Harapan(?)

302 22 0
                                    

Sebenernya malu banget post ini...
Tp ga boleh nyerah di awal, tetep memberikan yang terbaik.
Thank's udah mau baca.

----

Aurey's POV

~~~~

Reuben membuat moodku jelek pagi ini. Kenapa dia dengan begitu polosnya menanyakan hal gila. Dasar Reulien.

Aku berlari kecil saat mendekati pintu kelas. Saat ingin masuk, ada seseorang yang memelukku dari belakang. Siapa itu? Nafasnya menderu di telingaku. Aku parno, sekolah masih sepi.

"Maafin gue ya"

Sontak aku mengelak dari pelukannya dan kaget melihat orang itu. Huh, aku kira siapa(?)

"Duh sorry sorry drey. Gue semangat banget gini mau langsung minta maaf ke lo. Gue ga nyaman kalo hubungan kita jauh lagi, padahal lo baru pulang dari Sydney. Sorry ya buat kemaren."

"Aku kaget loh Rel. Pake peluk peluk dari belakang." jawabku dengan ekspresi terkejut. Hahaha jangan bayangkan, begitu jeleknya hingga mataku melebar.

"Ya kan biar so sweeetttt drey. Sama sahabat sendiri juga."

Aku hanya bisa tersenyum miring. Bisa-bisanya Cherrel melakukan hal seperti ini. Yah meskipun dia juga lebay dalam segala hal.

Kami bergandengan tangan menuju ke tempat duduk. Aku mengeluarkan headset. Kebiasaanku, mendengarkan musik. Tangan Cherrel menghentikan gerakan tanganku yang sedang ingin memakaikan headset ke telinga.

"Lo maafin gak sih? Diem aja kek penjaga perpus." Cherrel bertanya dengan serius. Aku tahu itu, terlihat dari garis wajahnya yang sekarang menegang.

"Emangnya masalah apa? Aku aja gak ngerti."

"Yaelah. Itu kemaren, kan lo jadi pulang sendiri."

"Biasa aja ah. Kan emang seharusnya pulang sendiri."

"Ya nggak biasa lah. Kita kan udah bikin perjanjian buat pulang bareng selama sekolah."

"Gausah rel. Pak Amri juga kayaknya keberatan gitu. Ga enak jadinya."

"Lo masih marah?"

"Nggak lah rel. Itu seriusan deh. Bukan karena aku marah sama kamu."

Cherrel hanya mengangguk dan masih mengucapkan maaf. Kuberikan senyum dan begitu pun Cherrel.

Satu per satu teman teman kelas masuk. Kelas sedikit lebih ramai dari sebelumnya. Hingga akhirnya kelas penuh. Bahkan Mikha dan Sarah pun ada. Mereka tetap sama, selalu penuh tawa.

Bel pun berbunyi. Aku berusaha sekeras mungkin ubtuk mengabaikan Mikha dan Sarah. Meskipun sulit. Karena mereka tepat dua bangku di depan kami.

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku lega, setidaknya aku sudah melewatkan beberapa kejadian menyakitkan hari ini.

Kejadian dimana Mikha dan Sarah bermesraan di kantin. Kejadian dimana Mikha dan Sarah saling berkejaran di lapangan, berebut bola basket.

Huh, setidaknya aku bisa membiasakan diri. Mari pulang, lakukan rutinitas.

"Eh, ada satu hal lagi yang gue pengen omongin ke lo." Cherrel angkat suara setelah dia selesai membereskan mejanya.

"Hmmm?" kutanggapi dengan serius. Aku tahu Cherrel nggak suka dicuekin.

"Maafin gue yang gak ngertiin lo selama ini. Seharusnya gue sadar, mulut lo terlalu kelu buat ngakuin semuanya. Seharusnya gue peka, kalo lo ternyata menyiratkan semua cerita lo selama ini lewat tingkah lo. Lewat sikap lo buat hadapin tiap kejadian yang semakin hari semakin bikin lo luka."

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang