4. Calon Mertua

103 11 0
                                        

Happy reading~
.
.
.

"Selamat datang ... calon menantu."


Kalandra menghela napas frustasi. Pasalnya, saat ini Donita mengenakan pakaian berwarna hitam dengan belahan dada yang cukup terbuka. Tingkah Donita semakin membuat Kalandra gelagapan, pria mana yang mampu bertahan jika harus berlama-lama melihat pemandangan langka dari seorang Donita Wang.

“Pakai outer-nya, sudah dibilang supaya pakai baju yang lebih tertutup. Gimana kamu ini, kenapa malah pakai baju belahan begini. Itu dada kamu hampir keluar semua."

Donita hanya cengengesan mendengar omelan Kalandra. Puan itu mengapit lengan sang pria sebelum melangkah masuk ke dalam kediaman Hanggono. Senyumnya yang sumringah, menunjukkan sisi ramah dari sosok Donita yang jarang orang lain ketahui.

Donita berjalan begitu anggun, semerbak wangi dari parfum mahal yang dia kenakan, menjadi bayangan di setiap langkahnya yang seolah tertinggal pada tiap-tiap sudut.

“Om Aryo galak nggak sih?” Pertanyaan lumrah. Yang Donita tahu, Aryo Hanggono adalah sosok yang tegas dan cukup kaku, begitulah yang dikatakan orang-orang. Akan tetapi bagi Kalandra, sosok Aryo Hanggono adalah pribadi yang lain, berbeda dengan Aryo Hanggono yang orang lain kenal.

“Kata siapa papi galak?” balas Kalandra yang justru balik bertanya.

“Kata orang-orang, sih. Tapi sebagai orang baru, aku nggak boleh langsung percaya. Seenggaknya, bertempur dulu buat cari tau sifat asli lawan.”

“Memangnya kamu mau lawan papi?”

Donita menoleh lalu mendengus. Tangannya sudah mendaratkan pukulan kecil di atas lengan Kalandra. “Aku cuma berumpama. Paham kan, perumpamaan.”

“Nanti nggak perlu bahas tentang pernikahan lagi. Tujuan kamu ke rumah cuma satu, mengakrabkan diri sama calon mertua. Selebihnya, papi sudah tau semuanya.”

Donita menaikkan ibu jari di hadapan Kalandra sebagai tanda mengerti.

“Mas Kalandra, Pak Aryo kasih pesan supaya langsung ke ruang keluarga,” ucap salah seorang asisten rumah tangga di dalam kediaman Hanggono. Kalandra mengangguk mengerti, pria itu menuntun Donita untuk segera menuju ruangan yang dituju.

Manik mata sang wanita bergerak liar, Donita tengah menelisik ruang keluarga yang baru pertama kali dia sambangi. Benaknya memuji beberapa lukisan yang sepertinya dibuat oleh sang pemilik kediaman.

"Sudah datang?"

Donita menoleh. 'Itu dia, calon mertua.' Donita bergumam dalam hati. Lagi-lagi Donita mengeluarkan jurus senyuman maut untuk memikat kepercayaan calon mertuanya.

Donita mengikuti ajakan Kalandra untuk duduk bersama dengan Aryo Hanggono. Mereka saling bersapa dan berbincang sejenak, lalu saling melempar guyonan untuk mencairkan suasana yang semula terasa kaku.

“Pi, ini Donita.” Kalandra mencoba memperkenal dua orang asing yang sebentar lagi akan menjadi menantu dan mertua.

“Papi juga tau," balas Aryo Hanggono. Pria paruh baya itu tersenyum dan mempersilahkan Donita untuk menikmati makanan ringan yang tersaji.

Sejak tiba di kediaman milik keluarga Hanggono, Donita tidak merasa canggung sedikit pun dengan Aryo Hanggono. Melenceng dari ucapan orang-orang. Justru sebaliknya, guyonan antara Donita dan Aryo Hanggono justru mengalir begitu saja seolah sudah mengenal cukup lama.

"Tadinya saya bingung mau bicara apa sama kamu, ternyata kamu cukup jenaka. Pantas saja anak kaku itu sampai mendadak minta segera menikah."

Donita terkekeh santai sembari menikmati cemilan dan teh yang disuguhkan. "Iya Om, Kala memang kaku. Sama seperti ..." salah satu tangan Donita bergerak di depan wajahnya sendiri. "... wajah dia yang selalu kelihatan kaku."

Partner Benefit (revisi)Where stories live. Discover now