BAB 1 - HAIDAR

13.7K 225 4
                                    

"HAIDAR!"

"Ya?"

"Kalau kamu nggak mengerti cara kerja di dalam tim ini, sebaiknya jangan mengacau atau saya akan lempar kamu ke tim lain."

Aku tertegun sejenak setelah mendengar penuturannya. Arseila, berdiri di hadapanku dengan tatapan tajamnya dan bibir yang terkatup rapat. Wajahnya memerah, bukan karena merona malu. Tapi karena marah padaku.

Berbeda sekali dengan Arseila yang ada di memoriku. Waktu itu, di satu malam berbulan-bulan yang lalu, senyum selalu ada di wajahnya dan tawa tak sungkan ia bagi.

"Mengacau seperti apa yang kamu maksud?" tanyaku seraya menaruh tas laptopku di atas meja dan menyandarkan tubuhku di sekat kubikelku dengan Arkian. "Aku hanya melakukan sedikit perubahan pada struktur dasar. Arkian dan Theo sudah setuju."

"Kepala tim di sini siapa?" Arseila bersedekap dada. "Kamu konfimasi ke Arkian dan Theo, oke. Tapi kenapa nggak konfirmasi ke saya lagi? Kalau saya nggak cek malam tadi, bisa-bisa saya presentasi tentang hal yang nggak saya ketahui, Haidar."

"Kamu pasti tahu, Ars." Aku selalu suka ketika ia mengucapkan namaku dengan penuh penekanan, sebagaimana aku menyukai 'Ars' sebagai panggilanku untuknya. "Hanya perubahan di sistem menuju database-nya. Di detik ketiga kamu menyadari perubahan tersebut, kamu akan tahu detail perubahannya. Kamu jenius, dan hal seremeh itu nggak perlu kujelaskan."

Arseila mendengus kesal, yang anehnya terlihat manis di mataku. "Bukan perubahannya yang saya bahas di sini, tapi kelancangan kamu karena melanggar SOP yang saya terapkan pada tim ini."

"Aku minta maaf, oke?"

"Apa menurutmu dengan meminta maaf semuanya kembali seperti semula, Haidar?"

Suara denting lift yang samar-samar membuatku sadar, bahwa Arseila datang sepagi ini ke kantor hanya untuk membicarakan hal ini.

"Maaf memang nggak mengembalikan semua seperti semula, itu sebabnya ada polisi, bukan?"

Arseila tidak menjawab pertanyaan retorisku. Ia menatapku tajam, seakan memberi peringatan melalui tatapannya.

"Ingat SOP yang berlaku, Haidar. Kita terbiasa bekerja sistematis—tanpa melangkahi satu jajaran pun."

Kalimat itulah yang menjadi penutup perbincangan 'seru' kami pagi ini. Kemudian ia melangkah menuju ruangannya, menyapa Arkian dan Theo yang baru datang hanya dengan sapaan 'selamat pagi'.

"Kena semprot?" tanya Theo ketika pintu ruangan Arseila sudah tertutup.

"Cuma ngomongin masalah kemarin."

Aku beranjak menuju kursiku dan segera menyalakan komputer. Arkian yang kubikelnya bersebelahan denganku tertawa.

"Haidar lagi PDKT dengan cara anti mainstream, Bro."

"Kalau lo mau PDKT sama Arseila, lo kerjain semua project setahun ini sendirian. Gue jamin, dia bakal naksir lo."

Arkian mengamini usul tidak manusiawi Theo. "In relationship sama programmer adalah hal paling menguntungkan, apalagi kalau project setahun bisa langsung selesai."

Kami bertiga tertawa, tahu bahwa usul tersebut bukanlah usul paling brilian untuk seorang laki-laki yang ingin mendekati perempuan. Tahu apa sih dua orang ini tentang perempuan? 20 jam dalam satu hari hanya mereka habiskan untuk duduk di depan komputer.

Membuat dan mengembangkan program, bukan menjalin hubungan, tentunya.

***

"Tumben datang siang."

So Over YouWhere stories live. Discover now