku terima pasti hati aku bakalan sakit lagi.

"Kenapa gk di angkat?" soal Ali.

"Mama yg nelefon." jawabku.

"Angkat aja Prill, kasi tahu yg kamu sudah selamat ngelahirin. Jangan bikin mama kamu khawatir," mujuk Ali. Mama Tari mengkhawatiri ku? Gk salah tuh? Demi Ali, aku mengalah.

" Assalammualaikum mama." aku memberi salam dan aku yakin aku bakal menerima amarah dari mama Tari. Namun aku sudah siap mendengarnya.

"Eh Prill, kamu di mana sekarang?" jawab mama Tari tanpa menjawab salamku.

"Sekarang Prilly ada di rumah temen ma," jawabku bohong. Mataku tidak lepas melihat Ali. Begitu juga dengan Ali. Seolah olah dia memberikanku kekuatan.

"Apa kamu sudah tidak tahu jalan pulang? Ha! Siapa yg mau ngejagain anak kakak mu, aku gk sanggup," marah mama Tari, oh jadi dia menelfon ku gara gara ini. Mama Tari lebih mementingkan anak kakak Sofie, siapa yg mahu ngejagain anaknya? Jauh sekali menanyakan keadaan ku dan keadaan Kaila, cucunya.

"Ma, Prilly sudah ngelahirin," dengan terpaksa aku memberitahu mama Tari akan keadaanku ketika ini.

"Hah!! Kamu sudah ngelahirin?" jawab mama Tari dengan nada kuat.

"Ha! Bagus kalau gitu Prill. Jadi sekarang ini aku gk peduli kamu sudah ngelahirin atau tidak. Kamu pulang, jagain anak kakak kamu. Aku capek," jadi aku di suruh pulang karna aku perlu menjaga anak kak Sofie walaupun aku dalam keadaan pantang? Dan sekali lagi, aku merasakan mama Tari dan kak Sofie memang gk ada hati. Kalau aku pentingkan kesihatanku, aku harus mengambil keputusan yg tepat. Kita gk tahu kemungkinan aku sakit dan yang pasti tiada siapa yg sudi membantuku. Di tambah lagi dengan adanya Kaila, jadi aku harus lebih sihat.

"Aku akan pulang setelah habis pantang nanti mah..." aku menjawab tanpa berfikir lagi. Dengan waktu yang sama Ali melihatku, wajahnya jelas seperti ingin tahu apa yg telah berlaku.

"Apa!" teriak mama Tari. Dengan pantas aku putuskan talian. Air mata sudah siap mahu membanjiri pipiku. Akhirnya gugur juga.

"Kenapa Prill?" tanya Ali.

"Mama nyuruh aku pulang Li, tanyain khabar aku gk, apalagi nanyain tentang Kaila. Apa mama gk tahu sku lagi dalam pantang," jawab ku dengan isakan.

"Sabar ya Prill," Ali mengenggam tanganku, dan waktu itulah air mata ku mengalir dengan deras. Sudah tidak dapat ditahan lagi.

"Li, aku bisakan tinggal disini sampai aku habis pantang, bisakan Li? Kalau aku pulang, aku pasti di nyuruh urusin semua pekerjaan rumah. Aku masih belum kuat Li," akhirnya dengan terpaksa juga aku merayu kepada Ali, sudah tiada jalan lain lagi.

"Kamu bicara apa sih Prill, iya jelas boleh benget lah Prill. Kamu bisa tinggal di sini sampai kapanpun, terserah kamu. Aku gk masalahin tentang itu, bik Imah juga bisa jagain kamu," jawab Ali dengan tenang.

"Lagipula aku gk bisa pisah sama Kaila, Prill." katanya lagi lalu mencium pipi Kaila.

"Makasih ya Li, aku sudah banyak nyusahin kamu," kataku.

"Sudah, jangan dipikirin lagi ya Prill. Yang penting, kamu harus ngejaga kesihatan kamu dulu. Kaila masih butuh kamu Prill, da sekarang kamu gk usah mikirin orang lain dulu ya," Ali berbisik perlahan, memberi kata kata semangat.

"Den Ali, air buat Kaila mandi sudah siap den," kata bik Imah.

"Iya bik, makasih ya," kata Ali ramah, lagi-lagi Ali mencium pipi Kaila.

"Kaila tinggal bareng papa lagi, papa seneng banget sayang." kata Ali ke Kaila. Ali kelihatan sangat bahagia. Apa karna keputusan yang telah aku buat.

"Hmmm, hujan rintik- rintik, air bergelombang. Kaila sangat cantik papa sangat sayang," Ali membuka baju Kaila dengan perlahan. Tersenyum aku mendengar pantun dari Ali, ternyata pinter juga Ali berpantun.

"Hujan rintik- rintik, tumbuh daun lalang, mama sangat cantik..." Ali terdiam seketika dan aku menunggu sambungannya.

"Papa sangat sayang..." Ali mengendong Kaila. Kelihtan dia tersenyum dan memandangku. Lain bener pandangan Ali kali ini. Terus aku tidak karuan, terdiam seketika dengan ayat terakhir dari Ali. Sewaktu mahu membawa Kaila ke tempat mandinya, Ali memandang aku lagi bersama senyuman yang tidak luput di bibirnya. Aku hanya mampu memandangnya.

HACKS kembali lagi ya guys. !! Maaf lama gk update, lagi sibuk. !! Maaf bnget yaa. Ini aja masih sempetin buat ketik, jangan lupa tggal kan saran dan jejak klian ya. Jgn jadi pembaca gelap loh. Love you guys.

H.A.C.K.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang