Chapter 1 That Boy, Starting

5K 28 6
                                    

Chapter 1 That boy, Starting

            Hari ini memang panas, kuakui. Tapi aku bersumpah akan lebih nyaman jika tak melihat bocah itu. Penampilannya tak begitu mencolok, bahkan aku mengira ia seorang bocah yang lugu saat pertama kali bertemu dengannya. Ia tinggal dua blok dari rumahku dan aku jarang bermain dengannya, mungkin hanya sebatas saling sapa. Anak itu terkenal dengan kejahiliannya, sifatnya yang seperti anak-anak itu membuat orang-orang tak tahan dengannya. Maka tak heran ia dijuluki ‘anak iblis’. Aku selalu berusaha menghindar darinya, bukannya aku takut atau apa, namun ada sesuatu yang membuatnya ‘ingin dijauhi’. Oleh karena itu, aku merasa ada sesuatu yang janggal dengannya.

            Aku terus saja menatapnya dengan pandangan sinis dan dendam. Seandainya saja aku tak pernah bertemu dengannya, mungkin aku takkan sekesal ini setiap hari, walaupun anehnya ia tak pernah menjahiliku, aku hanya kesal dengan perbuatannya. Dia berumur 2 tahun lebih dariku, jadi perumpamaanku sebagai ‘bocah’ hanya karena sifatnya . Orang-orang selalu menggosipkan kalau ia tak punya orang tua, bahkan mereka mengatakan kalau ia anak iblis. Karena asal-usul yang tak jelas atau mungkin karena prasangka buruk para penggosip—katanya—ia ditakdirkan untuk menjalani hidup seorang diri. Jujur, aku memang tak tahu apa-apa tentangnya, tapi jika kau tanyakan bagaimana orangnya, aku bisa menceritakannya hingga detail.

            Anak-anak kecil sedang asyiknya bermain lompat tali saat aku memutar bola mata mencari pandangan lain. Orangtuaku sedang berlibur selama musim panas di Paris, aku tak ikut karena mereka sedang ingin mencari ketenangan. Sebab itulah aku yang mengurus rumah sendiri selama masa liburan. Menyebalkan memang, tapi itu tidak lebih buruk daripada kau dititipkan oleh orang lain—semua saudaraku menyebalkan. Tapi para paman dan tanteku juga bergiliran berkunjung menemuiku untuk sekedar mengobrol atau berpergian denganku.

        Aku tinggal di Australia, tepatnya di sebuah tempat di New South Wales. Negara bagian yang indah untuk kutempati. Yah selain banyaknya populasi disini, aku merasa cukup hidup. Pantainya bagus dan tamannya mengagumkan, dan aku tak bisa lebih bahagia lagi. Baik, kuakui aku tak pandai dalam menceritakan banyak tentang tempat rumahku, tapi cerita ini bukan untuk membahas itu, bukan?

            Aku menyeka keringat yang menempel di dahiku yang basah. Ini bukanlah cuaca yang mengharuskanku duduk di bangku taman dan menikmati pemandangan yang terang. Aku merasa bosan disini. Dan memerhatikan laki-laki itu menjahili anak kecil  membuatku semakin membencinya, aku menggigit bibir tanda menahan amarah. Tapi entahlah kau mau bilang apa, karena aku tak menggubrisnya begitu pun dia. Pernah sekali aku mendengar ia adalah seorang enchanter, dan seorang perempuan seumuranku pernah disanderanya selama sebulan dan begitu ia pulang, ia mengatakan kalau mimpi buruk telah mendatanginya. Orangtuanya selalu berusaha menenangkannya setiap kali ia berteriak saat menceritakan pengalamannya pada orang lain. Aku mendengar anak iblis itu mempunyai rekanan yang bukan manusia, benarkah itu?

            “Apakah kau akan disini terus dan kehujanan?”, aku terpecah dari lamunan dan melihat orang yang sedang mengajakku berbicara. Rupanya lelaki itu. Badanku terasa merosot dengan cepat.

            “Uh.. Well, aku tak menyadari hujan sudah turun”, jawabku dan segera melihat ke arah langit kalau hujan memang sudah turun lima menit yang lalu.

            “Dan kau tidak memerlukan payung?”, pemuda itu memiringkan kepalanya.

            “Kurasa sebentar lagi aku akan pulang”.

            “Tapi hujan pasti akan mengguyurmu duluan sebelum kau sampai ke rumahmu”.

            Oh sial! Pasti aku korban berikutnya! “Aku berlari”, jawabku kalem.

SchadenfreudeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang