HAPPY READING.
Ada malam-malam ketika dunia terasa terlalu keras bagi Belvian.
Malam ketika dinding-dinding kamar terasa lebih sempit dari biasanya, udara lebih berat dari seharusnya, dan detak jantungnya terlalu cepat untuk alasan yang tidak ia mengerti. Malam ketika pikirannya berisik, berisik sekali seperti suara kaca pecah yang tak mau berhenti.
Dan malam itu… kambuhnya datang tanpa aba-aba.
Belvian berdiri di depan cermin, menatap wajah cantik yang tiba-tiba terasa asing. Mata itu biasanya penuh cahaya; kini hanya ada ketakutan. Ia menyentuh pipinya yang dingin, mencoba menarik napas, tapi dadanya justru semakin sesak.
“Fiorenzo pasti benci aku.. dia pasti lelah.. aku terlalu berat.”
Pikiran itu menusuk seperti duri yang tak bisa dicabut.
Belvian jatuh terduduk di lantai, kedua tangannya menutupi telinga seolah mencoba membungkam suara-suara dari dalam dirinya sendiri. Nafasnya tersengal, ujung jarinya gemetar.
Ia tahu ini kambuh. Ia hafal. Tapi tetap saja rasanya selalu seperti kiamat kecil di dalam tubuhnya.
Langkah kaki terdengar dari ruang tamu.
“Belvi?”
Suara itu lembut, dalam, hangat harusnya menenangkan. Tapi saat kambuh, bahkan cinta terdengar seperti ancaman yang bisa hilang kapan saja.
Belvian menahan napas, takut, bingung, marah pada dirinya sendiri.
Pintu kamar terbuka.
Fiorenzo berdiri di ambang pintu, melihat kekasihnya terpuruk di lantai. Tak ada keterkejutan, tak ada kebingungan hanya kepedihan yang tenang. Kepedihan seseorang yang sudah sering melihat orang yang ia cintai terjebak badai yang tak kasat mata.
“Belvian…”
Fiorenzo mendekat perlahan, seperti mendekati seekor hewan kecil yang terluka.
Belvian menggeleng keras, air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan. “Ja-jangan dekat..please.. aku nggak mau kamu lihat aku kayak gini.. aku ngerusak semuanya..”
“Ssh, Belvi.. aku di sini.” Fiorenzo berlutut.
“Tapi kamu bakal pergi,” suara Belvian patah. “Kamu pasti akan pergi semua orang pergi aku terlalu rusak, Fio.. aku terlalu rusak..”
Fiorenzo tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya meraih wajah Belvian dengan kedua tangannya, lembut, sabar, tidak memaksa. Ia menghapus air mata Belvian yang jatuh begitu cepat.
“Aku nggak pergi, Aku tetap di sini.”
Suara Fiorenzo hampir berbisik, seolah takut membuat retakan di dalam Belvian semakin melebar.
Belvian menutup mata dan untuk pertama kalinya malam itu ia mengizinkan dirinya runtuh ke dalam pelukan seseorang.
Dan Fiorenzo menahannya. Erat. Seolah dunia bisa berhenti tanpa ia lepaskan.
Di luar, kota larut dalam kesunyian, tapi di dalam kamar itu dua manusia bertahan dalam badai yang hanya mereka yang mengerti.
Begitulah awal dari semuanya.
Awal dari kisah tentang seseorang yang berjuang melawan dirinya sendiri, dan seseorang yang memilih untuk tetap tinggal.
AUTHOR LAGI SEDIH BIKINNYA..
ВЫ ЧИТАЕТЕ
I Will Not Go. [ForceBook]
Любовные романыBelvian selalu tampak cantik bukan hanya dari wajahnya yang lembut, tapi juga dari caranya mencintai. Namun di balik mata beningnya, ada ruang gelap yang sering menelan dirinya sendiri. Belvian hidup dengan BPD, suatu kondisi yang membuat emosinya s...
![I Will Not Go. [ForceBook]](https://img.wattpad.com/cover/404799088-64-k646680.jpg)