Chapter 8 Merella Lay

Start from the beginning
                                    

"Yah... Yah, terlalu banyak omong." Ia memutar bola matanya, aku mengerutkan dahi. "Bisakah kita mulai sekarang?" Gadis itu meraih lenganku dengan manja dan memainkannya. "Aku tak sabar."

"Memulai apa?"

"Oh, kau akan menyukainya." Ia tersenyum. "Ucapanku, tentu saja." Merella melepaskan tanganku dan menyodorkan tangan kanannya. Aku menatap wajahnya sebentar, mukanya menampakkan kesetiaan dan keramahan. Dan saat aku hendak menjabatnya, aku salah.

***

Aku terpental sejauh sepuluh kaki dari tempatku dan mendarat  di tanah dengan wajah terlebih dahulu. Sebagai hasilnya, kurasakan hidungku patah dan mengeluarkan darah. Aku mengeluh sebentar dan mencoba bangun, rasa pening kepala merambat kembali, dan kini ditambah rasa sakit di hidungku. Aku kembali terbaring dan membuka mata perlahan. Merella berdiri di depanku. Ia tidak tersenyum dan tangannya diselubungi oleh cahaya hijau gelap. Aku membalikkan badanku dan merangkak menjauhinya. Gadis itu berjalan pelan dan mengikutiku dari belakang dan sesekali menendang kakiku dengan sepatu tingginya. Aku pun tak kuasa menahan rasa sakit dan lelah dalam diriku sehingga aku berhenti dan diam di tempat. Merella Lay kembali menatapku, lalu saat aku mengedipkan mata, Ia menghantam perutku dengan tangannya dan membuatku menjerit keras. Kurasakan pedihnya perutku dan darah yang keluar dari mulutku. Aku hampir menangis, aku tak tahu apa yang terjadi dan tiba-tiba saja aku dibunuh.

"Kukira kematian Gradon membuat rencanaku dan ayahku berjalan lancar..." Merella Lay berkata dan menendang kepalaku dengan sepatunya. "... Dan kau tahu apa, Hatter? Kukira Algo berada di pihak Martial!" Satu tendangan lagi di kepala, dan kali ini Ia menendang di bekas lukaku. Aku meringis dan menitikkan setetes air mata. Dunia kembali berputar seperti saat kontrak berlangsung, namun bedanya tak ada Algo disini.

"Hhh..." Aku mencoba bernafas dan berdiri dengan sisa kekuatan, malangnya, Merella melihatnya dan hendak kembali meninjuku. Tapi aku mengambil langkah pertama.

"Ti... dak!" Aku memaksakan badanku dan menahan tangannya dengan tanganku. Merella terperanjat, cahaya hijau ditangannya makin membesar dan memakan tanganku. Rasanya seperti membakar tanganku dan menekannya. Namun aku terus memaksakan kehendak dan mendorong tanganku dan mengembalikan cahaya hijau padanya.

Merella Lay terhempas dari tempatnya dan jatuh terjerembab. Cahaya hijau merasuki tubuhnya dan membuatnya muntah darah dan lebam di sekujur badan.

"Maafkan aku." Aku memanfaatkan waktu untuk berlari darinya sejauh mungkin, tapi yang bisa kulakukan hanyalah merangkak dan menyeret diriku dengan siku.

"Kau... Kau tidak boleh pergi!" Merella menjerit dan melempar bola hitam padaku. Aku tak bisa mengelak, bola itu masuk ke dalam diriku dan menyebabkan sirkulasi darahku terhenti sebentar dan membuatku merasakan sakit yang luar biasa. Aku menjerit terus menerus. Aku merasa jantungku diremas dan di ditusuk pada saat yang bersamaan, terlebih kepalaku yang terasa mau copot sepanjang waktu membuatku mual dan pusing. Saat itu aku masih bisa menahan tangisanku, lalu secara perlahan aku membiarkan diriku tak sadarkan diri di tanah. Meresapi sesuatu. Mungkin kematian. Tapi bisikan halus dan tangan yang menopangku membuatku kembali bangun.

Itu Algo. Ia membisikkan namaku dan menggoyangkan badanku agar aku bangun. Well, aku bangun. Dan tangisanku pecah saat melihat mukanya. Aku tak dapat menahan rasa sakitnya, dan aku juga senang Ia datang untukku. Algo menggengam tanganku yang terbakar, Ia berulang kali mengatakan semuanya akan baik-baik saja, dan yang bisa kulakukan hanyalah mengedipkan mataku dan bernafas pelan.

"... Aku... Aku belum mati." Merella Lay bangun dan memegang dadanya seakan menariknya. Sorot mata gadis itu kini menyala-nyala. Ia berdiri dan membuat tanah bergoyang. Algo menggeram, dan untuk pertama kalinya kulihat Ia merasa tertekan oleh suatu hal.

SchadenfreudeWhere stories live. Discover now