2. Alpha's Predator

5 1 0
                                        

Sepasang mata hitam Sien dihiasi kantung mata yang nyaris sama gelapnya. Rambut cepak berwarna sama pemuda itu kembali diacak kasar, pertanda jika sang empunya masih frustasi. Di hadapannya sekarang, terdapat laptop usang yang layarnya menampilkan draft suatu cerita dengan banyaknya kata bergaris bawah, bercetak miring, bercetak tebal, serta berwarna merah menyala.

Semua itu adalah catatan terkait revisi untuk penulis terhormat yang fungsi matanya telah menurun tajam.

Setelah memastikan tidak ada point revisi yang terlewat, ia lantas menekan ikon simpan kemudian menjatuhkan kepalanya di atas meja. Rasa kantuk yang sedari lama ditahan hanya dengan tekad dan es kopi akhirnya menyerbu. Kelopak matanya seketika terpejam rapat, seiring dengan kesadaran yang kian lenyap.

Entah berapa lama waktu telah berlalu ketika ia terlelap, Sien merasa ada yang tidak beres. Di tempat tinggalnya yang hanya seluas sepetak tanah, tentu ia hanya memiliki sedikit barang. Lalu dari semua barang itu, ia sangat yakin tidak ada yang selembut selimut yang saat ini memeluk tubuhnya. Kasur kayunya juga mestinya tidak seempuk kapas sekalipun telah lapuk. Bahkan aroma yang tengah menggelitik hidungnya bukan lagi bau busuk sampah yang berasal dari rumah tetangga, tapi aroma mint segar mirip parfum salah satu atasannya.

Menyadari ketidakwajaran itu, sepasang mata hitam Sien seketika terbuka. Pada saat itulah ia mendapati suatu chandelier berukuran sedang tergantung di langit-langit ruangan.

Di mana ini?  pikirnya heran lantas mengalihkan pandang ke arah lain. Mulai dari furniture elegan yang jelas tidak mampu ia beli meski setahun bekerja, hingga luas kamar yang mungkin bisa dijadikan lapangan tenis, jelas kalau saat ini ia—entah bagaimana—ada di rumah orang asing.

Tapi bagaimana?

Setelah menjadi budak korporat suatu penerbit kikir yang seringkali menunda gaji, Sien sadar betapa miskin dirinya. Untuk membeli air bermerek saja ia berpikir lima kali, jadi mustahil ia pergi ke klub, mabuk, lalu one night stand  dengan seseorang yang kaya raya. Lagipula jadwalnya begitu padat karena ia mengambil tiga pekerjaan sampingan, yang berarti tidak ada waktu untuk bersenang-senang.

Kemungkinan paling masuk akal adalah ia diculik.

Sien dengan cepat duduk seraya menyibak selimut. Berbeda dengan dugaannya, tidak ada tali, borgol atau benda apapun yang mengikat tangannya. Anehnya lagi, kedua kakinya juga bebas.

Sebebas tubuhnya yang ternyata telanjang bulat.

"Situasi ini entah kenapa sangat akrab," gumamnya selagi mengusap wajah. Baru kemarin, ia menjalankan tugasnya sebagai editor dan merevisi suatu cerita bergenre fantasi. Sien masih ingat kalau bab pertamanya dibuka dengan sang tokoh utama yang terbangun di tempat asing setelah mati di dunia aslinya.

Mirip seperti situasi sekarang.

Suara keras dari pukulan di wajah seketika terdengar. Begitu rasa ngilu berdenyut di rahangnya yang mulai dipenuhi rasa mirip logam, Sien akhirnya yakin jika ia telah sepenuhnya sadar.

Ternyata ia juga mengalami yang mereka sebut isekai.

"Sekarang masalahnya, ini cerita yang mana?" gumamnya lagi.

Setelah—dipaksa—mengabdi di penerbit—terkutuk—tempatnya bekerja selama 5 tahun, sudah lebih dari 50 cerita yang Sien tangani. Dari cerita anak-anak yang menggemaskan hingga cerita dewasa kurang moral yang menyakiti mata.

Lalu dari semua cerita golongan akhir, Sien sangat amat berharap, tagarnya bukan BL.

Apalagi, ABOverse.

Sebab dalam cerita itu, tidak ada pria yang selamat dari nafsu pria lain.

Keringat dingin seketika mengalir di pelipisnya. Demi menenangkan hati yang mulai gelisah, ia bergegas mencari kamar mandi. Begitu menemukannya, pemuda itu langsung bercermin. Dilihat dari penampilannya sekarang, ia bisa sedikit menghela napas lega. Wajahnya masih sama galaknya meski versi lebih sehat. Otot perutnya bahkan bertambah. Kulit tan-nya juga tidak berubah banyak. Singkatnya, untuk sekarang, ia bukan tipe yang mudah ditindas.

Lalu karena aku terbangun di tempat ini seorang diri, mungkin saja aku pemiliknya. Sien mulai menebak. Dan kalau memang benar, berarti aku tidak merasuki tokoh miskin yang nantinya diperkosa oleh CEO untuk melunasi hutang.

Selama ia bukan pihak bawah yang menderita, Sien tidak terlalu mempermasalahkan identitasnya saat ini.

Akan tetapi, agar lebih pasti, pemuda itu memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut. Ia pun mengenakan sepasang pakaian serba hitam yang ada di walk-in closet  kemudian melangkah keluar. Saat seorang wanita paruh baya berpakaian sopan dan sederhana tampak sedang mencuci piring, Sien perlahan menghampirinya.

"Ahem."

Mendengar suara dehaman Sien, sang pelayan dengan cepat berbalik dan memberi hormat. "Ah, Tuan sudah bangun. Saya baru saja selesai menyiapkan sarapan Anda."

Sien hanya mengangguk, bingung hendak merespon seperti apa berhubung ia belum tahu karakter asli dari tubuh ini. Setelah menimbang sejenak selagi meneguk secangkir kopi hitam, Sien pun kembali bersuara. "Apa ada yang datang sebelum aku bangun?"

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Nov 24 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Petit Apex PredatorDonde viven las historias. Descúbrelo ahora