#1

4.8K 72 19
                                    

BAGI PARA HOMOPHOBIA SEGERA MENYINGKIR, CERITA INI BERISI TENTANG KONTEN GAY DAN SEKS || DIPERUNTUKKAN BAGI YANG TELAH MENGINJAK 17+ || THANKS FOR ATTANTION || FADP (Riyand Anggara) ||


John Untuk AJ #1


"Ding dong,"

Aku bergegas membuka pintu kamar hotel. Seraut wajah pria menongol. Kutebak berusia 25 tahunan. Tingginya tak lebih dari 170 senti. Hidungnya mancung dan matanya dengan cara yang aneh mengingatkanku pada mata banyak karakter pria dalam komik Jepang. Dalam pendar lampu kamar kukira ia berkulit cerah.

"Semua sudah kujelaskan di inboks. Aku tak perlu bilang lagi," tukasku sambil melepas baju dalam dan celana pendek yang kukenakan. Tamuku mengangguk.

Ia duduk di kursi dan menatap bukan pada sekujurku, tapi ke dalam mataku.

"Saya akan membayarmu untuk 3 kali layanan. Namun sebelumnya saya pengin mengobrol dulu denganmu. Boleh?"

Aku menyeringai. Memang ada tipe pelanggan yang sok mengajak mengobrol, namun begitu melihat diriku polos, mereka tak akan tahan dan langsung memulai berkencan. Dia berdiri dan tangannya mengisyaratkan menahan diriku, "tak perlu. Silakan dipakai kembali."

Aku menafikannya. Dalam keadaan bugil aku menuju ranjang dan berbaring sambil menyandarkan tubuhku pada sandaran ranjang. Aku menatapnya lurus sambil mulai menghitung; seberapa lama ia mampu bertahan.

Dia menghela, "Kau tampan sekali, badanmu semampai dan berotot sempurna, tinggimu kutebak sekira 175an. Tentu perlu fitnes rutin untuk mendapatkannya."

"178. Ini asetku. Aku fitnes 3 kali seminggu, renang dan balap sepeda di akhir pekan," kataku lempang.

"Kenapa tak menjadi model saja. Kukira agen atau manajemen tak berpikir dua kali untuk menerimamu. Wajahmu paduan Orlando Bloom dengan Shia LaBeouf."

"Pelanggan kemarin bilang aku mirip Nino Fernandez," aku tersenyum kecut. Tamu lain menyebutku mirip dengan puluhan bintang lainnya. "Menjadi model atau bekerja seperti yang aku lakoni apa bedanya. Kebanyakan profesi model hanya topeng, pekerjaan mereka sesungguhnya adalah lelaki simpanan, gigolo. Aku tak mau munafik seperti mereka."

Dia menatapku beberapa saat lalu mengungkap, "Saya sebenarnya adalah wartawan. Begini, saya ingin menulis reportase tentang profesi yang kau kerjakan. Identitasmu akan saya ..."

Aku refleks beranjak membebat handuk ke tubuhku dan membuka pintu. "Silakan keluar. Atau aku yang pergi. Aku tidak suka ada orang berpura-pura menjadi pelanggan dan ternyata seorang pengorek."

"Jangan khawatir, saya tidak..."

"Kau wartawan, polisi, intel, dari dinas sosial, aku tak peduli. Aku tak suka dengan orang yang mengurusi kehidupan orang lain seolah kehidupan kalian sudah benar. Aku hanya ingin bekerja seperti kalian. Setiap manusia berhak bekerja sesuai dengan keinginan dan kemampuannya."

"Saya datang ke sini untuk bekerja juga..."

Aku memandangnya beberapa saat dan menghela, "Apa pentingnya kehidupanku untuk diketahui orang banyak. Ini pekerjaan dunia malam di balik kamar-kamar remang, tidak untuk dipublikasikan. Apa gunanya? Biar pembaca koranmu mengikuti jejakku? Silakan pergi," aku melowongkan pintu hingga berderit.

Lelaki itu geming dari duduknya, "Kau tahu, saya bisa saja tanpa perlu bertemu dan tanpa kau sadari, saya dapat beroleh seluruh hal darimu. Kau sudah mengungkap 30 sampai 50 persen tentang dirimu. Tapi karena saya profesional saya harus bertemu dan berterusterang."

Aku menderitkan pintu lebih nyaring. Aku mengotot. "Silakan keluar."

Ia beranjak dengan wajah tegang bercampur cemas.

"Terimakasih." Ia menaruh amplop di meja dan menghampiriku. "Kamar ini sudah kubayar untuk 2 hari."

"Kau tak perlu repot-repot membayar."

Ia tak menggubris dan berlalu di hadapanku.

Aku memegang bahunya.

###

JOHN untuk AJ [Slow Update]Where stories live. Discover now