Joss menangkap plastik itu, menatapnya sebentar, lalu ikut membolak-balikkan dengan wajah malas. Terlihat amat biasa, tapi justru itu yang membuat Joss mengernyit.

Lawan yang sedari tadi melongok ke arah mereka akhirnya nyeletuk, "Apaan sih? Itu mah Paracetamol biasa, Joss. Paling obat pusing."

Joss tidak menjawab. Matanya masih menatap butiran obat itu, pikirannya melayang. Kalau benar dari rumah sakit biasa, kenapa dibungkus seperti ini? Apalagi rumah sakit di bawah CEDORA jelas tidak pernah menggunakan packaging seremeh itu. Sesuatu terasa janggal.

Di sisi lain, Gavin seperti tidak tertarik ikut serta dalam diskusi. Dia menaruh tasnya di kursi, lalu berjalan ke dapur. Kulkas dibuka, suara botol dan wadah plastik bergemerisik sebentar. Dia menuang air putih ke gelas, meminumnya perlahan, menaruhnya lagi di wastafel, mencuci tangan, kemudian membuka kantong kertas kecil dari saku jaketnya. Dari dalamnya, dia mengeluarkan apel hijau yang terlihat mengilap.

Tanpa berkata apa-apa, Gavin menggigit apel itu dengan tenang dan kembali ke ruang tengah. Suara kriuk apel terdengar jelas, membuat ruangan sejenak hening.

Sementara itu, Joss dan Lawan masih sama-sama menunduk pada plastik obat tersebut. Joss menyandarkan tubuhnya ke sofa, jari-jarinya mengetuk-ngetuk pelan plastik bening itu. Pandangannya serius, jauh lebih berat daripada Lawan yang hanya menganggapnya sepele.

Gavin masih sibuk membuka laci kecil dekat televisi, merogoh-rogoh mencari remote yang entah menghilang di antara tumpukan kertas dan buku manual elektronik. "Where the hell is this thing," gumamnya, agak frustasi.

Sementara itu, Joss yang tidak bisa diam malah terus meneliti plastik obat di tangannya. Awalnya hanya membolak-balik seperti Gavin tadi, tapi lalu iseng jarinya menyelip pada ujung label yang terasa tebal. "Hmm?" suaranya pelan, hampir tidak terdengar. Lawan yang duduk santai di karpet, dengan dagu ditopang tangan, hanya mengangkat alis.

Joss dengan pelan-pelan mengupas label itu. Ternyata benar, ada sesuatu di bawahnya. Label putih rumah sakit CEDORA itu hanyalah tempelan di atas label lain. Ia mencoba menarik lebih hati-hati, tapi materialnya rapuh, menempel kuat. "Shit," Joss mendesis kecil saat sebagian label malah tersayat, sobek tidak rata.

Lawan yang mendekat sedikit memicingkan mata, "Apa sih yang lu lakuin? Mau cari harta karun di situ?"

Namun Joss tidak menanggapi. Pandangannya terpaku pada sisa label yang terkoyak itu. Dari potongan kecil yang terbuka, ada tulisan hitam rapi dengan font berbeda, jelas bukan standar cetakan CEDORA untuk pasien biasa. Hanya satu baris yang masih utuh terlihat.

"Nullis E67."

Di bawahnya ada semacam QR code, tapi tersayat separuh, tidak bisa dipindai sempurna.

Joss terdiam cukup lama, jemarinya menggenggam plastik itu lebih kuat. Matanya menyipit, wajahnya tidak lagi sekadar iseng. Ada sesuatu yang salah di sini, terlalu salah.

Lawan, yang awalnya hanya menganggap Joss sok serius, akhirnya ikut menatap, lalu bersuara pelan, "Bro, itu kayaknya bukan paracetamol biasa."

Gavin akhirnya menemukan remote, menyalakan televisi, dan baru berbalik. Dia berjalan kembali dengan apel hijau yang masih dia gigit, tatapannya langsung menangkap ekspresi serius Joss dan Lawan yang menunduk di atas plastik obat.

"What are you two doing?" tanyanya cuek, tapi sorot matanya berubah waspada ketika melihat label yang sudah terkoyak di tangan Joss.

Joshua terdiam. Jantungnya memukul lebih cepat. Otaknya langsung melompat ke sesuatu yang sempat ia baca pagi tadi. Ia buru-buru meraih iPad yang tergeletak di sofa, membuka X, lalu menuju bookmark. Untung saja ia punya kebiasaan menyimpan hal-hal aneh yang lewat di timeline.

Dan benar. Postingan itu masih ada-sebuah thread singkat tentang obat misterius dengan label "Nullis". Isinya samar, campuran rumor dan teori konspirasi tentang eksperimen farmasi yang tidak pernah dilepas ke pasaran.

Dengan cepat Joss menunjukkannya ke Gavin. "Nih, lihat. Gue udah pernah liat nama ini."

Gavin menggulir iPad itu. Alisnya langsung berkerut tajam, matanya menyapu tulisan di layar iPad, lalu bergeser ke plastik kecil itu. Ia tidak butuh waktu lama untuk menghubungkan titik-titik.

"Nullis." Gavin menggumam. "Jujur namanya jelek. Apaan anjir Nullis? Menullis laprak."

"Bukan itu yang jadi highlight hari ini, kocak." Lawan menengahi. "By the way, gue butuh konteks."

Joss menghela nafas, "Gavin kan beberapa hari lalu ada diserang dua orang mabok kan?"

"Iye, terus?"

"Dua orang itu gak pingsan-pingsan walau udah dibabak belurin sama Gavin. Lu tau sendiri lah gimana brutalnya dia kalo mukulin orang." lanjut Joss, "Nah gue sama Gavin curiganya tuh orang ngobat, bukan mabok. Walopun kepolisian ngasih status kasusnya penyerangan orang mabok."

Lawan mengangguk, "Terus lu berspekulasi kalo Nullis ini nih obat yang bikin mereka kebal sesuai sama postingan forum yang lu temuin tadi siang ini?"

Joss hanya mengangguk dibarengi Gavin.

"Ya gak salah. Coba dah lu kasih ke nyokap lu." usul Lawan yang dijawab dengan wajah berfikir Joshua. "Tante Tania masih kerja jadi peneliti di CEDORA 'kan?"

Gavin menepuk pundak Lawan, "Kerja bagus. Tumben lu berguna."

Lawan melirik Gavin lalu menatapnya dengan jengkel khas Lawan, "Eh bocah, gue lebih tua dari lu. Sopan dikit kek. Gue lihat-lihat gak pernah lu manggil gue dengan sebutan abang. Songong ye lu."

"Mulai, mulai senioritasnya." dengus Gavin. "Joshua aja kagak gue panggil abang-abangan, apalagi elu. Ogah ah. Gak ada bagian dari lu yang pantes dipanggil sopan."

"Anak bangsat."

—

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Hierarchy: Enigma (JossGawin) - Part 1 EndWhere stories live. Discover now