happy reading, semuanya 😍
tinggalkan vote dan spam komen yang banyak, ya! Supaya cerita ini bisa segera masuk daftar rekomendasi.
terima kasih 🥰
"Saya tidak terbiasa mundur dari hal sulit."
Kalimat yang meluncur keluar dari bibir wanita di hadapan Luke ini terdengar sangat meyakinkan. Tidak ada getaran keraguan sedikit pun yang terdengar dari suara rendah dan lembutnya itu. Kedua bola mata bulatnya juga tidak bergeming.
Sesungguhnya, Luke masih ragu dengan keberanian Kania, tetapi ketika ia mendapati begitu banyak goresan di sepanjang lengan dan jari tangan wanita di hadapannya ini... Saat itu juga, Luke sadar, jika Kania sudah melewati banyak hal sulit di hidupnya yang membuatnya pantang menyerah. Atau mungkin lebih tepatnya, tidak mendapat kesempatan untuk menyerah.
Luke berdeham sebelum kembali bicara, "Kalau begitu, ada yang ingin kamu tambahkan lagi ke perjanjian kita sebelum semua proses dimulai?"
Luke mendapati dengan jelas kerutan pada kening Kania yang tidak tertutupi oleh sehelai rambut pun, meskipun rambut panjang cokelat bergelombang wanita itu sama sekali tidak terikat.
"Kalau boleh aku tahu, kenapa kamu terus menanyakan hal ini? Seolah-olah aku akan meminta hal lain darimu?" tanya Kania. Ia menatap Luke tepat pada matanya.
"Bisa saja ada yang ingin kamu sampaikan padaku, tanpa melalui Marco tentunya," jawab Luke, ia memiringkan kepalanya sambil menggidikkan bahu, "kamu boleh menyampaikannya sekarang."
Kania mencoba memikirkan ulang semua hal dari awal, mungkin saja ada yang terlupakan olehnya, dan ini adalah kesempatan yang tepat. Ia tidak boleh melewatkan kesempatan ini.
Setelah berpikir untuk beberapa saat, Kania berdeham, "Ada yang ingin kuminta secara pribadi padamu, meskipun sebenarnya tidak apa-apa jika Marco mengetahui perubahan ini."
"Katakan," ujar Luke sambil menyandarkan punggungnya pada sofa.
"Aku tidak ingin rumah, supir, dan pengurus rumah tangga seperti yang ada di dalam surat perjanjian," kata Kania. Ia memajukan tubuhnya, untuk menatap Luke lebih dekat. Ia tidak ingin melewatkan segala ekspresi yang dimunculkan pria yang akan menjadi ayah dari anaknya ini.
"Itu untuk kepentinganmu," jawab Luke singkat.
Kania bergumam, "Hm. Bukankah lebih baik semakin sedikit orang yang tahu dan terlibat?" Ia berdeham, "Aku yakin kamu tahu dan sadar maksud serta tujuanku."
Kania melemparkan kalimat ambigu itu kepada Luke, yang langsung membalasnya dengan cepat, "Aku tidak ingin menduga-duga. Jadi, katakan saja secara gamblang maksud dari ucapanmu."
Kania mengangguk pelan. "Ah, iya. Bisa saja presepsimu dan presepsiku berbeda."
Luke ikut menganggukkan kepalanya, kemudian mengulurkan tangannya, mempersilakan Kania untuk kembali bicara.
Kania menyelipkan anak rambutnya yang sempat turun, dibalik daun telinganya.
"Aku tidak membutuhkan rumah, supir, dan asisten rumah tangga seperti yang kamu tawarkan di perjanjian kita. Kurasa, lebih baik jika semakin sedikit orang yang mengenaliku dan terlibat dengan perjanjian kita," Kania memberi jeda pada ucapannya untuk menarik napas, "karena kurang dari sepuluh bulan, aku akan menghilang."
VOUS LISEZ
Heart: Two Hearts
Roman d'amour"Heart: Two Hearts" - Sebuah perjanjian yang menghasilkan dua kehidupan baru dan cinta yang tak pernah direncanakan. Luke Bryan, CEO muda yang dikenal dingin dan tak berperasaan, menjalani hidupnya di bawah bayang-bayang sang ayah yang keras. Selur...
