Musnahlah.

859 29 8
                                    

"Halo?"

"Ya, silahkan suruh masuk ke ruangan saya."

Aku menunggu seseorang.

Ya. Seseorang yang ternyata akan masuk kembali di kehidupanku setelah lama aku tak bertemu dengannya. Tapi, aku masih mengingat jelas wajahnya itu. Dia tak banyak mengalami perubahan walaupun sudah bertahun - tahun.

Ceklek

Mataku mengarah pada sosok laki - laki yang membuka pintu ruang kerjaku. Dia bertubuh jangkung, memakai kemeja merah maroon dengan celana bahan berwarna hitam. Sepatu hitamnya membungkus kakinya. Aku lihat dia memegang map berwarna coklat. Dia memegangnya dengan kuat. Seakan itu semua pertahanannya sekarang. Ya, aku tau itu memang harapannya. Tanpa membawa berkas - berkas itu, dia tidak akan bisa melamar kerja disini.

"Permisi pak."

Sopan. Dia sekarang sopan.

"Ya, silahkan duduk."

Dia duduk dihadapanku dan meletakkan mapnya diatas meja. Pandanganya terarah padaku, sorot mata yang kutemui kali ini begitu sopan memandangku. Bukan sorot mata terakhir kali aku ditindasnya habis - habisan dan akhirnya aku memilih keluar ekskul.

Aku membuka mapnya dan membaca satu persatu yang ada didalam map itu. Aku HRD disini. Aku yang bertugas dalam hal ini.

"Hm," gumamku samar, namun dia tertarik melihat kearahku dengan pandangan cemas. Aku bisa melihat dari mataku yang sedikit meliriknya.

"Bagaimana Pak?" tanyanya dengan hati - hati dan sopan. Dalam pertanyaannya ada sorot kekhawatiran yang begitu besar.

Aku tau penyebabnya.

"Kenapa kamu dikeluarkan dari Medika Utama?" tanyaku to the point.

Tepat. Dia langsung menundukan wajahnya dihadapanku. Kemenangan ada padaku sekarang.

"Maaf pak itu masalah pribadi."

Ohhh... pribadi ya...

Tapi ini penting...

"Saya tanya langsung saja. Saya tidak suka bertele - tele. Kenapa kamu tidak sopan dengan Pak Arya?"

Keringat semakin membanjiri pelipisnya.

"Saya sopan, tapi saya memang punya masalah dengan... Pak Arya," jawabnya dengan nada terlampau pelan.

"Masalah? Tapi, bisa kamu selesaikan dengan baik kan?" tanyaku dengan nada sedikit ditekan.

Dia menunduk lebih dalam. "Maaf Pak, saya menyesali perbuatan saya waktu itu."

Aku tau dia tidak akan pernah menyesali apa yang sudah dia perbuat. Seperi kata -katanya waktu dulu.

"Sudah minta maaf dengan Pak Arya?" tanya ku padanya.

Dia orang yang keras kepala. Mau dia yang salah sekalipun. Dia tak akan meminta maaf. Seperti katanya dulu.

"Su...dah.. Pak."

Bohong.

Arya itu temanku. Dan dia juga bernasib sama sepertiku ketika dulu kuliah. Sekarang, Arya sudah menjadi bos besar di Medika Utama. Perusahaan ternama yang sudah pasti semua orang tau. Dan bodohnya lelaki dihadapanku ini berurusan dengan bosnya. Sudah baik diterima diperusahaan besar itu. Masalah membuat masalah. Hampir semasa hidupku aku mengenal dia, kakak kelasku ini selalu membuat onar.

"Ohh.. bagus."

Dia menghela napas dan langsung menatap kearahku. Aku yakin dia lega.

"Setelah saya pikir - pikir. Kamu bisa masuk dalam kriteria karyawan yang dibutuhkan disini."

Basketball RevengedWhere stories live. Discover now