Karna dan Kurusetra

1K 11 0
                                    

Kurusetra

Karna memandang langit mendung yang menyelimuti padang Kurusetra. Ini saatnya bagiku, begitu pikirnya. Ya! Mulai kemarin Karna bertugas sebagai panglima utama yang memimpin pasukan Kurawa melawan pasukan Pandawa, setelah Bisma dikalahkan dan Dorna gugur.

Kemarin Karna dapat mengalahkan Gatotkaca dengan senjata Kontanya, sehingga ksatria Pringgondani itu akhirnya gugur. Dan ini membuat para Kurawa menari-nari gembira. Namun seperti halnya Pandawa yang sedih kehilangan Gatotkaca, Karnapun sedih karena dia harus kehilangan senjata andalannya. Dan hilangnya senjata itu baginya sebuah tanda bahwa inilah waktunya bagi Karna.

Mendung berarak-arak menyelimuti padang Kurusetra, seolah-olah hendak memanggil Karna. Suara angin yang menderu meneriakkan nama Karna di telinga dan hati sang Adipati yang masih saja mematung memandangi perang besar yang telah mengorbankan laksaan nyawa manusia. Karna tahu bahwa hari ini dia harus maju melawan saudaranya sendiri, Arjuna. Dan dia ingat pada janji pada ibunya yang baru dia tahu sebelum perang Baratayuda ini pecah, Dewi Kunti, bahwa dia hanya akan melawan hanya satu orang Pandawa, sehingga siapapun yang kalah putra Kunti tetap lima. Karna memilih Arjuna sebagai lawannya, meski dalam hatinya dia tidak ingin melawan adiknya itu karena perlahan rasa kasih sayang itu tumbuh di hati Karna. Sebuah perang di hati Karna telah terjadi sebelum perang Baratayuda. Dan dia harus memilih. Karna yang tangguh lebih memilih menjalankan tugasnya sebagai sebuah karma, meski dia harus membuang dan menghempaskan perasaannya ke ujung dunia.

Dia memandangi senjata-senjatanya sejenak lalu memerintahkan kusir spesialnya, Prabu Salya, untuk segera menjalankan kereta. Saat kereta kuda berjalan, para Kurawa meneriakkan nama Karna, mengelu-elukan setinggi langit, namun teriakan-teriakan itu tidak dapat mengalahkan

bisikan angin dan tatapan mendung yang berduka. Hari ini salah satu putra Kunti harus gugur! Dan dewa-dewapun turun untuk menyaksikan perang yang sebenarnya lebih besar dari perang Baratayuda itu sendiri, perang ksatria! Kembang-kembang bhakti, janji, amanah dan kesetiaan ditaburkan di hamparan padang Kurusetra.

Angin menderu kencang menerbangkan debu-debu yang tersibak kereta kuda yang membawa Karna menuju ke pusat pertempuran. Karna memandangi mendung hitam pekat yang menyelimuti padang Kurusetra, yang seolah-olah berduka saat menyaksikan betapa nyawa manusia sudah tidak lagi punya arti. Lebih dari itu mendung itu menikamkan belati di jantung Karna, menorehkan rasa nyeri yang dalam. Karna segera memandang ke arah yang lain, tak sanggup dia memandang wajah mendung gelap itu.

Sekali-sekali Karna melepaskan anak panah untuk membuyarkan kepungan pasukan Pandawa yang mencoba menghalanginya. Setiap anak panah yang lepas akan menghempaskan beberapa nyawa dan diikuti oleh sorak-sorak pasukan Kurawa yang gembira melihat kedatangan panglima mereka yang sakti, sedang pasukan Pandawa menjadi kecut. Namun setiap anak panah yang lepas itu juga menghunjamkan rasa sakit di hati Karna, karena setiap teriakan kematian membuat retaknya tali persaudaraan yang mulai tersusun. Dan janji itu hadir, janji tentang kesetiaan dan janji akan bhakti yang membuat hatinya semakin merasa sakit.

Tetapi ini adalah masalah pilihan. Karna tahu bahwa Kurawalah yang banyak membantu dia hingga menjadi kesatria pilih tanding. Duryudana yang selalu membela Karna saat dicaci dan dihina oleh Bima dan Arjuna. Duryudana yang telah membuatnya menjadi manusia, dan mengangkatnya dari jurang kehinaan. Dan Duryudana tidak pernah meminta apapun. Karnalah yang ingin menunjukkan kesetiaannya pada Duryudana dan berjanji untuk membela Kurawa pada perang Baratayudha. Dan saat Kunti membuka rahasia itu, Karna baru tahu bahwa dia adalah saudara tua dari Pandawa. Karna terhenyak dari kursinya. Dia harus memilih antara persaudaraan dan janji seorang kesatria.

"Ibu, aku hanya akan melawan satu orang Pandawa saja, Arjuna. Sehingga siapapun yang mati maka anak ibu tetap berjumlah lima", begitulah janji Karna pada Kunti saat Kunti membuka rahasia bahwa Karna itu adalah anaknya, seperti juga Pandawa. Air mata Kunti mengalir deras, begitu juga Karna. Baru kali ini kesatria sakti ini mengalirkan air mata. Karna adalah kesatria tangguh yang tidak pernah meneteskan air mata, bahkan saat caci-maki dan penghinaan pada Pandawa yang mengatakan dia hanya anak kusir, itupun tidak cukup membuatnya meneteskan air mata.

Cuplikan MahabharataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang