Chapter 9 : Ready Guys?

30 1 0
                                    

Hari Jumat malam...

"Bagaimana? Sudah siap?" tanyaku pada teman - temanku, Aldi, Bryant, James, dan yang pasti Jonathan. Kita berlima sudah berkumpul disini, di depan sekolah, sejak jam 22.30, dan sekarang jam 23.15. Inilah saatnya kita berlima beraksi, untuk memecahkan misteri yang ditemukan Bryant di kebun sekolah. Sekarang sudah malam dan gelap sekali. Malam ini malam buta, karena bulan tidak muncul. Kita semua membawa senter, untuk berjaga - jaga waktu satu senter baterainya habis, jadi masih ada 4 senter cadangan. Di tengah malam buta begini justru tidak akan ada yang melihat kita karena terlalu gelap dan tidak kelihatan apa - apa.

Saatnya beraksi! Tapi sebelum itu, perlu kita pastikan bahwa semua yang mungkin akan dibutuhkan sudah dibawa. Aku menanyakannya pada teman - temanku, "Senter sudah siap semua?" "Siap." "Tali panjang?" "Sudah." "Baju dan celana ganti untuk cadangan kalau kotor?" "Ada." "Payung?" "Sudah." "Kompas?" "Ada." "GPS?" "Siap." "Baiklah, semuanya siap? Ayo kita berangkat!" "Ayo!"

Kami mengendap - endap menuju kebun belakang sekolah, tempat Bryant menemukan kedua lembar kertas itu. Pertama, aku, Jonathan, James dan Bryant sembunyi sementara Aldi mengintip ke kebun apakah ada orang disitu, mungkin tukang kebun atau guru yang mengobrol. Setelah sekian lama mengintip, Aldi menoleh dan mengacungkan jempol ke kami berempat, yang bertanda bahwa sekarang aman. Kami langsung maju menyusul Aldi, tetap dalam posisi mengendap - endap, karena siapa tau ada orang disitu. Aku baru saja mengeluarkan senter ketika Jonathan menyeretku kembali ke semak persembunyian kami. Aku kaget setengah mati. "Ada apa sih?" bisikku. Jonathan berkata dengan serius, "Tunggu dulu! Aku punya firasat buruk kalau kau menyalakan senter. Tapi entahlah apa itu." "Tapi bagaimana melihat jalan kalau tidak menyalakan senter?" aku protes. Seketika itu juga muncullah bulan purnama dari balik awan. Jonathan tampak senang, "Nah itu dia! Bulan purnama sudah datang dan kita tidak perlu menyalakan senter untuk melihat jalan. Masih kelihatan kan jalan setapaknya, biarpun hanya remang - remang." Aku memandangi kebun, lalu mengangguk. "Hei! Kalian itu! Masa bodoh, masa tidak tau bahaya besarnya kalau kita menyalakan senter disini?" tiba - tiba James sudah ada di dekat aku dan Jonathan. Aku dan Jonathan bingung, jadi dia melanjutkan, "Tentu saja kita akan langsung ketahuan orang. Kalau menyalakan senter, jadi kelihatan, bahkan dari jauh, bahwa ada orang berkeliaran disini." "Tapi bagaimana dengan bulan yang datang? Sama saja kan?" aku protes lagi. "Tapi ini lebih baik, Vicky. Ingat, cahaya oleh bulan hanya remang - remang, dan tidak seterang cahaya senter. Mengerti tidak sih?" James membentakku, tapi masih berbisik. Aku mengangguk.

"Hoi hoi! Kalian bertiga ini ngapain aja sih? Ayo cepetan dong!" kata Bryant yang datang. Aldi yang dibelakangnya menyahut, "Iya kalian ini bagaimana sih? Mau membuang - buang waktu hanya untuk bicara yang tidak penting?" Aku, Jonathan dan James tertawa kecil.

Akhirnya perjalanan di kebun dimulai. Tidak ada yang menyalakan senter. Pemandangan hanya diterangi cahaya bulan purnama yang remang - remang. Semuanya mengendap - endap dengan diam. Tidak ada yang berbicara sedikit pun, bahkan suara tapak kaki pun tidak ada, sehingga suasana sangat sunyi sepi. Tapi tanpa terdengarnya suara sedikitpun, artinya kebun itu aman. Biarpun gelap, kamu harus berani melewati ini semua, kataku dalam hatiku. Aku menasihati diriku sendiri untuk menjadi seorang pemberani.

Tiba - tiba, Jonathan terkejut dan memegang pundakku. Aku kaget setengah mati, begitu juga yang lainnya. "Ada apa Jo?"

Waduh! Ada apa ya? Kenapa ya Jonathan sampai terkejut seperti itu? Baca bab berikutnya!

Vicky's LifeWhere stories live. Discover now