Vanilla - 1

334K 8.8K 246
                                    

"VANILLAAAA KIARAAAA BANGUUUNNN!"

Suara bencong milik Vandy kakak laki-lakiku memekakkan telingaku di pagi hari yang cerah ini. Aku tidak tahu sebenarnya dia laki-laki atau perempuan karena jika dia teriak suaranya benar-benar seperti perempuan.

"IH MAMA VANILLA GAMAU BANGUN TUH MA!"

Kali ini suara milik Vika kakak perempuanku memekakkan telinga. Ya Tuhan, pagi-pagi saja sudah seperti ini.

"MAA VANILLA TUH MAA!" teriak mereka berdua.

Aku menggeliat di atas kasurku dan mencoba untuk membuka mata. Sejenak mengerjap-ngerjapkan mata untuk menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang masuk melalui jendela kamar.

"Pada bacot-bacot banget tau ga," ujarku datar masih merem melek.

"Ya jelas bacot lah kita! Tuh liat jam berapa sekarang!" pekik Vika sambil menunjuk ke arah jam weker di meja samping tempat tidurku.

Aku menoleh ke arah jam weker dan, "DEMI APA JAM TUJUH KURANG DUA PULUH MENIT?!" sekarang aku yang histeris.

"DEMI TU-HAAAAN," teriak Vandy meninggalkan kamarku seraya cengengesan. Virus eyang subur memang sudah membabi buta.

"Cepetan sana mandi! Tuh Rega udah nungguin daritadi di bawah!" Vika melempar sebuah handuk kepadaku dan dengan tangkas aku menangkapnya. Buru-buru aku lari ke kamar mandi lalu mandi ala kadarnya serta gosok gigi.

Tidak sampai 10 menit aku telah siap berangkat ke sekolah. Ini sungguh rekor dunia! Bagaimana bisa seorang murid berseragam putih abu-abu bersiap-siap ke sekolah hanya dalam waktu 10 menit? Hanya aku yang bisa, dunia. Ingat itu!

Mama, Papa, Vika, Vandy, dan Rega tengah duduk di meja makan. Vika dan Vandy masih sibuk berebut selai kacang. Sedangkan Rega asyik melahap rotinya.

"Iss apaan sih Rega cepetan berangkat malah asik makan lagi lu!" ujarku saat sampai pada tangga terakhir. Bergegas cepat ke meja makan dan mengambil selembar roti tanpa selai dan langsung menyambar tangan Rega yang sedang memegang roti.

"Woy mandi apa mandi tuh cepet banget gila," sahut Vandy.

"Diem lu ah - CEPETAN REGA BE-RANG-KAT!"

"Vanilla, jangan teriak-teriak gitu dong," sela Mama.

"Iya maap Ma - Reg-"

"Iye bentar,"

"BERANGKAT DULU YA SEMUAAA - JANGAN RINDU PADAKUUU!" teriakku di ambang pintu. Membuat Mama dan Papa hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahku.

Pada akhirnya aku berangkat juga dengan Rega. Dengan motor gede berwarna hitamnya seperti biasa. Rega sahabatku dari SD. Lebih jelasnya nanti saja deh, nanti juga tahu sih sebenarnya.

"Lo mandi apa mandi sih tadi?"

"Hah? Apaan?" suaraku jadi samar-samar karena mulutku di penuhi oleh kunyahan roti. Lagipula suara Rega tidak terdengar karena jalanan ramai sekali.

"Lo mandi apa mandi tadi, budek!"

"Kurangajar lo!" ku tempeleng helm nya dari belakang.

"Kebiasaan lo nempeleng-nempeleng. Lo gatau itu bahaya? Bisa aja gue tiba-tiba oleng terus gue ga bisa ngendaliin diri terus-"

"OW OW OW I REALLY DON'T CARE! EVEN IF THE STAAARSSS-"

"Berisik! Suara lo fals,"

"HAA BODO,"

Buru-buru aku turun dari motor Rega dan berlari-lari sebisaku. Akibat dateng hampir-hampir terakhir motor Rega kebagian parkiran yang lumayan jauh dari pintu gerbang untuk para siswa-siswi masuk.

"Tungguin woy!" kata Rega di belakangku dan berusaha mengejarku. "Ih mampus lu gue balap!" dan sekarang posisinya Rega berada di depanku.

"Ngeselin banget sih! Tungguin woooyyy!"

"Boam," Rega malah melambai-lambaikan tangan ke atas sambil berlari. Membuatku kesal karena ulahnya.

Tepat sekali Bu Siska, sang guru BP hendak menutup gerbang aku dan Rega masuk. Kami hanya cengar-cengir kuda kepadanya dan di balas dengan delikan maut oleh Bu Siska. Aku dan Rega beda kelas. Namun, kelas kami bersebelahan. Aku masuk ke dalam XI IPS 2, sudah ramai oleh anak-anak yang tengah sibuk dengan urusan masing-masing.

"Gaasik lo ga telat," kata Bagas.

"Maksud looo?"

"Ya kan kalo lo telat seengganya ada hiburan gitu buat kita," tambah Ifa.

"Emang lo ya pada temen macem apaan sih,"

****

Pelajaran sosiologi memang paling membosankan seluruh dunia. Sepanjang pelajaran aku hanya mengetuk-ngetukkan pulpenku ke atas meja sambil beberapa kali menguap. Kulihat sekeliling kelas sama bosannya denganku.

"Karena hari ini ada rapat guru-"

"Kita free nih pak?" sambut Bagas antusias.

"Ya, sebagai gantinya kerjakan hal-"

"ASIK GILAAA!" teriak satu kelas.

Pak Rusdi selaku guru sosiologi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku anak didiknya. Ia keluar dari kelas dan kami pun merdeka.

"Eh, main yuk main," ajak Bagas, siap dengan kesepuluh jari tangannya.

"Yuk, yuk," sambutku dengan Ifa.

"A B C lima daaaaasar! A, B, C, D ---- M!"

"Gue gue gue," kata Ifa. "Apa yang di lakuin Pak Rusdi pas rapat guru?"

"Emmh, mewek!" Bagas menggebrak meja dan membuat jari-jari tangan kirinya membentuk pistol.

"M - M - Ah, gue tau! Macarin Bu Siska! Huahahaha," kataku sambil tertawa-tawa.

"Gue, gue, ya jelas dia lagi menikah lah sama Bu Siska!"

"HAHAHAHA ANJIR!"

"Lagi lagi, A B C lima daaaaasar! A, B, C, D, ---- L tuh L!"

Tanpa permisi Rega masuk ke dalam kelasku. Tampangnya sama kesenengannya denganku dan lain-lain. Pasti kelasnya juga tidak ada guru.

"Ke bawah kek lo semua kelas gue mau maen basket nih sama kelas ujung," kata Rega.

"Ikut dong gue," kata Fadli, ketua kelas. Dan semuanya menjadi riuh kembali. Apalagi yang cewek-ceweknya.

"Gue ya gue," kataku tak menghiraukan suasana kelas. "Iss Ifa! Bagas! Dengerin gue!"

"Iya iya maap bos,"

"Apa yang di lakuin Rega kalo abis main basket?"

"Apaan tadi? L ya? Jelas lompat-lompat lah, pendinginan gitu ceritanya,"

"Ha bego,"

"Gue gue gue! Emm, liatin bokep!" sontak kami bertiga tertawa keras.

"Dih ngomongin gua lu pada ya!" tiba-tiba Rega sudah berada di antara kami.

"BUBAR BUBAR," teriakku.

****

Vanilla [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang