5 tahun.
Bocah kecil itu menyenandungkan lagu vokal yang diajarkan gurunya beberapa hari yang lalu sambil bermain di kamarnya, menunggu panggilan ibunya yang memberitahukan bahwa makan malam sudah siap.
Lagu itu benar-benar melekat padanya, dia tahu berkat itu ia sekarang mengetahui huruf vokal dengan sempurna dan tidak akan kesulitan untuk mempelajarinya.
Ia menuju tempat tidurnya dan mengambil salah satu boneka anyaman kecilnya, menggoyangkannya sedikit karena kotoran yang berjatuhan dari atap kamar dan mulai memindahkannya sehingga terlihat seperti boneka itu sedang menari mengikuti lagu.
"Ayo celuar..ayo celuar aku idak tahu cemana dia pelgi..." A Xing mengangkat bahu kecilnya sambil bernyanyi dan menggerakkan mainan kecilnya. "dia pelgi belsama bibinya Maltha untuk minum teh...-"
Suara berisik di atap membuat anak kecil itu kaget dan mendongak, A Xing lega mengetahui bahwa kali ini bukan kucing hitam gemuk yang berjalan-jalan di atap pada malam hari melainkan hanya salah satu seprai usang yang ada di sana, sedikit lepas sehingga menyebabkan kebisingan, ini adalah kesepuluh kali hal ini terjadi di kamar kecilnya, jadi tidak mengherankan.
Rumahnya pada umumnya terbuat dari berbagai bahan yang bisa ditemukan orang tuanya, antara lain sampah, papan kayu, ban, sprei, karton, aspal dan lain-lain, keluarga A Xing sangat miskin mereka hampir tidak mampu membeli barang sedikitpun bahkan keluarganya hampir tidak bisa mengakhiri hari dengan sesuatu yang sederhana di perut mereka, ibu A Xing tidak memiliki pendidikan sehingga dia tidak bisa membaca atau menulis sehingga pencarian pekerjaan sulit baginya karena mengalami penghinaan terus menerus. "Apa gunanya orang yang buta huruf bagi kita?" Itulah yang ibunya dapatkan ketika mau melamar pekerjaan.
Sebaliknya, ayahnya hanya merawat mobil yang diparkir di tempat tersebut, sehingga penghasilannya hanya dari tip yang diterimanya, di masa ketika orang-orang lebih bermurah hati padanya dan dia bisa mendapatkan sedikit lebih banyak uang, dia akan pergi membelanjakannya untuk alkohol, obat-obatan terlarang atau menyewa pelacur.
Bukankah menurutnya lebih baik membeli bahan makanan agar dia dan keluarganya bisa makan sesuatu yang lebih layak?
Namun tidak bagi Dia. Ayahnya tidak pernah melakukannya, dia terlalu serakah, tamak dan egois.
Sungguh melegakan karena A Xing bisa masuk ke sekolah negeri yang hanya membayar sejumlah uang minimum setiap tahun ajarannya, kondisi sekolahnya memprihatinkan namun ia mendapat pendidikan dan ibunya senang dengan itu. Setidaknya putranya akan memiliki peluang yang lebih baik daripada ibunya.
"Kacang dan tortilla, lagi?!"
Suara piring pecah terdengar diseluruh ruangan hingga ke kamarnya, tapi A Xing tidak bergeming dan melanjutkan permainannya.
"Apa yang dapat aku lakukan jika hanya itu yang kami punya? Kalau kau berhenti membelanjakan uang yang kau dapatkan untuk hal-hal yang kau lakukan bersama pelacur itu, segalanya akan berbeda! Jadi berhentilah mengeluh padaku."
A Xing menghentikan permainannya sedikit agar ia bisa mempertajam pendengarannya dan terus bernyanyi dengan suara yang lebih pelan.
"Aku membelanjakannya untuk apa pun yang kuinginkan, aku suamimu jadi kamu tidak berhak bicara seperti itu padaku!"
BUGHH
Suara pukulan terdengar membuat tubuh A Xing sedikit bergetar dan ia sedikit mengernyit dahinya.
Kemudian A Xing mulai mendengar tangisan ibunya.
BUGHH
Lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boneka Kayu (XingQiu)
Fiksi Remaja"Jika aku menarik talinya bonekaku akan tersenyum kepadaku, jika aku menarik talinya lagi bonekaku akan memelukku dan mengajakku bermain dengannya, Bonekaku selalu menyemangati hidupku, bonekaku membuatku merasa ditemani dan membuatku merasa dicinta...
